Era awal industrialisasi di Indonesia pada tahun 1980-an telah memicu penyerapan tenaga kerja ke sektor-sektor industri. Di Indonesia, jumlah buruh industri mengalami kenaikan secara bertahap dari angka sekitar 2,7 juta buruh pada tahun 1971 menjadi sekitar 8,2 juta buruh pada tahun 1990 (Hadiz, 1997). Kenaikan jumlah buruh industri itu seiring dengan berkembangnya kawasan-kawasan industri di Indonesia, terutama yang paling banyak berada di Pulau Jawa.
Kawasan industri yang menjadi tempat para buruh bekerja salah satunya berada di Tangerang (sebelum akhirnya dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang pada tahun 1993). Pada tahun 1992, sebelum pemekaran wilayah, Warouw (2004) mencatat ada sekitar 286.736 buruh di Tangerang pada tahun 1992. Spesifik di Kota Tangerang, jumlah buruh juga mengalami kenaikan secara bertahap mulai dari angka 190 ribuan hingga 209 ribuan antara tahun 1994-1996, meskipun sempat mengalami penurunan hingga mencapai angka 169 ribuan buruh pada tahun 1999 akibat krisis moneter.
Sementara di Kabupaten Tangerang, tren kenaikan jumlah buruh mulai terlihat pada tahun 2000 dengan angka sekitar 226 ribu buruh yang tersebar di 674 industri menengah dan besar, menyumbang porsi sebesar 8% dari total penduduk (BPS Kabupaten Tangerang, 2009). Seiring berjalannya waktu, porsi buruh dari total penduduk di Kabupaten Tangerang mencapai 29% pada tahun 2023, dengan jumlah sekitar 965 ribu buruh (BPS Kabupaten Tangerang, 2024). Data-data ini mengilustrasikan pertumbuhan populasi buruh di Kabupaten Tangerang yang dapat diasumsikan sejalan pula dengan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal bagi para buruh.
Sayangnya, seperti yang dicatat oleh Warouw (2004), buruh-buruh migran perantauan di Tangerang justru masih banyak yang tinggal di pemukiman kumuh atau slum. Kondisi pemukiman tidak sehat seperti itu tentu tidak adil bagi para buruh yang berkontribusi pada peningkatan ekonomi nasional di sektor industri. Baru pada tahun 2011, Kabupaten Tangerang mencetuskan Program Gerakan Bersama Rakyat Atasi Kawasan Padat Kumuh dan Miskin, disingkat Gebrak Pakumis. Program itu akan memberikan legalitas bermukim bagi masyarakat miskin melalui penyerahan sertifikat hak atas tanah sebanyak 100 bidang serta Peningkatan Kualitas Rumah (PKP) Cost Sharing APBN dan APBD sebanyak 500 unit.
Tidak hanya berhenti di situ, Pemerintah Kabupaten Tangerang kembali melaksanakan perbaikan 1000 unit rumah yang termasuk ke dalam kategori permukiman kumuh pada tahun 2012. Sementara bantuan perbaikan unit rumah akan terus diupayakan melalui program Kementerian Perumahan Rakyat dan kerjasama dengan USA AID’s Indonesia, Indonesia Urban Water and Sanitation Hygiene (IUWASH) untuk mensinergikan program air bersih dan sanitasi. Sampai pada tahun 2024, penataan kawasan kumuh masih berlangsung misalnya seperti yang dilakukan di wilayah Tanjung Kait, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang (BAPPEDA Kabupaten Tangerang, 2024). Hanya dengan begitu, penyediaan hunian layak bagi para buruh dapat terwujud karena merekalah penggerak ekonomi nasional di Kabupaten Tangerang yang didominasi oleh sektor industri. (MHH)
Referensi
BAPPEDA Kabupaten Tangerang. (2024, August 28). Detail. Detail Berita :: Web Terpadu Kabupaten Tangerang. https://bappeda.tangerangkab.go.id/detail-berita/kolaborasi-menyulap-kawasan-kumuh-di-tanjung-kait-jadi-kawasan-layak-huni
BPS Kabupaten Tangerang. (2009). Kabupaten Tangerang dalam Angka 2001. BPS Kabupaten Tangerang. https://tangerangkab.bps.go.id/id/publication/2009/01/01/4c69dc7039c32166a061e607/kab-tangerang-dalam-angka-2001.html
BPS Kabupaten Tangerang. (2024). Kabupaten Tangerang dalam Angka 2024 (Vol. 43). BPS Kabupaten Tangerang.
Hadiz, V. R. (1997). Workers and the State in New Order Indonesia. Routledge.
Warouw, J. N. (2004). Assuming Modernity: Migrant Industrial Workers in Tangerang, Indonesia [Disertasi]. Research School of Pacific and Asian Studies, The Australian National University.