HRC Caritra kembali menyelenggarakan Webinar Perkim Seri#32 pada hari Kamis, 7 Juli 2022. Webinar Perkim Seri#32 mengusung tema “Menguasai Pajak Perumahan bagi Pengembang” yang disampaikan langsung oleh kedua Narasumber Basuki Widodo selaku Direktur Eksekutif Indonesian Tax Care (INTAC) dan Ilham Muhammad Nur selaku Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY. Topik ini dipilih karena maraknya kasus penghindaran pajak para pelaku bisnis properti atau pengembang yang berakibat pada pembekuan kegiatan usaha. Penghindaran pajak dapat terjadi karena suatu kesengajaan, atau disebabkan karena ketidaktahuan para pihak yang terlibat. Melalui webinar ini diharapkan dapat memberi edukasi dan sosialisasi bagi pengembang, serta masukan kepada pemerintah dalam pelaksanaan pajak properti di Indonesia.

 

Webinar Perkim #32

Materi pertama dibawakan oleh Bapak Basuki Widodo, beliau merupakan pendiri lembaga Indonesian Tax Care (INTAC) yaitu lembaga independen khusus pajak yang berbasis masyarakat. Beliau menjelaskan tentang sistem pajak properti dan solusi yang ditawarkan oleh INTAC dalam mengatasi permasalahan pajak di Indonesia. Mengawali webinar, Pak Widodo memperkenalkan jenis-jenis pajak dalam investasi properti, ada 13 jenis pajak yang terkait mulai dari PPh Badan Final, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bea Materai, hingga PPh Bangun Guna Serah. Penerimaan tersebut belum termasuk pajak atas bea balik rumah, dan penerimaan lain yang tidak termasuk pajak.

Dalam penyampaian materinya, beliau menjelaskan bagaimana asumsi dan sudut pandang pemerintah dalam melihat para pengembang yang dianggap banyak melakukan kecurangan pajak sehingga penerimaan pajak belum maksimal. Sedangkan disisi lain, ada permasalahan yang dihadapi para pelaku properti terkait pajak, mulai dari rumitnya jenis pajak yang harus dijalankan, serta banyaknya pihak yang terkait dalam pelaksanaan pemungutan dan pemotongan pajak. Selain itu, minimnya pengetahuan para pelaku usaha properti tentang masalah pajak dan belum optimalnya bimbingan pajak dari KPP juga menunjukkan lemahnya kondisi perpajakan di Indonesia. Pajak masih didefinisikan sebatas pencapaian target penerimaan dan memungkinkan berbagai kepentingan untuk memanfaatkan lemahnya sistem pajak yang terbangun.

Untuk itu beliau menyatakan perlu perlindungan pajak pengusaha sebagai program yang membantu pengusaha menjalankan kepatuhan pajaknya secara nyaman, tanpa rasa takut, tidak berbiaya mahal dan tanpa terkendala rumitnya peraturan. Program ini sebagai jawaban atas banyaknya pengusaha yang ingin patuh, tapi terkendala banyak hal dan minim pengetahuan pajak. Bapak Widodo selaku Direktur INTAC juga menekankan bahwa pajak itu bukan sesuatu untuk ditakuti tetapi untuk dipatuhi.

Materi kedua disampaikan oleh Bapak Ilham Muhammad Nur. Beliau menjelaskan terkait Pajak Properti yang menjadi kewajiban bagi developer dan implementasinya. Selain developer yang berbadan hukum juga diatur dalam UU No 1 Tahun 2001 terkait perorangan yang mengusahakan perumahan atau rumah komersial. Pajak-pajak yang menjadi kewajiban developer antara lain BPHTB, PPh Final dan PPN. Secara perhitungan kasar beliau menyebutkan total pajak yang dikenakan kepada developer dapat mencapai 23% dari omset yang diterima. Jumlah tersebut tergolong besar, namun sebagai seorang developer beliau menekankan bahwa urusan pajak harus dihadapi. Sekalipun terjadi permasalahan terkait pajak, harus segera diselesaikan. “Terlambat lebih baik dibandingkan tidak sama sekali”, jelas beliau.

Permasalahan pajak properti bagi developer menurut Bapak Ilham adalah adanya perlakuan pajak yang tidak setara antara property primary (aset properti yang dipasarkan lembaga berbadan hukum PT) dan property secondary (aset properti yang dipasarkan oleh lembaga atau perorangan yang tidak berbentuk PT). Selain itu ketaatan developer dalam pembayaran perpajakan juga masih menjadi tantangan dalam penyelenggaraan pajak properti di Indonesia.

Melalui webinar ini beliau menyampaikan usulan terhadap implementasi pajak properti dengan pemberlakuan sistem perpajakan yang sama dan setara atas penjualan tanah dan/atau bangunan. Setiap orang atau setiap badan hukum yang melakukan penjualan atas tanah dan/atau bangunan akan dikenakan pajak yang sama. Konsep tersebut didasarkan atas kesetaraan dan adanya pertambahan nilai dari bangunan sehingga perlu dikenakannya PPN. Konsep kesetaraan dan kesamaan ini dan menyebabkan potensi pajak yang bertambah luar biasa bagi negara, tetapi disisi lain dapat memberatkan bagi masyarakat umum karena adanya penambahan PPN.

Pada akhir sesi diskusi, kondisi yang dialami oleh pihak pengembang menegaskan bahwa pajak di Indonesia masih dipandang sebagai pencapaian target dan pelaku usaha harus siap menghadapi kenyataan ini. Pak Widodo menekankan akan lebih baik kedepannya untuk membangun kekuatan pajak dari internal pemerintah.  Pajak yang dipandang sebagai target akan memudahkan oknum untuk mendompleng kepentingan pribadi dalam bentuk korupsi, penyelewengan dan lain sebagainya. Sebagai close statement Pak Ilham menekankan apabila sudah menyatakan diri sebagai pengembang, maka harus ikut berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak. Pajak itu bukan sesuatu untuk ditakuti tetapi untuk dipatuhi. (IJ/DV)