Provinsi Banten merupakan salah satu Provinsi yang terletak di Pulau Jawa, tepatnya di bagian paling barat Pulau Jawa. Ibukota Provinsi Banten adalah Kota Serang. Provinsi Banten merupakan wilayah pemekaran dari Provinsi Jawa Barat pada tanggal 17 Oktober 2000 berdasarkan dasar hukum UU No. 23 Tahun 2000. Secara geografis, Provinsi Banten terletak di antara 5°7’50” – 7°1’11” LS dan 105°1’11” – 106°7’12” BT. Adapun batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

  • Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa
  • Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Sunda
  • Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Samudera Indonesia
  • Sebelah Timurnya : Berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta

Letak Provinsi Banten yang berdekatan dengan Pulau Sumatera menjadikan Provinsi Banten sebagai pintu gerbang dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa ataupun dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak yang terletak di Kota Cilegon Kabupaten Serang. Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang merupakan Pintu Masuk Utama barang dan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia ini terletak di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 km2. Berikut merupakan luas wilayah Provinsi Banten menurut kabupaten/kota:
 

 

Tabel. Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Kabupaten/Kota Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota
Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)
Kab Pandeglang 2.746,89 1,20
Kab Lebak 142,79 1,49
Kab Tangerang 1.011,86 0,45
Kab Serang 72,27 0,77
Kota Tangerang 153,93 0,08
Kota Cilegon 7,33 0,10
Kota Serang 266,71 0,14
Kota Tangerang Selatan 6,14 0,08
Provinsi Banten 9.662,92 100,00

Sumber: BPS Prov Banten, 2018

 

Kependudukan

Jumlah Penduduknya sebanyak 10.016.587 jiwa. Suku asli Provinsi Banten adalah Suku Sunda dan Suku Baduy.

Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2017

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk 2017
Laki-Laki Perempuan Total
Kab Pandeglang 615297 589906 1205203
Kab Lebak 659796 628307 1288103
Kab Tangerang 1833470 1751300 3584770
Kab Serang 757089 736502 1493591
Kota Tangerang 1091787 1048104 2139891
Kota Cilegon 217000 208103 425103
Kota Serang 341597 325003 666600
Kota Tangerang Selatan 828392 816507 1644899
Provinsi Banten 6344428 6103732 12448160

Sumber: BPS Prov Banten, 2018

 

Kemiskinan

Kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi disetiap wilayah dan menjadi hal yang sangat sulit untuk dientaskan. Provinsi Banten salah satu nya yang memiliki presentase penduduk miskin cukup rendah. Pada tahun 2017 presentase penduduk miskin di Provinsi Banten sebesar 0,24%. Besaran penduduk miskin di Provinsi Banten ini bergerak secara fluktuatif. Dan setiap tahunnya mengalami penuruna dan kenaikan jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2014 presentase penduduk miskin Provinsi Banten mengalami penurunan sebesar 0,03%. Sedangkan pada tahun berikutnya (2015) presentase penduduk miskin Provinsi Banten mengalami kenaikan kembali sebesar 0,03% sehingga besarnya penduduk miskin tahun 2013 dan 2015 besarnya sama yaitu sebesar 0,27%. Berikut merupakan presentase penduduk miskin Provinsi Banten tahun 2013-2017:

Tabel 3. Presentase Penduduk Miskin Provinsi Banten Tahun 2013-2017

Kabupaten/Kota Presentase Penduduk Miskin (%)
2013 2014 2015 2016 2017
Kab Pandeglang 0,43 0,41 0,45 0,42 0,43
Kab Lebak 0,41 0,39 0,44 0,38 0,38
Kab Tangerang 0,26 0,23 0,26 0,23 0,24
Kab Serang 0,21 0,23 0,21 0,21 0,21
Kota Tangerang 0,23 0,23 0,21 0,23 0,23
Kota Cilegon 0,19 0,18 0,17 0,16 0,16
Kota Serang 0,27 0,26 0,27 0,25 0,25
Kota Tangerang Selatan 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
Provinsi Banten 0,27 0,24 0,27 0,24 0,24

Sumber: BPS Prov Banten, 2018

 

Backlog dan Rumah Tidak Layak Huni

Tabel 4. Backlog Provinsi Banten Tahun 2019*

Provinsi Rumah Tangga Kepala Keluarga Penghuni (Jiwa) Backlog (KK)
Banten 5.995 15.397 39.988 6.355

*Data Sementara

Sumber: dataertlh.perumahan.go.id, diakses 17 Juli 2019

Masalah backlog masih menjadi masalah utama dari penyediaan perumahan di Indonesia terutama di Provinsi Banten. Angka backlog dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, diantanya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, swaswa tidak mau berinvestasi untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi, dll. Dari tabel diatas, Provinsi Banten memiliki jumlah backlog yang cukup tinggi yaitu sebesar 6.355 KK pada tahun 2019. Sedangkan untuk data Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Provinsi Banten dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5. Data Rumah Tidak Layak Huni Provinsi Banten Tahun 2019*

Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan Jumlah Rumah Tangga
Kab Pandeglang 6 19 2113
Kab Lebak 28 345 46071
Kab Serang 29 298 11758
Kota Cilegon 1 1 1
Kota Serang 4 6 266
Provinsi Banten 68 669 60209

*Data Sementara

Sumber: dataertlh.perumahan.go.id, diakses 17 Juli 2019

Pada masa mendatang jumlah backlog (ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah) di Provinsi Banten ini akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan KK akibat terbentuknya keluarga-keluarga baru. Oleh karena itu, perlu kebijakan holistik dan komprehensif untuk mengurangi ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah di Provnsi Banten yang cenderung semakin tinggi. Hal ini terutama pemenuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Perumahan dan Lingkungan

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, setelah pangan dan sandang. Sedangkan perumahan  merupakan kumpulan  rumah  sebagai  bagian  dari  permukiman,  baik  perkotaan maupun  perdesaan  yang  dilengkapi  dengan prasarana, sarana, dan fasilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Rumah yang layak huni adalah rumah sehat, dalam hal ini harus memenuhi standar  kesehatan,  agar  penghuni  rumah  dapat  terjamin  kesehatannya.

Kualitas  rumah  tinggal  yang  baik  atau  layak  huni,  pasti  akan  membuat  penghuninya  merasa  aman,  terlindung  dan  terjamin  kesehatannya.  Ada  beberapa  indikator  yang dapat menunjukkan kualita srumah  tinggal layak huni,yaitu jenis lantai  rumah bukan  dari tanah, atap dari beton/genteng/sirap/seng/asbes dan dinding tembok atau kayu.

Pada tahun 2017 presentase rumah tangga di Banten yang berlantaikan bukan tanah mengalami peningkatan sebesar 0,56%. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal rumah dengan lantai bukan tanah di daerah pedesaan masih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Tabel 6. Persentase Rumah Tangga berdasarkan Kualitas Rumah Tinggal menurut Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2016-2017

Indikator Kualitas Rumah Perkotaan Perdesaan Total
2016 2017 2016 2017 2016 2017
Lantai bukan tanah (%) 97,80 98,34 93,30 93,67 96,42 96,98
Atap beton, genteng, seng, sirap, bambu, dan asbes (%) 99,70 99,84 96,76 95,97 98,80 98,71
Dinding terluas tembok dan kayu (%) 96,02 96,49 72,31 72,37 88,76 89,43
Rata-rata luas lantai per kapita (%) 76,75 78,13 77,69 78,91 77,03 78,36

Sumber: Indikator Kesejahteraan Provinsi Banten 2018

Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat kualitas rumah tinggal adalah penggunaan atap dan dinding terluas.  Dilihat dari tabel diatas rumah tempat tinggal di Banten dengan atap beton, genteng, seng, sirap, bambu, dan asbes megalami penurunan pada tahun 2017 menjadi 98,71%. Sedangkan menurut daerah tepat tinggal di Banten pada tahun 2017 untuk wilayah perkotaan mengalami peningkatan menjadi 99,845 sedangkan diperdesaan mengalami penurunan menjadi 95,97%.

Untuk indikator dinding terlus, di Bnaten pada tahu 2017 tercatat rumah dengan dinding tembok dan kayu sebesar 89,43% meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 88,76%. Sedangkan untuk infikator lantai terluas, pada tahun 2017 rata-rata luas lantai di Banten meningkan sebesar 1,33% dari tahun 2016 menjadi 78,36%. Menurut daerah tempat tinggal, pada tahun 2017 rata-rata luas lantai per kapita di perdesaan lebih besar dari pada daerah perkotaan yang hanya sebesar 78,13%.

Selain indikator kualitas rumah tinggal, indikator fasilitas rumah tinggal juga menjadi salah satu penentu profil perumahan dan kawasan permukiman. Salah satu nya adalah kebutuhan air yang memadai. Penggunaan air minum di Provinsi Banten beragam, tergantung ketersediaan di setiap daerahnya. Pada tahun 2017, rumah tangga di perkotaan mengonsumsi air kemasan, air isi ulang dan ledeng mencapai 66,85% sementara di perdesaan hanya sebesar 24,65%.

Tabel. Presentase Rumah Tangga menurut beberapa fasilitas perumahan

Indikator Fasilitas Rumah Perkotaan Perdesaan Total
2016 2017 2016 2017 2016 2017
Air Kemasan, Air isi ulang & ledeng 62,86 66,85 25,76 24,65 51,52 54,50
Air minum bersih 79,14 79,93 45,27 45,57 68,78 69,87
Jamban 87,57 89,36 58,34 60,63 78,63 80,95
Sanitasi Layak 86,24 84,48 44,30 40,75 73,42 71,68
Sumber penerangan listrik 99,89 99,97 99,36 99,91 99,73 99,95

Sumber: Indikator Kesejahteraan Provinsi Banten 2018

Fasilitas perumahan lainnya adalah penyediaan jamban. Penyediaan sarana jamban ini erat kaitannya dengan sanitasi. Sanitasi layak wajib diperlukan agar terhindar dari berbagau penyakit, karena dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air. Untuk itu pembuangan kototan manusia harus dikelola dengan baik sesuai dengan ketentuan jamban sehat.

Pada tahun 2017, rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri sudah mencapai 80,95% atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar 78,63%. Sedangkan untuk rumah tangga yang sudah menggunakan sistem sanitasi layak yaitu sebesar 71,68%.

Sumber penerangan merupakan fasilitas perumahan yang penting dan mempengaruhi kualitas rumah layak huni. Sumber penerangan yang ideal adalah yang berasal dari listrik PLN karena cahaya yang dihasilkan lebih terang. Rumah tangga di Provinsi Banten pada tahun 2017 yang telah menikmati fasilitas penerangan listrik sebesar 99,95%. Untuk wilayah perkotaam sebesar 99,97% pada tahun 2017 sedangkan untuk wilayah perdesaan sebesar 99,91%.

 

Sumber:

Banten.bps.go.id

dataerlth.perumahan.pu.go.id diakses pada 17 Juli 2019, pukul 11.30 WIB

Badan Pusat Statistik (2019). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2018. Banten