Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil lainnya. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatra, dekat dengan Provinsi Sumatra Selatan. Posisi geografis provinsi ini adalah 1º50′ – 3º10′ LS dan 105º – 108º BT. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Adapun batas-batas wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung antara lain :
- Sebelah utara dengan Laut Natunas
- Sebelah timur dengan Selat Karimata
- Sebelah selatan dengan Laut Jawa
- Sebelah barat dengan Selat Bangka
Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 27.355 km2. Berikut merupakan luas wilayah menurut kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung:
Tabel 1. Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
No | Provinsi/Kabupaten/Kota | Luas Wilayah per Kabupaten/Kota (km2) |
1 | Kepulauan Bangka Belitung | 16424 |
2 | Bangka | 2951 |
3 | Belitung | 2294 |
4 | Bangka Barat | 2821 |
5 | Bangka Tengah | 89 |
6 | Bangka Selatan | 150 |
7 | Belitung Timur | 2507 |
8 | Pangkalpinang | 119 |
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung | 27355 |
Sumber: BPS Provinsi BaBel, 2019
Kependudukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki jumlah penduduknya sebanyak 2.861.730 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 105 jiwa/ km². Suku Bangsa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Melayu, Tionghoa, Jawa, Bugis, Madura, Batak, Minangkabau, dll. Mayoritas Penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memeluk Agama Islam (sekitar 88,72%) dan sisanya adalah pemeluk agama Buddha (4,49%), agama Kong Hu Cu (3,30%), agama Katholik (1,31), agama Kristen (2,06%), dan agama Hindu (0,01%). Berikut merupakan tabel jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung:
Tabel 2. jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Bangka Belitung Tahun 2017
No | Provinsi/Kabupaten/Kota | Jumlah Penduduk (Jiwa) | Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) |
1 | Kepulauan Bangka Belitung | 1430865 | 87 |
2 | Bangka | 324305 | 110 |
3 | Belitung | 182418 | 80 |
4 | Bangka Barat | 204778 | 73 |
5 | Bangka Tengah | 188603 | 2.129 |
6 | Bangka Selatan | 201782 | 1.343 |
7 | Belitung Timur | 124587 | 50 |
8 | Pangkalpinang | 204392 | 1.720 |
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung | 2861730 | 105 |
Sumber: BPS Provinsi BaBel, 2019
Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2018 sebesar 0,24%. Rata-rata jumlah penduduk miskin Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama 5 tahun terakhir besarnya sama yaitu 0,24%. Tetapi pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,02% dari tahun sebelumnya yang presentasenya hanya sebesar 0,22%. Berikut merupakan data presentase penduduk miskin Provinsi Kepulauan Bangka Belitung:
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017
No | Wilayah Babel | Persentase Penduduk Miskin Menurut Kab/Kota (%) | ||||
2014 | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | ||
1 | Kepulauan Bangka Belitung | 0,23 | 0,24 | 0,22 | 0,22 | 0,23 |
2 | Bangka | 0,22 | 0,25 | 0,24 | 0,22 | 0,24 |
3 | Belitung | 0,32 | 0,36 | 0,35 | 0,35 | 0,33 |
4 | Bangka Barat | 0,14 | 0,13 | 0,13 | 0,15 | 0,13 |
5 | Bangka Tengah | 0,23 | 0,25 | 0,25 | 0,25 | 0,26 |
6 | Bangka Selatan | 0,19 | 0,18 | 0,17 | 0,19 | 0,17 |
7 | Belitung Timur | 0,30 | 0,31 | 0,32 | 0,31 | 0,30 |
8 | Kota Pangkalpinang | 0,17 | 0,23 | 0,21 | 0,22 | 0,23 |
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung | 0,22 | 0,24 | 0,24 | 0,24 | 0,24 |
Sumber: BPS Provinsi BaBel, 2019
Backlog dan Rumah Tidak Layak Huni
Tabel 4. Backlog Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Provinsi | Rumah Tangga | Kepala Keluarga | Penghuni (Jiwa) | Backlog (KK) |
Kepulauan Bangka Belitung | 3464 | 8014 | 21215 | 3657 |
Sumber: ertlh.perumahan.go.id, diakses tanggal 2 Juli 2019
Masalah backlog masih menjadi masalah utama dari penyediaan perumahan di Indonesia terutama di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Angka backlog dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, diantanya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, swasta tidak mau berinvestasi untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi, dll. Dari tabel diatas, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki jumlah backlog yang cukup tinggi yaitu sebesar 3.657 KK pada tahun 2019. Sedangkan untuk data Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5. Data RTLH Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
No | Provinsi/Kabupaten/Kota | Jumlah Kecamatan | Jumlah Desa/Kelurahan | Jumlah Rumah Tangga |
1 | Bangka | 8 | 63 | 1483 |
2 | Belitung | 3 | 3 | 7 |
3 | Bangka Barat | 1 | 2 | 17 |
4 | Bangka Tengah | 2 | 3 | 6 |
5 | Bangka Selatan | 6 | 22 | 132 |
6 | Belitung Timur | 5 | 16 | 577 |
7 | Pangkalpinang | 4 | 5 | 65 |
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung | 29 | 114 | 2287 |
Sumber: ertlh.perumahan.go.id, diakses tanggal 2 Juli 2019
Pada masa mendatang jumlah backlog (ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan KK akibat terbentuknya keluarga-keluarga baru. Oleh karena itu, perlu kebijakan holistik dan komprehensif untuk mengurangi ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah di Provnsi Kepulauan Bangka Belitung yang cenderung semakin tinggi. Hal ini terutama pemenuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatra dan Malaka.
Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung kayu dengan material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman.
Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang ditanam dalam tanah.
Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung mengenal falsafah 9 tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah tiang, dengan tiang utama berada di tengah dan didirikan pertama kali. Atap ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat dari pelepah/kulit kayu atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang biasanya karena ada penambahan bangunan di sisi bangunan yang ada sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena pengaruh dari Palembang. Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini terpancung. Selain pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula pengaruh arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada umumnya didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang dari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk lengkung.
Perumahan dan Lingkungan
Manusia dalam interaksinya tidak lepas dari lingkungan mereka berada, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Salah satunya kebutuhan akan pemenuhan perumahan. Sebagai salah satu kebutuhan dasar dalam kebutuhan manusia, rumah tidak hanya sebagai tempat berlindung, tetapi fungsinya sebagai tempat tinggal lebih menonjol. Oleh karena itu aspek kesehatan dan kenyamanan bahkan estetika bagi masyarakat tertentu sangat menentukan dalam pemilikan rumah tinggal dan ini terkait dengan tingkat kesejahteraan penghuninya.
Secara umum, kualitas rumah tinggal ditentukan oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan, yang secara nyata mencerminkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Selain kualitas rumah tinggal, fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga mencerminkan tingkat kesejahteraan. Keadaan dan kualitas serta fasilitas lingkungan perumahan memberikan sumbangan dalam kenyamanan hidup sehari-hari. Berbagai fasilitas yang mencerminkan kesejahteraan tersebut diantaranya dapat terlihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, dan fasilitas tempat buang air besar.
Kepemilikan rumah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan perumahan dan pemukiman. Pemerintah selama ini telah berupaya untuk mengembangkan suatu kebijakan penyediaan rumah sederhana dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, terutama untuk masyarakat golongan pendapatan rendah yang kemampuan daya belinya juga sangat rendah.
Tabel 6. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Penguasaan Tempat Tinggal dan Daerah Tempat Tinggal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017
No | Status | Daerah Tempat Tinggal | ||
Perkotaan | Perdesaan | Perkotaan + Perdesaan | ||
1 | Milik Sendiri | 76,31 | 91,9 | 83,75 |
2 | Kontrak/Sewa | 11,52 | 1,52 | 6,75 |
3 | Bebas Sewa | 10,45 | 4,08 | 7,41 |
4 | Dinas | 1,72 | 2,05 | 1,88 |
5 | Lainnya | 0 | 0,45 | 0,21 |
Total | 100 | 100 | 100 |
Sumber: Susenas, 2019
Perbedaan pendapatan masyarakat menyebabkan ada rumah tangga yang sudah memiliki sendiri rumah yang ditempatinya, menempati rumah tanpa mengeluarkan uang, masih menyewa atau mengontrak rumah, atau yang lainnya. Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum sebagian besar penduduk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah memiliki rumah sendiri (lebih dari 80 persen pada tahun 2017).
Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, terdapat perbedaan pola kepemilikan rumah di perkotaan dan perdesaan. Persentase rumah tangga yang menempati rumah bukan milik sendiri di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di daerah perdesaaan. Hal ini berkaitan dengan daya tarik perkotaan, yaitu banyak penduduk yang pindah untuk bekerja di daerah perkotaan serta harga rumah yang jauh lebih mahal dari daerah perdesaan, sehingga mereka lebih memilih menempati rumah sewa/kontrak karena belum mampu membeli atau membangun rumah sendiri.
Kualitas rumah tinggal yang baik akan membuat penghuninya merasa aman, terlindung dan terjamin kesehatannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenyamanan adalah rumah yang luas disertai kualitas atap, dinding serta lantai yang layak. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satu kriteria rumah sehat adalah rumah tinggal yang memiliki luas lantai per kapita minimal 10 m2. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, rumah tangga dengan luas lantai per kapita kurang dari 10 m2 lebih banyak dijumpai di daerah perkotaan daripada daerah perdesaan. Hal ini terkait dengan semakin padatnya daerah perkotaan dibanding perdesaan.
Selain luas lantai per kapita indikator lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas rumah juga dapat dilihat dari jenis lantai. Rumah yang sehat memiliki jenis lantainya bukan tanah. Berdasarkan data Susenas 2017, hampir seluruh rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah bertempat tinggal di rumah yang berlantaikan bukan tanah, dan hanya ada 0,18 persen lagi rumah tangga yang masih tinggal di rumah yang berlantaikan tanah. Pada tahun 2017 persentase rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang tinggal di rumah dengan lantai bukan tanah ada sebesar 99,82 persen. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, persentase rumah tangga yang tinggal di rumah berlantaikan bukan tanah di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding daerah perdesaan.
Tabel 7. Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Indikator Kualitas Perumahan dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2017
No | Indikator Kualitas Perumahan | Daerah Tempat Tinggal | ||
Perkotaan | Perdesaan | Perkotaan + Perdesaan | ||
1 | Lantai Buka Tanah | 99,95 | 99,68 | 99,82 |
2 | Atap Buka Jerami/Ijuk/Daun/Rumbia/Lainnya | 99,7 | 98,9 | 99,32 |
3 | Dinding Terluas Tembok dan Kayu | 99,76 | 99,75 | 99,75 |
4 | Rata-rata luas lantai per kapita | 42,51 | 23,71 | 24,13 |
Sumber: BPS, 2018
Indikator lain yang digunakan untuk melihat kualitas rumah tinggal adalah penggunaan atap dan dinding. Atap yang layak adalah atap yang terbuat dari beton, genteng, sirap, seng dan asbes. Dari hasil Susenas 2017, rumah tinggal dengan atap yang layak hampir mencapai 100 persen yakni sebesar 99,32 persen, meningkat dari tahun 2016 yang sebesar 98,90 persen. Sama halnya dengan lantai, persentase rumah tangga dengan atap layak pun lebih banyak ditemukan di perkotaan dibanding perdesaan.
Aspek perumahan yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan penerangan. Dengan penerangan yang cukup, manusia bisa hidup sehat, nyaman dan beraktivitas. Penerangan yang dianggap paling baik adalah yang bersumber dari listrik. Listrik yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah listrik yang dikelola oleh perusahaan milik negara, yaitu PLN dan yang bersumber bukan dari PLN.
Fasilitas pokok yang penting lainnya agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya air bersih. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah.
Tabel 8. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Daerah Tempat Tinggal, 2017
No | Sumber Air Minum | Daerah Tempat Tinggal | ||
Perkotaan | Perdesaan | Perkotaan + Perdesaan | ||
1 | Air Kemasan Bermerk/Air Isi Ulang | 70,93 | 43,73 | 57,96 |
2 | Leding Meteran/Eceran | 1,06 | 1,03 | 1,04 |
3 | Pompa/Sumur Bor | 9,02 | 8,06 | 8,56 |
4 | Sumur Terlindungi | 14,90 | 30,86 | 22,51 |
5 | Sumur Tak Terlindungi | 3,40 | 13,84 | 8,38 |
6 | Mata Air Terlindungi | 0,31 | 0,70 | 0,50 |
7 | Mata Air Tak Terlindungi | 0,07 | 0,48 | 0,27 |
8 | Lainnya | 0,29 | 1,29 | 0,77 |
Total | 100 | 100 | 100 |
Sumber: BPS, 2018
Pada tahun 2017, sebagian besar rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah menggunakan air minum layak. Namun demikian masih ada sekitar sepuluh persen rumah tangga yang belum menggunakan air minum layak untuk kebutuhan hariannya. Jika dilihat menurut jenis sumber air minumnya, rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung paling banyak menggunakan air kemasan bermerk/air isi ulang untuk memenuhi kebutuhan minumnya sehari-hari, yakni sebesar 57,96%. Selain itu sumber air minum yang juga banyak digunakan oleh rumah tangga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sumur terlindung yakni sebesar 22,51%.
Syarat rumah sehat lainnya adalah memiliki fasilitas pembuangan air besar. Pada tahun 2017 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air besar sendiri sebesar 85,79%. Apabila dibandingkan, lebih tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri di daerah perkotaan dibanding daerah perdesaan. Persentase rumah tangga yang sudah memiliki jamban sendiri di perkotaan sudah lebih dari 90 persen, sementara di perdesaan masih di bawah 80 persen. Berikut merupakan persentase rumah tangga menurut fasilitas buang air besar:
Tabel 9. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Buang Air Besar dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2017
No | Fasilitas Buang Air Besar | Daerah Tempat Tinggal | ||
Perkotaan | Perdesaan | Perkotaan + Perdesaan | ||
1 | Sendiri | 91,26 | 78,26 | 85,79 |
2 | Bersama | 4,53 | 2,12 | 2,87 |
3 | MCK Komunal, Umum | 0,78 | 1,74 | 1,23 |
4 | Tidak Ada | 3,44 | 17,88 | 10,11 |
Sumber: BPS, 2018
Sumber:
dataerlth.perumahan.pu.go.id diakses pada 2 Juli 2019, pukul 13.30 WIB
Babel.bps.go.id
Badan Pusat Statistik (2019). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2017. Babel