Rumah merupakan komponen utama dalam kebutuhan dasar manusia di dunia, perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dalam pemenuhan hidup penghuninya. Menurut American Public Health Association (APHA), setiap rumah yang sehat secara konsep harus memenuhi persyaratan kebutuhan psikologis, kebutuhan fisiologis, memenuhi pencegahan terhadap penularan penyakit, dan persyaratan dalam pencegahan terjadinya kecelakaan. Di Indonesia, perlu ada persyaratan untuk pencegahan terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami untuk rumah-rumah yang berada di pesisir pantai. Rumah yang sehat tidak hanya digunakan sebagai tempat berlindung dan beristirahat namun juga sebagai sarana untuk membina keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat, secara fisik, mental dan sosial. Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan rumah swadaya, yang dibangun secara bertahap oleh masyarakat, rumah yang sehat apakah mungkin dapat diwujudkan?

Beberapa persyaratan rumah sehat dapat dicapai seperti yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 829 tahun 1999, dimana ada beberapa ketentuan teknis yang harus dipenuhi untuk mencapai persyaratan rumah sehat menurut APHA, yaitu:

  1. Bahan bangunan tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan ramah terhadap lingkungan
  2. Komponen dan penataan ruangan yang baik
  3. Pencahayaan alami yang cukup
  4. Kualitas udara baik dengan adanya bukaan yang cukup
  5. Ventilasi udara berjalan untuk sirkulasi udara
  6. Jauh dari sumber penyakit
  7. Penyediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi
  8. Adanya pembuangan limbah
  9. Perumahan kepadatan hunian yang rendah

Pemahaman akan rumah sehat bagi masyarakat yang membangun rumahnya secara swadaya, hal pertama yang perlu diingat adalah masyarakat masih awam pemahamannya terhadap bagaimana membangun rumah yang sesuai dengan standar kesehatan. Perencanaan yang spontan menyebabkan hal-hal yang diperlukan dan penting di dalam rumah terabaikan. Kebutuhan rumah yang tinggi dan lebih dari 70% masyarakat Indonesia membangun rumah secara swadaya, maka perlu adanya arahan dan pemahaman terhadap rumah sehat. Jika dibiarkan terus menerus banyak rumah, perumahan, dan kawasan permukiman akan menjadi kawasan kumuh dan menjadi beban pemerintah dikemudian hari. Adanya pemahaman tentang rumah sehat ini juga sebagai bagian dari tindakan prevensi untuk menekan jumlah Rumah Tidak Layak Huni di Indonesia yang sampai saat ini permasalahan tersebut masih belum terselesaikan.

Sebagian masyarakat lebih memilih tampilan bangunan yang menarik dibandingkan dengan kenyamanan tinggal di dalamnya, dengan memaksakan fungsi ruang yang kadang tidak sesuai dengan peruntukannya. Seperti rumah tumbuh, tetapi tidak direncanakan dengan baik. Perencanaan yang baik akan menghasilkan desain ruangan yang nyaman dan sehat. Rumah yang tidak sehat, akan membutuhkan alat untuk menambah kualitas udara, yang secara tidak langsung akan berimbas pada tagihan listrik tiap bulan yang akan melonjak naik. Udara tidak berganti, cahaya tidak dapat masuk kedalam ruangan dan akan menimbulkan pengap, timbulnya jamur yang dapat merusak furnitur di rumah, dsb. Kondisi ini baru dilihat dari faktor bukaan dan ventilasi udara saja, belum faktor yang lain yang sangat erat hubungannya dengan kualitas kesehatan pengguna. Jika dilakukan dengan baik, prinsip rumah sehat akan berdampak positif pada kinerja sehari-hari dan meningkatkan produktifitas kerja. Mungkin akan banyak pertanyaan, apakah rumah saya saat ini sudah memenuhi indikator rumah sehat?

Rumah sehat bisa diwujudkan oleh semua pemilik rumah yang membangun ruamhnya secara swadaya. Namun bagaimana jika pemilik rumah tidak mengetahui bagaimana membangun rumah yang sehat?. Perlu informasi yang akurat terkait dengan metode yang dipakai untuk membangun rumah yang sehat. Misalnya dengan menghubungi lembaga-lembaga non pemerintah yang fokus terhadap pembangunan perumahan dan permukiman, seperti HRC Caritra yang membuka Klinik Rumah Sehat dan membuat sebuah buku panduan bagaimana membangun rumah secara swadaya yang sehat dan mudah diaplikasikan oleh pengguna yang ingin membangun rumah.

Penting bagi pemerintah daerah untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin membangun rumah secara swadaya dengan arahan dan standar yang benar. Jadi pemerintah tidak hanya membuat regulasi perumahan dan kawasan permukiman, namun juga penting untuk mengedukasi manfaat regulasi-regulasi yang dibuat. Edukasi ini akan meminimalkan pelanggaran yang dilakukan masyarakat, misalnya ketidaksesuaian Garis Sempadan Bangunan. Selama ini tidak ada proses pemahaman tentang pentingnya Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan manfaat dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang bermanfaat bagi lingkungan. Koefisien Dasar Bangunan berguna untuk memberikan ruang untuk daerah tangkapan air yang kemudian diserap kembali dan mengisi air tanah menjaga kebutuhan konsumsi air kita sehari-hari. Lalu bagaimana dengan informasi mengenai pemanfaatan bahan bangunan yang ramah, kuat, dan tahan cuaca dan aman gempa misalnya, yang juga sangat diperlukan dalam membangun rumah swadaya. Atau banyak hal lain yang mendetail dan memang bukan bidang keahlian dalam merancang bangunan, perlu adanya pendamping yang paham akan bidang keilmuan rancang bangun seperti arsitek dan sipil.

Pemerintah juga bisa merekrut ahli bangunan sebagai media konsultasi warga yang ingin mengetahui metode atau pun aturan, dan prinsip-prinsip dalam membangun rumah secara swadaya. Peran pemerintah perlu didukung oleh akademisi untuk mengedukasi pentingnya membangun rumah sehat dan layak huni. Misalnya pada saat Kuliah Kerja Nyata, mahasiswa bidang keahlian arsitektur dan mahasiswa bidang keahlian sipil memberikan edukasi yang dikemas dengan menarik sehingga informasi dan pengetahuan dasar akan membangun atau informasi mendasar tentang rumah sehat yang layak untuk dibangun dan dihuni, dapat dilakukan masyarakat secara swadaya. (PNG-CARITRA)