Millenials atau kadang juga disebut dengan generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000an. Jika dibandingkan generasi sebelumnya, milenial memiliki karakter unik berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Salah satu ciri utama generasi milenial ditandai oleh peningkatan penggunaan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Karena sudah dibesarkan oleh kemajuan teknologi, generasi milenial memiliki ciri-ciri kreatif, informatif, serta mempunyai passion dan lebih produktif.

Saat ini narasi tentang millenials akan kesulitan dalam memiliki hunian atau rumah pribadi sering terdengar. Millenials dianggap masih belum melihat pentingnya berinvestasi khususnya disektor properti. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi millenials dalam memiliki rumah saat ini, salah satunya yaitu pengeluaran konsumsi millenials yang dinilai cukup tinggi. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid mengatakan “Generasi milenial Indonesia saat ini dihadapkan dengan persoalan sulitnya memiliki rumah. Hal ini terjadi antara lain disebabkan karena pengeluaran konsumsi milenial tinggi, kenaikan upah [rendah] sampai suku bunga. Mereka konsumtif bukan untuk membeli rumah [bukan untuk investasi],” Banyaknya tempat makan atau café yang bermunculan, serta kebiasaan milenial “nongkrong” di tempat – tempat tersebut merupakan salah satu penyebab besarnya pengeluaran konsumsi.

Berdasarkan data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Bank Indonesia, dalam satu dekade, kenaikan harga hunian mencapai 39,7%. Sedangkan, kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) di seluruh Indonesia per tahun dengan memperhatikan perkembangan tingkat inflasi masih belum sebanding. Rendahnya kepemilikan rumah millenial khususnya di kota-kota besar, disebabkan harga hunian yang mahal. Kenaikan harga rumah dan kenaikan penghasilan tidak berbanding lurus. Sebab, jika dihitung secara ideal, maka harga rumah yang dibeli maksimal tiga kali dari penghasilan tahunan. Lebih lanjut, permasalahan suku bunga pembelian rumah di Indonesia masih belum sesuai dengan karakteristik anak muda. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menyiapkan rumah murah untuk para generasi millenial dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas dan transportasi yang memadai karena rumah yang lokasinya jauh dari pusat perkotaan.

Rendahnya kepemilikan rumah pada usia muda juga dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Saat ini banyak sekali generasi masa kini yang memiliki pekerjaan sendiri atau usaha sendiri (pekerja informal). Millenial yang bekerja informal tidak ada slip gaji (penghasilan tetap dan tidak tercatat dengan baik) dan pihak perbankan merasa kesulitan untuk menerima pengajuan KPR karena kurangnya pemenuhan syarat administrasi. Maka dari itu, pemerintah serta perbankan dapat bekerjasama untuk mempermudah pembiayaan perumahan bagi generasi millenial. Salah satu program yang sudah dilaksanakan untuk mempermudah pembiayaan perumahan bagi para pekerja informal yaitu Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Rumah pribadi bagi millenial bukan hal yang mustahil. Millenial perlu mengembangkan mindset bahwa rumah adalah kebutuhan primer. Maka dari itu, mereka harus menyisihkan penghasilan demi tabungan masa depan untuk membeli rumah sesuai dengan keinginan. Perlu diperhatikan juga bahwa rumah tidak hanya bentuk tapak, tetapi juga bisa bentuk susun atau vertikal seperti apartemen. Jadi tantangan milineal untuk memiliki rumah, sangat ditentukan oleh cara pandang mereka dalam melihat rumah sebagai bentuk investasi jangka panjang.

Referensi:

https://tirto.id/penyebab-generasi-milenial-indonesia-susah-punya-rumah-ecGG

https://perkim.id/perumahan/pembiayaan-perumahan-bagi-pekerja-informal/

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200121/47/1192483/ini-pertimbangan-milenial-ketika-membeli-hunian