Site plan atau rencana tapak adalah gambar dua dimensi yang berisikan konsep gambaran atau peta rencana pembagian bangunan atau kavling. Dalam mengembangkan perumahan, biasanya pengembang perumahan akan menyiapkan site plan sebelum pembangunan fisik dimulai. Pengembang perumahan maupun arsitek membutuhkan site plan sebelum proses pembangunan dilakukan karena di dalamnya terdapat informasi detail terkait rencana bangunan yang akan direalisasikan. Untuk itu site plan akan menjadi acuan dasar dalam sebuah perencanaan.

Adapun saat ini di negara kita Indonesia, Standarisasi Site Plan Perumahan sedang berusaha untuk diwujudkan. Mengapa harus ada Standarisasi Site Plan? Standarisasi site plan perumahan perlu dilakukan karena saat ini dari berbagai kasus di lapangan tidak jarang ditemukan pelaksana verifikasi dan validasi site plan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan atau keahlian teknis terkait site plan perumahan. Nah, adanya standarisasi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pelaku verifikasi dan validasi tersebut sehingga akan memudahkan dan menjamin kesesuaian pembangunan yang akan dilakukan terhadap rencana tata ruang yang berlaku.

Standarisasi site plan perumahan juga perlu dilakukan untuk menyeragamkan ketentuan, tata cara hingga standar perencanaan dalam dokumen site plan. Selain itu, standarisasi site plan saat ini semakin mendesak karena site plan juga telah menjadi salah satu prasyarat dalam berbagai perizinan yaitu seperti:

  1. Perizinan berusaha penyelenggaraan permukiman dan perumahan melalui sistem OSS-RBA, dan
  2. Penerbitan penyelenggaraan Bangunan Gedung (PBG-SLF) yang diinisiasi oleh Ditjen Cipta Karya

Meskipun saat ini sudah terdapat banyak pengaturan dan standar teknis yang berkaitan dengannya namun site plan perumahan tetap perlu dikaji kembali relevansinya bagi masa kini dan mendatang. Hal ini dikarenakan dari berbagai standar teknis yang ada, belum terdapat pengaturan terhadap penilaian kesesuaian standar site plan perumahan, sehingga tidak ada alat ukur bagi penegakan pelaksanaan hunian berimbang dan ketidaksesuaian pembangunan dari perencanaan.

Dengan kebutuhan Standarisasi Site Plan yang semakin mendesak, sebenarnya bagaimana sih perencanaan, analisis kebutuhan dan ketentuan dalam site plan? Yuk, pahami lebih lanjut proses penyusunan Site Plan dalam ulasan berikut.

Proses perencanaan Site plan dibagi menjadi beberapa bagian. Sebelum memasuki tahap perencanaan, pemilihan lokasi atau site harus sesuai dengan kriteria yang ada. Luas lahan dapat memadai bagi pembangunan rumah, sarana, prasarana, utilitas umum, dan memungkinkan penggabungan dengan lingkungan perumahan yang sudah teratur. Selain itu, lahan bebas dari pencemaran air, udara, dan kebisingan. Bebas dari bahaya longsor, banjir, lintasan pesawat, dan gunung api, serta bukan merupakan daerah pertanian produktif. Ketentuan lokasi pembangunan perumahan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat, atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah setempat.

 

Pada tahap persiapan perencanaan, proses pengumpulan data dan informasi lokasi dilakukan. Mulai dari kondisi geografis, rencana peruntukan, topografi, nilai tanah, dan data-data lain yang diperlukan. Selain data informasi lokasi, data teknis dan peraturan daerah setempat juga perlu dikumpulkan. Adapun data teknis meliputi kemiringan tanah, potensi gempa bumi, tingkat kebisingan, dan lain-lain. Sedangkan data peraturan daerah yang perlu dikumpulkan merupakan data yang terkait dengan garis sempadan bangunan, tinggi maksimal bangunan, serta koefisien dasar dan lantai bangunan.

 

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, proses perencanaan kavling dapat dilakukan sebagai bagian dari site plan perumahan. Kavling merupakan bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan ukuran tertentu yang akan dijadikan bangunan. Luas kavling minimal 60 m2 dan maksimal 200 m2. Muka kavling dibuat dengan lebar 6 meter dan panjang maksimal 120 meter. Luasan tanah kavling ini dapat dibuat seragam ataupun tidak seragam, sesuai dengan kebutuhan luas rumah yang disepakati.

 

Saat melakukan proses perancangan site plan, perlu diketahui intensitas bangunan terhadap lahan atau site. Intensitas bangunan ini meliputi ketentuan-ketentuan yang dilakukan dengan memperhitungkan perbandingan bangunan dengan lahan. Yang pertama adalah Koefisien Dasar Bangunan (KDB). KDB merupakan angka persentase perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan yang dikuasai. Perhitungan KDB ini dilakukan guna mengendalikan kerapatan antar bangunan. Selanjutnya adalah Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yang merupakan angka perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai (vertikal) dengan luas lahan yang dikuasai. KLB berguna sebagai perangkat untuk mengendalikan kepadatan penduduk di suatu kawasan. Kemudian ada Koefisien Daerah Hijau (KDH), yang merupakan persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka hijau dengan luas lahan yang dikuasai. KDH ini berguna sebagai perangkat untuk mengendalikan luas perkerasan diluar bangunan. Mulailah merencanakan sebuah kawasan dengan site plan !!. (OBRW, AFH)

 

 

Daftar Pustaka:

Admin. 2021. Apa itu Siteplan?. Diakses pada 12 Oktober dari https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/site-plan/

Admin. 2021. Site Plan: Fungsi, Ketentuan, dan Cara Mengajukannya. Diakses pada 7 Oktober 2022 dari https://prospeku.com/artikel/site-plan-fungsi-ketentuan-dan-cara-mengajukannya—2629

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2022. Buku Panduan FGD Tindak Lanjut Pembahasan Standarisasi Rencana Tapak (Site Plan) Perumahan. Jakarta

S, Arief. 2022. Bedah Singkat Pengaturan Site Plan (Perencanaan Kepadatan Bangunan Perumahan. Bahan Paparan dalam FGD Tindak Lanjut Pembahasan Standarisasi Rencana Tapak (Site Plan) Perumahan

Direktorat Bina Teknik Permukiman dan Perumahan. 2022. Pengaturan Site Plan (Perencanaan kepadatan Bangunan Perumahan). Bahan paparan dalam FGD Tindak Lanjut Pembahasan Standarisasi Rencana Tapak (Site Plan) Perumahan