Mewujudkan pembangunan perumahan di masa depan tentunya menghadapi berbagai tantangan yang mungkin berbeda dan lebih kompleks jika dibandingkan masa-masa sebelumnya. Apa saja sih tantangan pembangunan perumahan di masa depan? Berikut tantangan-tantangan utama pembangunan perumahan di Indonesia yang patut dicermati.

  1. Tantangan Demografi. Perubahan sosial yang dipengaruhi dinamika media dan teknologi telah memberikan dampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya urusan permukiman di masa mendatang. Pola mobilitas manusia diperkirakan akan semakin cepat, masif, dan menyebar, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Strategi penyediaan perumahan perlu menyesuaikan pergerakan demografi penduduk di Indonesia. Jika hal ini tidak dilakukan, defisit perumahan tidak akan dapat diatasi secara optimal.
  2. Tantangan Bencana. Kebencanaan merupakan salah satu tantangan permukiman yang cukup rumit, namun seringkali masih kurang diperhatikan, termasuk di Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana alam yang tinggi. Pada tahun 2020 tercatat sebanyak 2.823 kejadian, meliputi bencana alam dan bencana non alam (GIS BNPB, 2020). Tingginya potensi bencana yang datang dari bencana alam, wabah penyakit, dan bencana sosial tentu menimbulkan suatu urgensi untuk membangun permukiman yang tak hanya sehat dan nyaman tetapi juga memiliki resiliensi akan terjadinya bencana. Sayangnya, program permukiman tanggap bencana belum terlalu diprioritaskan. Padahal jika hal ini tidak ditangani dengan serius dapat berkontribusi pada bertambahnya jumlah backlog atau defisit kepenghunian.
  3. Tantangan Backlog. Angka backlog mengindikasikan jumlah penduduk Indonesia yang belum menempati hunian yang layak dan kuantitas rumah yang belum tertangani oleh pemerintah. Pada tahun 2019, backlog kepemilikan rumah nasional adalah sebesar 21,34%, dimana masih sekitar 13,6 juta rumah tangga Indonesia yang belum memiliki rumah (Diolah dari BPS, 2020). Sementara itu, tiga juta rumah tangga di Indonesia masih menempati Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) (Kementerian PUPR, 2020). Pemenuhan defisit perumahan dan kebutuhan rumah layak huni yang merata di seluruh daerah perlu menjadi prioritas pemerintah. Pertambahan angka defisit rumah yang layak merupakan indikator kegagalan program penyediaan perumahan di Indonesia.
  4. Tantangan Rumah bagi Milenial dan Lansia. Masifnya persebaran generasi milenial mempengaruhi perkembangan dan perubahan properti dalam skala regional setidaknya dalam 10 tahun mendatang. Di sisi lain, program penyediaan perumahan yang cukup mendesak untuk menjadi perhatian adalah adanya program dukungan penyediaan perumahan khusus bagi generasi lanjut usia (lansia). Perumahan bagi generasi milenial dan lansia memiliki kebutuhan jenis hunian yang spesifik. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah dan pasar penyedia perumahan untuk mempersiapkan tipe hunian yang sesuai dengan karakter kaum milenial dan lansia.
  5. Tantangan Lahan untuk Perumahan. Permukiman yang kian padat mengakibatkan lahan-lahan di perkotaan kian terbatas dan tidak terjangkau. Di samping itu, keniscayaan alih fungsi lahan semakin tinggi berimbas pada harga lahan akan kian melonjak. Jika proyeksi jumlah penduduk Indonesia di tahun 2045 sebanyak 311,6 – 318,9 juta jiwa, maka luas lahan untuk permukiman minimum yang dibutuhkan pada tahun 2045 sekurang-kurangnya adalah 311.600 – 318.900 hektar. Menghadapi tantangan kebutuhan hunian rakyat di masa depan, pemerintah perlu menyiapkan strategi agar ketersediaan lahan tidak menjadi kendala yang berarti.
  6. Tantangan Kebutuhan Pangan. Apabila diasumsikan bahwa setiap tahun lahan pertanian beralih fungsi sekitar 0,65 juta ha, maka dari tahun 2018 hingga tahun 2045 akan ada 17,55 juta hektar lahan pertanian yang akan hilang dan beralih fungsi menjadi perumahan ataupun kawasan komersial. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, setidaknya hingga tahun 2045, Indonesia membutuhkan tambahan lahan pertanian sekitar 14 juta (Kementerian Pertanian, 2019).  Penyediaan pangan masyarakat haruslah menjadi prioritas yang harus ditangani dengan serius. Apabila hal ini tidak ditangani dengan serius dapat menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional yang berujung pada terjadinya krisis pangan nasional.
  7. Tantangan Degradasi Lingkungan. Peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan tanah, deforestasi, hingga pencemaran lingkungan yang kian marak berdampak pada semakin tingginya degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan yang tidak segera dihentikan dapat berimbas pada terjadinya bencana alam hingga penularan wabah penyakit yang secara tidak langsung akan berdampak pada terjadinya krisis ekonomi. Sudah menjadi kewajiban pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan lainnya untuk merencanakan pembangunan perumahan dan infrastruktur pendukung yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
  8. Tantangan Pembangunan Kota-Kota Baru dan Infrastruktur Pendukungnya. Pesatnya pembangunan menjadi salah satu ciri perkembangan kota di masa mendatang. Namun pembangunan kota-kota baru yang tidak terencana tentunya akan berdampak pada permasalahan lahan, kemiskinan, kerusakan lingkungan, hingga bencana. Hal ini tentunya menjadi salah satu tantangan pembangunan: bagaimana merencanakan pembangunan kota yang ideal di masa depan, bukan berorientasi pada kemajuan ekonomi semata namun juga kesejahteraan sosial ekonomi masyarakatnya dan keseimbangan lingkungan?
  9. Tantangan Pasar Perumahan dan Daya Beli Masyarakat. Bappenas (2015) menyebutkan bahwa hanya 20% rumah tangga teratas saja yang mampu membeli rumah di pasar formal, 40% rumah tangga kelas menengah tidak dapat membeli rumah tanpa subsidi, dan 40% rumah tangga terbawah sama sekali tidak memiliki daya beli terhadap rumah. Pasar perumahan yang ideal seharusnya dapat mencapai kurva keseimbangan antara suplai perumahan dan daya beli masyarakat terhadap properti. Jika kurva keseimbangan ini tidak dicapai, angka defisit perumahan akan semakin membengkak akibat ketidakmampuan masyarakat terutama MBR untuk mengakses rumah. (MVM)

 

Kata Kunci: tantangan; pembangunan perumahan