Hingga saat ini, lebih dari 55% populasi masyarakat Indonesia hidup di perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2045 populasi penduduk perkotaan akan meningkat sampai dengan 63,8 juta dari tahun 2015, dimana 67,1% nya tinggal di perkotaan (Badan Pusat Statistik, 2019). Angka tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara dengan penduduk perkotaan tertinggi dibandingkan negara-negara di dunia. Dinamika perkembangan penduduk perkotaan yang cepat dengan lahan yang semakin terbatas menyebabkan urgensi pada sistem penyediaan perumahan dan akses infrastruktur dasar.

Pembangunan perumahan dan infrastruktur permukiman menjadi salah satu Proyek Prioritas Strategis Nasional (PPSN) yang harus didorong pelaksanaannya. Hal ini agar backlog penyediaan perumahan dapat diatasi. Menurut Direktur Pemanfaatan Ruang, Aria Indra Purnama, program PPSN sedang berjalan cukup pesat saat ini sehingga memerlukan koordinasi antar stakeholder yang baik dan perlu dilakukan pengkajian dari dampak yang dihasilkan.

Namun pada kenyataannya, kota-kota di Indonesia memiliki kapasitas terbatas dalam penyediaan pelayanan infrastruktur dasar dan perumahan layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Semakin langka dan tingginya harga lahan serta rumah menyebabkan masyarakat harus tinggal di daerah pinggiran kota, terutama bagi MBR. Hal itu pun menyebabkan MBR mengalami backlog dan kesulitan akses terhadap transportasi publik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemenuhan kebutuhan penyediaan perumahan, salah satunya melalui penyediaan public housing.

Penyediaan public housing adalah salah satu upaya untuk menyediakan kumpulan rumah sebagai lingkungan tempat tinggal layak huni yang dikhususkan untuk masyarakat dengan persyaratan tertentu di dalamnya. Public housing umumnya adalah perumahan yang disediakan dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan huniannya.

Upaya penyediaan public housing biasanya menemukan beberapa tantangan seperti berikut :

  1. Menyediakan hunian yang dapat dikatakan layak
  2. Definisi dari hunian layak adalah hunian yang memiliki ketahanan bangunan, memiliki kecukupan luas tempat tinggal dengan standar luas lantai per kapita ≥ 7,2 m2, memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan aman sesuai dengan arahan SDGs, memiliki keterjangkauan dilihat dari proporsi pengeluaran rumah tangga untuk rumah, memiliki keamanan bermukim dilihat dari status lahan hunian, dan memiliki akses terhadap sanitasi yang layak dan aman. Terkadang, karena adanya keterbatasan dana yang dapat digunakan untuk pembangunan maka tidak semua aspek hunian layak ini dapat dipenuhi oleh penyedia public housing.

  3. Tingginya harga lahan, bahan bangunan dan rumitnya perizinan
  4. Tingginya harga lahan merupakan permasalahan yang dialami oleh semua daerah, hal ini dikarenakan keterbatasan lahan yang tersedia dan tingginya persaingan dalam penguasaan lahan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan penyediaan perumahan maka pemerintah atau penyedia perumahan harus menemukan cara yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut. Contohnya dengan manajemen lahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar lebih efisien dan efektif dalam pemanfaatannya kelak.

    Disisi lain, rumitnya perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah terkadang membebani para pengembang untuk melakukan penyediaan perumahan. Bahkan ada pengembang yang sampai “mundur” karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ada.

  5. Terbatasnya perumahan yang mudah dijangkau oleh MBR
  6. Penyediaan perumahan khususnya untuk MBR masih kurang. Hal ini dikarenakan kurangnya kepercayaan diri dari beberapa pihak untuk dapat menyelenggaraan perumahan MBR. Seperti contoh, pemerintah sudah menetapkan kebijakan mekanisme pembiayaan perumahan bagi MBR, namun disisi lain pihak bank masih takut mengambil resiko untuk bekerjasama dengan MBR karena mereka memiliki keterbatasan penghasilan sehingga dapat mengakibatkan penunggakan di kemudian hari. Padahal, MBR sendiri masih membutuhkan bantuan untuk menjangkau pemenuhan kebutuhan rumah layak huni melalui mekanisme pembiayaan dari lembaga bank/non bank.

    Oleh karena itu masih perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan keyakinan terhadap MBR bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya dan membayar tanggungjawabnya sebagai penerima dalam program penyediaan public housing.

    Dari beberapa gambaran tantangan di atas, terlihat bahwa masih ada hal – hal yang perlu untuk menjadi perhatian dalam penyediaan Public Housing. Di Indonesia, setiap daerahnya memiliki tantangan yang berbeda, masing – masing daerah memiliki caranya sendiri untuk menghadapi tantangan yang ada. Apakah daerah anda sudah mulai mengembangkan public housing, atau masih mau belajar dari daerah lain? (MRD/RD)

    Sumber:
    https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/3858
    http://nawasis.org/portal/berita/read/public-housing-rumah-susun-perkotaan-solusi-hidup-terjangkau-di-tengah-kota-bagi-masyarakat-indonesia-di-masa-depan/51949