Kampung Adat Palawa’, yang tersembunyi di pegunungan Toraja Utara, Sulawesi Selatan, bukan sekadar destinasi wisata budaya. Dengan populasi penduduk yang telah mencapai 261.086 jiwa di Kabupaten Toraja Utara (BPS, 2024), keberlanjutan pola permukiman yang dipandu oleh kepercayaan Aluk Todolo menjadi kunci dalam menjaga identitas budaya dan keseimbangan ekosistem lokal. Aluk Todolo, sebuah filosofi yang mengatur setiap aspek kehidupan masyarakat, berperan sebagai arsitek tak terlihat yang membentuk tata ruang dan desain Kampung Adat Palawa’. Hal ini bukan hanya soal bagaimana rumah dibangun atau ruang dibagi, tetapi juga bagaimana keseimbangan antara manusia dan alam dipertahankan, sebuah kebutuhan mendesak di tengah gempuran modernisasi dan ancaman terhadap warisan budaya.
Aluk Todolo, yang berarti “jalan leluhur,” adalah kepercayaan turun temurun Suku Toraja yang menjadi sistem kepercayaan dan filosofi hidup masyarakat kampung Adat Palawa’. Kepercayaan ini mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat disana, mulai dari ritual keagamaan hingga tata cara pembangunan rumah dan kawasan kampung. Kepercayaan ini mempercayai tiga hal yaitu Puang Matua (Sang Pencipta), Deata Deata (Makhluk penjaga alam), dan Tomombali Puang (Ruh orang mati). Kepercayaan ini membentuk aturan ketat mengenai bagaimana sebuah kampung harus dibangun dan ditata, termasuk dari orientasi rumah, lokasi tempat suci, hingga pembagian ruang dalam desa.
Dalam studi yang dilakukan oleh Pusat Kajian Indonesia Timur Universitas Hasanuddin pada tahun 2006 menyampaikan bahwa terdapat beberapa elemen pembentuk pemukiman tradisional Toraja yaitu, Tongkonan, Lumbung (Alang), Kebun (Pa’lak), Kandang (Bala/Pangkung), Sawah (Uma), Liang (Kuburan) dan Rante (tempat pelaksanaan upacara adat). Sampai saat ini terdapat 11 rumah adat Tongkonan di kampung Adat Palawa’ (“Menapaki rumah adat tertua di Sulawesi di Desa Pallawa”, 2024)
Pola ruang pada kampung ini ditata dengan teratur mengikuti aturan yang diajarkan oleh kepercayaan Aluk todolo. Tongkonan yang menjadi pusat kehidupan keluarga dan menjadi simbol status sosial yang dibangun selalu menghadap utara yang diyakini sebagai arah kehidupan atau arah asal nenek moyang mereka. Sementara itu, lumbung padi juga ditempatkan di depan rumah dengan orientasi yang sama untuk menandakan keseimbangan dan keberlangsungan hidup.
Pada bagian selatan, diyakini menjadi lokasi untuk membuang hal hal buruk, sehingga Rante diletakkan di bagian selatan untuk upacara adat pemakaman. Pada bagian timur terdapat lahan kosong yang digunakan dalam upacara adat kegembiraan karena dianggap sebagai sumber kehidupan. Kuburan atau liang, diletakkan di bagian barat karena dianggap menjadi sumber kesusahan. Tempat tempat ini diletakkan sesuai lokasi yang dianggap strategis menurut Aluk Todolo, sehingga menciptakan pola ruang yang fungsional dan penuh makna spiritual.
Aluk Todolo memiliki peran penting terhadap pembentukan pola ruang dan tata letak Kampung Adat Palawa’. Hubungan erat antara Aluk Todolo dan pola ruang kampung Adat Palawa’ menjadi bukti betapa dalam akar budaya bisa memengaruhi lingkungan fisik. Pola ruang yang sarat makna ini, tidak hanya menjadi warisan sejarah, tetapi juga relevan bagi konteks pembangunan berkelanjutan saat ini. Dengan memahami dan menghargai budaya lokal seperti Aluk Todolo, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi masa mendatang dan ikut melestarikan budaya Indonesia. (CNAP)
Daftar Pustaka
Desa Adat Pallawa Toraja Utara. (2024). Arsy Tours. https://www.arsy.co.id/2016/05/desa-adat-pallawa-toraja-utara.html
Palimbong, A. A., Siregar, F. O., & Rompas, L. M. (2024). TONGKONAN MOUNTAIN RESORT DI TORAJA UTARA: Arsitektur Neo Vernakular: Aluk Todolo. Jurnal Arsitektur DASENG, 13(1), 23-34.
Patandianan, I. (2014). IDENTIFIKASI PENGARUH KEPERCAYAAN ALUK TODOLO TERHADAP POLA PERMUKIMAN SUKU TORAJA (Doctoral dissertation, itn malang).
Tobing, M. M. (2020). Pemaknaan Simbol Ruang Tongkongan: Studi Proksemik Pada Wisatawan Di Toraja Utara.