Rumah adat Osing menjadi simbol budaya masyarakat Banyuwangi yang memiliki nilai filosofis tinggi dan keindahan arsitekturnya. Rumah adat ini umumnya menggunakan bahan alami, seperti kayu bendo dan kayu cempaka, yang memiliki daya tahan hingga 20 tahun tanpa perawatan khusus. Teknik pembangunannya tidak menggunakan paku melainkan pasak kayu, yang terbukti lebih ramah lingkungan dan kuat terhadap gempa. Data menunjukkan bahwa sekitar 45% rumah tradisional di Banyuwangi masih menggunakan sistem konstruksi ini. Selain itu, Desa Kemiren, yang merupakan pusat budaya Osing, telah ditetapkan sebagai desa wisata budaya oleh pemerintah setempat pada tahun 2015.
Tiga jenis utama rumah adat Osing, yaitu Tikel Balung, Cemeng Limasan, dan Baresan, masing-masing jenis mencerminkan status sosial pemiliknya. Tikel Balung, yang merupakan jenis paling sederhana, dimiliki oleh sekitar 65% masyarakat Osing di masa lalu, karena keterbatasan ekonomi dalam membangun rumah. Cemeng Limasan digunakan oleh masyarakat kelas menengah, sedangkan Baresan, jenis yang paling mewah, dimiliki oleh kaum bangsawan dan pejabat adat. Bentuk atap rumah Osing mayoritas adalah joglo, dan menurut survei, 80% rumah adat Osing memiliki ornamen ukiran khas pada pintu dan jendela. Bentuk ini tidak hanya estetis, tetapi juga mencerminkan konsep harmoni dengan alam yang menjadi nilai inti masyarakat Osing.
Filosofi rumah adat Osing tercermin dalam pembagian ruang yang memperhatikan fungsi dan nilai spiritual. Pendopo, yang terletak di bagian depan, digunakan untuk menerima tamu dan mengadakan upacara adat seperti Selamatan dan Barong Ider Bumi. Menurut data, 90% rumah Osing di Desa Kemiren memiliki pendopo sebagai simbol keterbukaan terhadap tamu. Pawon atau dapur berada di bagian belakang, menggambarkan nilai kesederhanaan dan perlindungan. Selain itu, ruang tidur, yang disebut bale, dirancang untuk memberikan kenyamanan maksimal, dengan ventilasi alami yang efektif. Studi menunjukkan bahwa desain tradisional ini, mampu menurunkan suhu ruangan hingga 5°C lebih rendah dibandingkan rumah modern di Kabupaten Banyuwangi.
Selain fungsi tempat tinggal, rumah adat Osing juga menjadi pusat kegiatan adat yang menguatkan identitas budaya. Upacara Barong Ider Bumi, yang diadakan setiap tahun, dilakukan di halaman rumah adat Osing sebagai wujud syukur dan permohonan keselamatan. Upacara ini menarik lebih dari 5.000 wisatawan domestik dan internasional setiap tahunnya. Berdasarkan laporan Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, jumlah kunjungan wisata ke Desa Kemiren meningkat sebesar 20% sejak 2018, berkat promosi rumah adat Osing sebagai daya tarik utama. Upaya pelestarian budaya ini terus dilakukan, termasuk melalui program homestay yang telah menjadikan 30% rumah adat Osing di Desa Kemiren sebagai tempat menginap wisatawan. (ORo)
Referensi
https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6251896/jenis-rumah-adat-osing-di-banyuwangi-serta-filosofinya
https://pdfs.semanticscholar.org/7fcb/ca1a976ab73093b68fecee19707f38390553.pdf
https://www.kompas.com/skola/read/2021/05/04/191953569/keunikan-rumah-adat-using-banyuwangi
https://www.1minute.id/2022/04/17/rumah-adat-osing-desa-kemiren-sisa-masyarakat-blambangan/
https://perpus.univpancasila.ac.id/index.php?p=show_detail&id=125075
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/01/17/rumah-adat-suku-osing-di-banyuwangi-jawa-timur