Kota Tokyo, seperti halnya kota-kota lain dunia seperti London, Moskwa dan New York sukses menjadikan transportasi umum sebagai instrumen angkutan massal. Infrastruktur yang mendukung transportasi umum bahkan sudah dibangun sebelum perang dunia kedua, memberi solusi strategis atas padatnya lalu lintas kota. Pengelola Kota Tokyo tidak habis-habisnya membangun jalan tol dalam kota atau jalan layang, sebagaimana yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta. Yang dilakukan pemerintah Kota Tokyo dalam hal pemenuhan transportasi umum adalah membangun jaringan kereta api bawah tanah yang menjangkau seluruh sendi kota. Kota Tokyo bersemangat membangun jaringan transportasi umum yang tampak dari detil jaringan serta dalamnya posisi rel kereta. Di Jepang, rel kereta api mencapai lantai enam bawah tanah. Solusi ini efektif, dan menjadikan lalu lintas dan transportasi umum di Kota Tokyo lebih baik dari Kota Bangkok dan terutama di DKI Jakarta.

Jaringan angkutan antarkota di Jepang umumnya menggunakan kereta api cepat. Kereta api cepat di Jepang bernama Shinkansen dengan kecepatan 270 km per jam. Dengan kecepatan tersebut, Shinkansen dapat menjangkau kota kedua terbesar di Jepang, Osaka (552 km) dalam tempo 2 jam 30 menit. Dengan waktu 2 jam 30 menit tersebut,  Shinkansen juga singgah di beberapa kota seperti Yokohama, Nagoya dan Kyoto. Kereta api Shinkansen yang melaju cepat tidak menimbulkan bunyi berisik. Penumpang duduk dan bahkan tidur dengan nyaman. Gerbong kereta api Shinkansen bersih, para petugas melayani para penumpang dengan ramah dan sangat santun sehingga pengguna transportasi umum merasa puas. Transportasi di Jepang menjadi model keberhasilan pengembangan transportasi massal bagi Negara-negara lain di dunia.

 

Sumber: kompas.com