(Studi Kasus: Prediksi Kondisi Asia Tenggara)
Asia Tenggara memiliki diversitas wilayah, budaya dan sejarah dimana kota didalamnya dipahami mewakili bentuk pencapaian sosiokultural tertinggi dalam peradaban manusia.
Sosiokultural dan sistem politik Asia Tenggara mempengaruhi perilaku manusia, masyarakat dan permukiman di Asia Tenggara. Populasi Asia Tenggara yang menempati sekitar 8,8% populasi dunia dan sepertiga penduduk Asia Tenggara tinggal di Indonesia dengan aspek demografi berstruktur muda[1]. Hal ini menyebabkan kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia memiliki tingkat daya beli masyarakat tinggi dan sebagai pasar ekonomi serta peluang investasi yang strategis. Saat ini kawasan Asia Tenggara diprediksi oleh lembaga investor Negara Singapura, Tamsek Holdings and Bain & Company mencatat bahwa perekonomian Asia Tenggara hingga tahun 2025 dapat mencapai US$ 300 miliar. Prediksi serupa oleh laporan tahunan Google disebutkan bahwa perekonomian Asia Tenggara diprediksi akan tumbuh sebesar 39% atau setara dengan US$ 100 miliar[2].
Kondisi ekonomi, sosiokultural dan proses politik Asia Tenggara yang berkembang menjadi latar belakang proses urbanisasi di Negara Asia Tenggara. Proses urbanisasi Asia Tenggara khususnya di Indonesia akan menghadapi bonus demografi tahun 2030-2040[3] serta percepatan populasi masyarakat tinggal di perkotaan terbesar keempat setelah Republik Korea, Malaysia dan China[4] yang menjadi tantangan bagi kebijakan nasional maupun lokal untuk menciptakan urbanisasi yang berkelanjutan. Tantangan kebijakan urbanisasi berkelanjutan yaitu fenomena kemiskinan dan ketimpangan perkotaan yang termanifestasi secara spasial pada kawasan permukiman kumuh.
Urbanisasi perkotaan erat hubungannya dengan kawasan permukiman kumuh. Kawasan permukiman kumuh merupakan bentuk kegagalan kebijakan, pemerintahan yang buruk, korupsi, peraturan yang tidak tepat, pasar lahan yang tidak berfungsi, sistem pembiayaan yang tidak responsif dan kekurangan kemauan politik yang mendasar. Setiap kegagalan ini menambah beban pada masyarakat yang sudah terbebani kemiskinan serta menghambat potensi pembangunan manusia yang dapat ditawarkan oleh kehidupan kota[5].
Menanggapi permasalahan kawasan permukiman kumuh yang kompleks, menurut UN-Habitat terdapat lima pendekatan yang dapat diupayakan untuk perencanaan dan pembangunan permukiman kumuh. Adapun pendekatan tersebut yaitu kesadaran dan advokasi, komitmen politik jangka panjang, reformasi kebijakan dan penguatan kelembagaan, implementasi dan pemantauan yang tepat serta meningkatkan proyek lokal yang sukses[6]. Adanya program perbaikan kampung di Indonesia pada tahun 1960-an hingga 1980-an dianggap sebagai salah satu upaya perbaikan kawasan kumuh yang paling awal dan paling sukses di dunia. Program ini dilakukan melalui program perbaikan tidak hanya aspek fisik namun mendorong partisipasi masyarakat, membangun moral dan harga diri masyarakat serta mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dan kondisi kehidupan dengan memperbaiki perumahan dan lingkungan yang berkelanjutan.
Peran penting pemerintah untuk intervensi pasar lahan dan perumahan yaitu mampu memastikan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah memiliki akses terhadap kepemilikan lahan dan perumahan yang layak. Menjadi pekerjaan kita bersama bahwa di tahun 2030-2040 Indonesia mampu mendapatkan dampak positif bonus demografi dengan mengupayakan urbanisasi yang berkelanjutan untuk mencapai perkotaan sebagai hunian yang inklusif, aman, tangguh dan dikelola secara berkelanjutan (sustainable urbanization). (NGK)
REFERENSI
Afandi, T. (2017). Bonus Demografi 2030-2040: Strategi Indonesia Terkait Ketenagakerjaan dan Pendidikan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 1–2.
Asean. (2020). Facts & Key Figures 2020. https://euratex.eu/facts-and-key-figures/
Cities Alliance. (2001). Upgrading Urban Communities A Resource for Practitioners. The World Bank Group. http://web.mit.edu/urbanupgrading/
Dahiya, B. (2014). Southeast Asia and Sustainable Urbanization. JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION. https://www.globalasia.org/v9no3/feature/southeast-asia-and-sustainable-urbanization_bharat-dahiya
Google, Temasek, & Brain&Company. (2020). e-Conomy Sea 2020 At full Velocity: Resilient and Racing Ahead. Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–8. http://dx.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.2016.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.04.024%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.127252%0Ahttp://dx.doi.o
Ricklefs, M. (2003). The future of Indonesia. History Today, 53(12), 46.
[1] Asean. (2020). Facts & Key Figures 2020. https://euratex.eu/facts-and-key-figures/
[2] Google, Temasek, & Brain&Company. (2020). e-Conomy Sea 2020 At full Velocity: Resilient and Racing Ahead. Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–8. http://dx.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powtec.2016.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.04.024%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.127252%0Ahttp://dx.doi.o
[3] Afandi, T. (2017). Bonus Demografi 2030-2040: Strategi Indonesia Terkait Ketenagakerjaan dan Pendidikan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 1–2.
[4] Ricklefs, M. (2003). The future of Indonesia. History Today, 53(12), 46.
[5] Cities Alliance. (2001). Upgrading Urban Communities A Resource for Practitioners. The World Bank Group. http://web.mit.edu/urbanupgrading/
[6] Dahiya, B. (2014). Southeast Asia and Sustainable Urbanization. JOURNAL OF THE EAST ASIA FOUNDATION. https://www.globalasia.org/v9no3/feature/southeast-asia-and-sustainable-urbanization_bharat-dahiya