Perkim.id kembali menyelenggarakan Webinar Perkim seri ke-34 dengan mengangkat topik “Perkim Tangguh Bencana di Daerah Rawan Rob”. Webinar dilaksanakan pada hari kamis,23 Februari 2023 pukul 14:00 – 15:30 WIB melalui zoom meeting. Terdapat dua narasumber yang menjadi pemateri webinar seri ke-34 ini, yaitu Bapak Ahmad Nur Azizul Miftah, ST, MM sebagai Bappelitbangda Kabupaten Demak dan Ibu Dr. Dyah Rahmawati Hizbaron, M.T., M.Sc. selaku Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Bapak Ahmad Nur Azizul Miftah selaku Bappelitbangda Kabupaten Demak menjelaskan upaya permukiman tangguh bencana di daerah rawan rob Kabupaten Demak. Beliau memaparkan dukungan regulasi yang sudah dikeluarkan guna penanganan pesisir, kajian pengurangan resiko bencana kawasan rob khususnya di Kecamatan Sayung sebagai kecamatan yang terdampak paling besar akibat banjir rob, rencana aksi permukiman bencana banjir dan rob. Beliau kemudian menyampaikan kendala dalam pemberian pelayanan perumahan seperti terbatasnya lahan sebagai tempat hunian baru. Hal tersebut dikarenakan lahan-lahan yang ada saat ini sudah banyak yang terdampak banjir dan rob. Selain itu, beliau juga menggaris bawahi tidak adanya regulasi yang mengatur penanganan rumah terdampak rob. Penyebabnya karena rob tidak tergolong kategori bencana nasional sehingga menyulitkan dalam hal payung hukum. Hal lainnya berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi warga terdampak rob, dimana masyarakat enggan jika direlokasi jauh dari tempat tinggal asal, dengan alasan mata pencaharian mereka.

Beberapa strategi dapat dilakukan untuk mewujudkan permukiman tangguh di daerah rawan rob diantaranya yaitu menjadikan isu rob sebagai program uggulan, kolaborasi pentahelix (akademisi, swasta, media, pemerintah), fasilitasi kepada masyarakat, dan menciptakan regulasi untuk penyediaan rumah terdampak rob. Kemudian peluang dari penanganan masalah adalah menggunakan lahan tidur, penyediaan rusun, dan penyediaan lahan mandiri masyarakat/komunitas. Harapan pemerintah Kabupaten Demak terhadap penanganan wilayah terdampak rob adalah: 1) rumah layak huni bagi korban bencana, 2) peningkatan ekonomi, 3) kesejahteraan sosial.

Paparan materi kedua disampaikan oleh Ibu Dyah Rahmawati Hizbaron atau yang biasa disapa Bu Emma selaku Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Dalam paparan materinya, Ibu Emma menjelaskan bagaimana tangguh bencana di kawasan banjir rob. Beberapa poin penting yang disampaikan adalah penyebab intensifnya banjir rob seperti pemanasan global, hutan pantai yang semakin menipis, kondisi DAS karena banyaknya sampah yang ada di hulu menyebabkan kapasitas sungai menjadi sempit, dan pemanfatan air tanah yang berlebihan.

Ibu Emma juga menyampaikan saintific konsep yang dibangun untuk mengendalikan terjadinya banjir dan rob. Contohnya water front cities yang terdapat di Semarang dan Jakarta. Selanjutnya konsep Delta Cities dan konsep yang lebih teknis seperti polder, pumping dan tidal gate cities. Konsep-konsep tersebut pada akhirnya merujuk pada satu konsep besar yaitu ketangguhan kota. Kemudian terdapat 5 (lima) skenario strategi yang dipaparkan oleh Ibu Emma, yaitu : 1) Business as usual yaitu tidak melakukan apapun sehingga di dalam rumah tergenang air pada waktu-waktu tertentu, pintu rumah semakin pendek, bahkan warga terbiasa tinggal di dalam rumah dengan kondisi air yang menggenang. 2) Building preparedness yaitu membuat kesiapsiagaan bangunan dengan memperkirakan penurunan tanah pada bangunan. 3) Building material and infrastructure is a “bundle of joy” to be revitalize yaitu gabungan infrastruktur bangunan dengan infrastruktur pendukung di sekitarnya perlu dilakukan revitalisasi. 4) Urban Structural Mitigation yaitu pembangunan kolam retensi sebagai eskalasi untuk mencegah air datang masuk ke rumah penduduk, tapi langsung masuk ke kolam retensi dengan menggunakan bantuan water pumping. 5) Relocation yaitu ketika kondisi sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan mitigasi kawasan banjir, maka mau tidak mau dilakukan relokasi bagi penduduk dengan menyiapkan lahan baru.

Webinar kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Dalam sesi ini, Bapak Ahmad Nur Azizul Miftah dan Ibu Dyah Rahmawati Hizbaron menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan peserta sebagai berikut.

Ke depan, rob bisa terjadi di semua tepian pantai, karena peningkatan air laut yg terus menerus, kira-kira untuk hunian aman, sempadan pantai berapa baiknya?

Menurut Bapak Ahmad Nur Azizul Miftah, wilayah yang aman untuk abrasi/rob, berdasarkan UU No.1/2014 sebagai pengganti UU No.27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dipersyaratkan 100 m dari wilayah titik pasang surut tertinggi. Namun hal tersebut tidak bisa diterapkan di Kabupaten Demak mengingat batasan pasang surut tertinggi sudah sampai jalan pantura dan kawasan industri.

Pemda banyak yang membuat peta risiko bencana karena diwajibkan oleh pemerintah pusat namun kualitas masih kurang baik, apakah ada contoh baik yg bisa jadi referensi? butuh ahli apa aja utk menyusunnya? dan berapa lama waktu ideal untuk menyusunnya?

Menurut Ibu Emma, Kualitas pemetaan skala detail memang sangat bergantung pada ketersediaan data dasar (bisa data spasial dan data statistik). Penyusunannya membutuhkan verifikasi dari berbagai institusi seperti BIG dan BNPB (tapi biasanya ada pendampingan). Apabila kualitas SDM Pemda belum mencukupi, pendampingan dari akademisi lokal bisa dilakukan agar lebih berbasis pada science based policy.

Bagaimana penanganan budaya hidup sehat di daerah rob?

Menurut Ibu Emma, “level sehat” kita berbeda dengan mereka yang sudah tiap hari menghadapi lokasi yang menurun kualitas lingkungannya. Penguatan terhadap pengetahuan masyarakat sangat diperlukan agar masyarakat tidak “membiasakan diri” dengan kondisi yang sudah buruk.

Apakah sudah terdapat SOP khusus yang mengatur tentang penanganan rob?

Menurut Bapak Ahmad Nur Azizul Miftah, SOP secara khusus tidak ada, menyesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Kota Semarang sebagai contoh, lebih banyak normalisasi sungai dan pembangunan rumah pompa.

Dari sesi diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa permukiman tangguh bencana di daerah rawan rob memerlukan wilayah yang aman yaitu 100 m dari wilayah titik pasang surut tertinggi. Kemudian yang terpenting adalah penguatan terhadap pengetahuan masyarakat sangat diperlukan agar masyarakat tidak “membiasakan diri” dengan kondisi banjir rob yang sudah buruk. (MN/SA)