Perempuan masuk dalam kelompok rentan. Hal ini dikarenakan seringnya perempuan mengalami banyak masalah baik kekerasan, ekonomi, konflik, kemiskinan, dan lain-lain. Sampai sekarang, isu-isu tersebut masih menjadi isu umum di berbagai negara. Stereotip peran perempuan pun masih dianggap sebagai masyarakat kelas dua, perempuan hanya dianggap bisa mengurus urusan rumah tangga saja. Pada kenyataannya, peran perempuan bisa jauh lebih luas dan dapat menjadi aktor strategis dalam pembangunan, baik dari lingkup terkecil yaitu keluarga sampai di tingkat nasional.
Di banyak negara, pembangunan infrastruktur masih didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut dikarenakan pandangan masyarakat yang menganggap bahwa pembangunan infrastruktur berhubungan erat dengan pekerjaan fisik yang membutuhkan tenaga lebih kuat, identik dengan laki-laki.
Dengan berkembangnya pendidikan tinggi di Indonesia, semakin banyak perempuan yang menggeluti pendidikan tinggi di bidang arsitektur, teknik sipil, atau jurusan lain yang berkaitan dengan pembangunan wilayah dan infrastruktur. Oleh karena itu, perempuan berpotensi menduduki posisi penting dan strategis, mulai dari perancangan, monitoring sampai dengan evaluasi.
Bentuk keterlibatan perempuan dalam pembangunan infrastruktur tidak harus dengan terlibat langsung didalamnya. Aspirasi perempuan dalam pembangunan dapat disuarakan pada level kebijakan pemerintah. Kelompok perempuan dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan agar pembangunan infrastruktur yang dibuat, inklusif dan menjangkau seluruh gender. (SRNF)
Sumber referensi
PMK, Kemenko. 2019. https://www.kemenkopmk.go.id. November 15. Accessed Juli 21, 2020. https://www.kemenkopmk.go.id/optimalisasi-peran-perempuan-dalam-pembangunan.
Susantie. 2015. http://kotaku.pu.go.id/. Februari 5. Accessed Juli 21, 2020. http://kotaku.pu.go.id:8081/wartadetil.asp?mid=7297&catid=5&.