Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat. Salah satu upaya untuk memenuhi akses pemenuhan di sektor perumahan bagi masyarakat yaitu melalui pembiayaan perumahan. Keberadaan pembiayaan perumahan sangat diperlukan guna menyediakan layanan pembiayaan yang terjangkau dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pengertian pembiayaan perumahan dapat dilihat dari masing-masing suku kata yakni pembiayaan dan perumahan. Pembiayaan (financing) adalah jumlah modal atau jumlah uang yang diberikan kepada sebuah organisasi dengan harapan untuk dibayar kembali dengan persentase tertentu dari bunga. Hal ini biasanya disediakan oleh lembaga keuangan seperti bank atau investor seperti kapitalis ventura, pebisnis, pemegang saham, dll. Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Oleh karena itu, pembiayaan perumahan dapat didefinisikan sebagai upaya-upaya seorang pihak atau lembaga dalam rangka menyediakan sejumlah modal untuk pemenuhan berbagai pengeluaran terkait perumahan.

Salah satu alasan utama pentingnya pembiayaan perumahan adalah bahwa aset yang dibiayai, yaitu rumah, merupakan bagian terbesar dari kekayaan dan merupakan sebuah modal tetap. Perumahan juga merupakan sebuah representasi dari proporsi konsumsi terbesar dari mayoritas rumah tangga, yaitu sekitar 25-35%. Kemampuan untuk mengefisienkan pembiayaan di sektor perumahan menjadi sangat penting dalam sistem perekonomian karena mempunyai dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pembiayaan perumahan dapat membantu sebuah rumah tangga dalam meratakan beban pengeluarannya sesuai dengan tingkat pendapatannya. Selain itu, akses yang semakin luas pada pembiayaan perumahan dapat pula berdampak positif terhadap pengembangan perkotaan. Renaud’s (1990) menjelaskan bahwa kota terbangun dari bagaimana cara membiayainya.

Tetapi, praktik pembiayaan perumahan di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Menurut Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (2019), setidaknya ada sekitar 11 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah atau menghuni rumah yang tak layak huni. Tingginya angka ini mengindikasikan masih belum terjangkaunya pembiayaan perumahan formal, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satu persoalannya adalah ketersediaan skim pembiayaan perumahan yang umumnya hanya melayani kelompok masyarakat yang bekerja di sektor formal. Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor informal. Selain tidak memenuhi syarat, pendapatan bulanannya pun relatif rendah bila dibandingkan dengan keharusan pembayaran angsuran kredit/pembiayaan perumahan.

Di banyak negara, lembaga jasa keuangan membatasi eksposur kredit kepada pengembang karena adanya risiko kredit yang cukup besar akibat dari terbatasnya modal pengembang, kurangnya pengalaman dan pengetahuan pengembang dalam membangun perumahan, atau rendahnya pengalaman dan pengetahuan dalam aspek pengelolaan proyek. Padahal, pasar pembiayaan perumahan diperlukan dalam mempromosikan pasar obligasi jangka panjang dan sebagai sumber inovasi untuk mengembangkan teknis pembiayaan di sektor yang lain. Oleh karena itu, terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan sehingga dapat mendukung berkembangnya pembiayaan perumahan, yaitu:

  • Faktor-Faktor Makro Ekonomi

Kombinasi antara dampak dari suku bunga pasar yang rendah, likuiditas bank yang baik, dan membaiknya kondisi regulasi bagi pemberi pinjaman dapat menjadi titik awal yang efektif bagi berkembangnya pasar pembiayaan perumahan. Stabilitas dan kondusifnya situasi makro ekonomi adalah prasyarat bagi pengembangan pembiayaan perumahan yang berkelanjutan, meskipun membaiknya kondisi terkait lainnya juga tetap diperlukan.

  • Liberalisasi Pembiayaan

Arsitektur pembiayaan periode pasca perang dunia kedua adalah pengendalian pembiayaan, batas atas suku bunga, dan kompetisi terbatas. Namun paradigma ini berubah dan digantikan menjadi paradigma yang lebih kompetitif dan sistem pembiayaan dunia yang terintegrasi.

  • Kemajuan Teknologi

Inovasi di bidang teknologi informasi telah mampu menurunkan biaya intermediasi, khususnya intermediasi pembiayaan di sektor perumahan. Hal ini merupakan penghematan biaya yang sangat signifikan karena kegiatan penerbitan KPR dan kegiatan penjaminan dilakukan dengan cara otomatis.