Tiap warga negara mempunyai hak mendapatkan hunian. Hak hunian dijelaskan dalam UUD 1945 Pasal 28H bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Pada UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada pasal 5 ayat 1 juga dijelaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Untuk itu peran pasar properti sangat penting dalam pemenuhan hak hunian masyarakat.

Ilustrasi Penyediaan Perumahan yang Dibantu oleh Industri Properti

Ilustrasi Penyediaan Perumahan yang Dibantu oleh Industri Properti

 

Pemenuhan hak hunian tentunya tidak lepas dari peran industri properti. Industri properti membantu kontribusi terhadap pemerintah dalam penyediaan rumah rakyat, penyediaan infrastruktur, peningkatan pendapatan asli daerah, serta penerimaan pajak. Penyediaan rumah yang dibantu oleh industri properti diilustrasikan sebagai piramida dimana pemenuhan hunian ditentukan oleh tingkat pendapatan. Pada gambar dijelaskan rumah komersial yang dibangun oleh pelaku usaha swasta dapat diraih oleh masyarakat kelas atas dan pembangunan disesuaikan dengan pasar. Kemudian di bawahnya, pemenuhan rumah untuk masyarakat menengah ke bawah disediakan oleh swasta dan pemerintah berbasis kemitraan serta pembangunan tergantung dari adanya regulasi pemerintah. Sedangkan di bawahnya lagi yaitu masyarakat miskin pemenuhan huniannya dibangun oleh pemerintah dan pembangunannya tergantung dari kondisi keuangan pemerintah. Bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan hunian bagi generasi milineal?

 

Jika dilihat secara spesifik di wilayah Yogyakarta, sebagian besar kebutuhan perumahan dan permukiman dipenuhi melalui swadaya dengan persentase 85% dan sisanya dipenuhi melalui jasa pengembang. Pemilihan bentuk hunian juga sebagian besar masih berupa rumah tapak dibanding rumah vertikal. Rumah vertikal di wilayah Yogyakarta kebanyakan hanya dimanfaatkan sebagai investasi atau kebutuhan tersier (90%) dibanding sebagai kebutuhan pokok alias sebagai hunian tetap pemiliknya. Padahal, rumah vertikal dianggap sebagai salah satu solusi pemenuhan rumah. Hal ini didasari oleh karakter rumah vertikal yang dapat memanfaatkan ruang kota yang semakin sedikit dan sempit.

Bisnis rumah vertikal menyasar generasi Y atau yang biasa disebut dengan generasi milenial, yaitu mereka yang lahir antara tahun 1981-1995. Generasi milenial merupakan generasi penggerak ekonomi saat ini. Selain sebagai penggerak ekonomi, persentase generasi milenial dalam pemenuhan rumah baru mencapai 79%. Itu artinya, target pasar generasi milenial memiliki potensi yang besar dalam industry properti. Terlebih lagi, pertumbuhan populasi generasi milenial mendorong meningkatnya kebutuhan akan perumahan yang layak huni, berkualitas, dan terjangkau di masa yang akan datang. Pada tahun 2017, pembeli properti generasi milenial mencapai 40% dan pada tahun 2022 ditargetkan pembeli dari generasi ini naik mencapai 60%.

Mindset generasi milenial terhadap hunian ialah simple, smart living, dan connecting. Simple diartikan dalam desain hunian yang kompak, modern, dan minimalis. Smart Living diartikan lingkungan hunian yang nyaman yang disertai dengan IoT (Internet of Thing) dan dapat mengakomodasi lifestyle generasi milenial. Sedangkan connecting diartikan dapat diakses dengan mudah dan dilalui transportasi umum. Inovasi produk properti yang diciptakan dalam memenuhi kebutuhan hunian milenial ini antara lain smart home, co-working space, dan architecture modern design. Untuk memenuhi mindset hunian millennial tersebut, konsep yang dibutuhkan dalam pembangunan properti ialah Transit Oriented Development dan Green building.

Generasi milenial dengan karakternya yang unik hanyalah salah satu dari sekian banyak pertimbangan dalam memenuhi hak hunian bagi masyarakat Indonesia. Tantangan-tantangan dalam penyediaan perumahan dipastikan akan terus mengalami perkembangan di masa depan. Mau tidak mau industri properti harus siap mengantisipasi kemungkingan lainnya yang akan dihadapi dan beradaptasi dengan setiap kondisi yang baru. Kemampuan ini mutlak dimiliki oleh para pelaku industri properti agar pemenuhan hak hunian warga Indonesia dapat ditunaikan! (SKH/MWM)