Semakin pesatnya urbanisasi dunia, tak terkecuali Indonesia menciptakan masalah-masalah baru yang terjadi di perkotaan. Perkembangan area kumuh merupakan suatu indikasi bahwa saat ini kota – kota di Indonesia belum mampu menampung derasnya arus urbanisasi. Terlihat dari data World Bank, sebesar 29.48 juta jiwa atau 22% dari total penduduk menempati lahan kumuh seluas 38.000 hektar dan menurut REI angka tersebut terus meningkat hingga 87.000 hektar pada tahun 2019. Upaya penanganan kumuh dinilai kurang optimal, karena laju pertumbuhan kumuh jauh lebih cepat dan selain daripada itu, strategi penanganan kumuh masih dinilai tidak memberikan infrastruktur dasar suatu permukiman.

Webinar Perkim Seri-15 “Menangani Kumuh Atau Mempercantik Kawasan?” pada 3 September 2020 menghadirkan dua orang narasumber yaitu DR. IR. Sri Hartoyo, DIPL.SE.,M.E selaku Widyaiswara Ahli Utama, Kementerian PUPR dan IR. Evawani Ellisa M.ENG. PH.D. dari Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Berikut ulasan sesi diskusi webinar:

Sebagai relawan seringkali masalah yg kami hadapi adalah kepercayaan dari masyarakat, seolah-olah kami bekerja sendiri tanpa ada dukungan dari masyarakat. Bagaimana menimbulkan kepercayaan dari masyarakat?

Kepercayaan warga dibangun atas tiga aspek utama yakni, gotong royong antar masyarakat, kelembagaan masyarakat, dan kebijakan pemerintah dalam aspek sosial. Gotong royong antar masyarakat sudah menjadi ciri khas sehingga akan lebih mudah bagi relawan menangani  aspek ini. Kemudian, perlu dibentuk kelembagaan masyarakat khusus sebagai wadah aspirasi masyarakat terkait pembangunan. Terakhir, kebijakan pemerintah yang bentuknya pemberdayaan masyarakat. Rasa percaya masyarakat sudah tumbuh sendirinya. Oleh karena itu, langkah terpenting yang perlu relawan pastikan adalah meyakinkan mereka bahwa sesuatu yang baru itu baik. – DR. IR. Sri Hartoyo, DIPL.SE.,M.E

Bagaimana apabila masyarakat sudah terbiasa dengan adanya program-program seperti ini,  sehingga masyarakat merasa lebih mengetahui permasalahan sehingga menolak program?

Berdasarkan pengalaman pengabdian di Cikini, memang pada awalnya menerima penolakan-penolakan, namun seiring berjalannya waktu masyarakat dapat menerima. Penerimaan masyarakat tersebut berawal dari pembauran terlebih dahulu dan setelah terdapat kolaborasi antara masyarakat dan tim relawan serta perwakilan dari Jepang. Hal yang memotivasi adalah pada dasarnya hati nurani memang berniat untuk membantu. Berbicara tentang kelembagaan, sistem rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) masih memiliki peran penting di kampung sehingga ketua RT dan RW menjadi kunci yang perlu diperhatikan. Selain itu, perlu dilibatkan teman-teman dari bidang sosial karena mereka lebih mengerti permasalahan ini dibanding kita sebagai orang teknik. – IR. Evawani Ellisa M.ENG. PH.D

 

 

 

 

 

 

Bagaimana bekerja dengan warga mengenai program-program yang ada target dari pemerintah sehingga masyarakat tidak merasa terbebani?

Mengambil contoh di kawasan Code, Yogyakarta, masyarakat setempat sebenarnya sudah siap untuk melaksanakan program-program. Namun pemerintah daerah cenderung tidak peduli tentang program-program penanganan area kumuh. Hal tersebut disebabkan oleh keengganan membuat SK kumuh yang mungkin akan memperlihatkan kinerja asli pemerintah daerah terkait. Kemudian, perlu adanya kolaborasi dengan ahli dan pengembang agar tidak hanya menjadi city beautification saja. -Prof. Dr. Ir. Budi Prayitno, M.Eng.

Banyak Pemda yang menerbitkan SK kumuh tetapi tidak tercantum delineasi kawasan kumuh, hanya daftar kelurahan yang terdapat kawasan kumuh. Apakah itu terhalang dengan gengsi pemda terhadap kawasan kumuh?

Untuk menghindari penetapan kawasan kumuh yang tidak sesuai, hak penetapan kawasan kumuh hanya dimiliki oleh pejabat tertinggi daerah. Selain itu, semestinya perlu diadakan sistem verifikasi dengan menggunakan 8 indikator yang telah ditetapkan oleh Kementerian PUPR. Sebelum menjadi program definitif perlu diadakan review kembali, sehingga kualitas program tidak dibawah standar. Kemudian kedepannya perlu ditingkatkan kapasitas pemda khususnya terhadap permasalahan kumuh. – DR. IR. Sri Hartoyo, DIPL.SE.,M.E

Kampung-kampung yang diprioritaskan ada nilai historisnya seperti Kalua di Pontianak, Kampung Beting di Malang di daerah Kampung Glitung, tentunya diperlukan sosialisasi dampak dan akibat dengan di berikan contoh kampung-kampung yang sudah berhasil, seperti Kampung Warna-Warni di Malang. Apakah Kampung Warna-Warni benar-benar dapat dikatakan berhasil?

Kampung warna-warni berhasil secara visual dan dibantu oleh media sosial. Namun, inti permasalahan kampung adalah penyediaan infrastruktur agar masyarakat kampung dapat hidup layak. Oleh karena itu perlu diperhatikan penyediaan infrastruktur dasar yang memadai kemudian dapat diadakan program city beautification lainnya.

Mengenai nilai historis, aspek-aspek intangible, seperti kebudayaan perlu diangkat karena hal tersebut sudah berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat. perlu diperhatikan, sebagai perencana wilayah dan arsitek, selain aspek-aspek fisik, aspek-aspek intangible tersebut perlu diangkat sebagai potensi kampung. – IR. Evawani Ellisa M.ENG. PH.D

Berbicara konsep penanganan kumuh, sepertinya tidak ada rumus yang universal karena tiap lokasi punya karakter yang berbeda-beda. Dengan kata lain, tidak ada rumus yang benar dan salah. Bagaimana tanggapan bapak dan ibu narasumber? Lalu, bagaimana pembagian peran pemerintah pusat, pemda, akademisi, dsb?

Terdapat variabel-variabel yang berpengaruh pada hal tersebut. Selain itu, terdapat dummy variabel yakni besaran kota, kedekatan dengan air, dan tingkat kekumuhan. Hal tersebut sangat menentukan bagaimana penganganan kawasan kumuh. Seperti contoh akan dibutuhkan upaya lebih pada kawasan kumuh yang memiliki kriteria kota metropolitan, dekat air, dan kumuh berat. Berdasarkan kategori-kategori tersebut metode penanganan dapat diklasifikasikan menjadi pencegahan, penanganan, pemeliharaan. – DR. IR. Sri Hartoyo, DIPL.SE.,M.E

 

 

 

Dapatkah metode penanganan kumuh dapat digeneralisasi?

Kunci utama dari penuntasan kumuh adalah keberpihakan politik terhadap penanganan kumuh. Sebagai contoh, banyak regulasi yang masih tumpang tindih yang mengakibatkan tumpang tindih pertanggungjawaban. Kemudian penganggaran terhadap permasalahan kumuh masih rendah. -Prof. Dr. Ir. Budi Prayitno, M.Eng.

Kegiatan penataan kumuh didasarkan pada numerik kumuh (7 indikator), tetapi sering terkendala dengan lahan terbatas dan status lahan (terutama di kawasan pesisir) misalnya utk  membangun TPS 3R, IPAL Komunal, sehingga kegiatan yang bisa dilaksanakan tidak pada indikator yang utama td, namun dialihkan pada kegiatan “mempercantik” Masalah sanitasi justru tidak tuntas tetapi lebih kepada utk destinasi wisata, namun masyarakat setempat jg kurang siap. Bagaimana strategis yg tepat?

                Keterbatasan akan selalu ada, keterlibatan warga menjadi kunci dalam menyelesaikan hal tersebut. Manfaatkan keterlibatan tersebut, jangan terbatas pada beberapa kelompok. Perluas jangkauan komunikasi dengan masyarakat desa.

Hal yang paling penting dari penanganan kumuh adalah penyediaan infastruktur dasar, seperti penyediaan air minum, pengolahan air limbah, drainase, dan lain sebagainya. Hal tersebut penting untuk dilengkapi sebelum merambah ke bidang lain. Persetujuan dengan warga marupakan hal penting. Memang sulit untuk didapatkan. Maka dari itu sangat penting untuk bersabar. Selain itu, ajak mahasiswa agar memiliki empati terhadap kampung dan menjadi tantangan nyata bagi mereka. Kampung tidak hanya menjadi fisik pembangunan, akan tetapi dapat menjadi sumber ilmu dan pengalaman yang berharga dan membanggakan. – IR. Evawani Ellisa M.ENG. PH.D