Tidak dapat dipungkiri bahwa backlog menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh ekosistem perumahan dan kawasan permukiman. Setiap kebijakan dan program pembiayaan perumahan yang pernah dan masih dijalankan oleh pemerintah dilakukan untuk mengatasi backlog ini. Permasalahan backlog dialami oleh berbagai kelompok masyarakat, baik itu masyarakat miskin, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), hingga masyarakat berpenghasilan tinggi.
Backlog merupakan kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat. Seperti yang sudah disebutkan, backlog dialami oleh berbagai macam kelompok masyarakat. Namun, setiap kelompok masyarakat, atau disebut juga sebagai desil, menghadapi permasalahan yang berbeda-beda (Sabaruddin, 2023). Perbedaan permasalahan tersebut diakibatkan oleh pemisahan desil yang didasarkan pada pendapatan. Masyarakat dengan penghasilan yang rendah tentu saja memiliki kebutuhan dan permasalahan yang berbeda dengan masyarakat berpenghasilan tinggi. Dengan mempelajari kondisi dari setiap desil, tim riset dan pembuat kebijakan mampu mengetahui dan memberikan solusi secara tepat terkait permasalahan utama yang dihadapi oleh berbagai desil.
Desil merupakan pembagian masyarakat menjadi berbagai kelompok berdasarkan penghasilan. Oleh karenanya, diperlukan penghasilan yang stabil, yang seringkali diidentikkan dengan slip gaji. Akan tetapi, bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki kemewahan itu? Masyarakat yang mendapatkan mata pencahariannya melalui nasib dan kerja keras semata. Masyarakat seperti pedagang kaki lima hingga buruh dan pekerja yang tidak diberikan slip gaji, atau disebut juga sebagai pekerja sektor informal.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 melaporkan bahwasanya terdapat 7,4 juta rumah tangga yang menghuni rumah tak layak huni (RTLH) dengan 4,3 rumah tangga belum memiliki rumah. Bahkan, pada tahun 2022, tercatat bahwa jumlah pekerja di sektor informal Indonesia telah mencapai 80,24 juta orang (Mustajab, 2022). Namun, hingga saat ini belum ada pembaruan dan pengadaan program pembiayaan yang efektif dalam mengatasi backlog di sektor informal.
Walaupun demikian, wajar apabila pemerintah mengalami kesulitan dalam mengatasi backlog di sektor informal. Pekerja informal yang tidak memiliki gaji tentunya tidak memiliki stabilitas dalam penghasilannya. Hal tersebut mengakibatkan pekerja informal sulit mengajukan pinjaman hingga kredit kepada bank. Bank memerlukan catatan penghasilan yang baik terutama kepada kelompok MBR. Ketentuan itu ada agar bank tidak mengalami kerugian dalam proses transaksi bahkan pada saat penyaluran pembiayaan perumahan oleh pemerintah.
Kurangnya perhatian pemerintah dalam mengatasi backlog di antara MBR informal memastikan bahwa belum ada kompetisi yang keras di sektor ini. Sehingga, sektor pekerja informal dinilai sebagai sektor yang potensial untuk bisnis jasa layanan perbankan. Akan tetapi, sebelum perbankan bisa memasuki pasar pekerja sektor informal, diperlukan inovasi terkait skema pembiayaan perumahan di sektor informal.
Salah satu inovasi yang dapat dikembangkan adalah program pembiayaan mikro perumahan (PMP). PMP merupakan produk dari lembaga jasa keuangan yang melibatkan simpan, pinjam, dan penjaminan untuk kepentingan rumah masyarakat secara bertahap (Perkim.id, 2020) Kunci pertama dalam program ini adalah adanya tahapan-tahapan, dimana masyarakat dapat melakukan transaksi berulang-ulang untuk membangun rumah. Tahap yang dimaksud dapat berupa tahap kepemilikan tanah, pembangunan pondasi, pendirian pagar, hingga pembangunan rumah dan pada akhirnya renovasi rumah (Perkim.id, 2020). Kunci kedua adalah jangka waktu kredit yang pendek. Hal ini sesuai dengan kelompok MBR informal yang penghasilannya tidak stabil.
Meskipun demikian, program pembiayaan perumahan di sektor informal merupakan permasalahan yang rumit. Terdapat berbagai kendala yang menghambatnya seperti regulasi yang tidak efektif hingga pendanaan yang terbatas (PUPR, 2018). Oleh karenanya, diperlukan pembaruan terkait regulasi serta inovasi program pembiayaan perumahan tidak hanya di sektor informal namun di sektor formal pula (Paramita, 2022). Kedua hal ini diperlukan untuk mencapai ekosistem perumahan yang terjangkau dan adil bagi berbagai desil (Sabaruddin, 2023). (MNR)
Daftar Pustaka
Mustajab, R. (2022, November 30). Mayoritas Tenaga Kerja ri Dari Sektor Informal Pada Agustus 2022. Dataindonesia.id. https://dataindonesia.id/tenaga-kerja/detail/mayoritas-tenaga-kerja-ri-dari-sektor-informal-pada-agustus-2022
Paramita, M. (2022). Inovasi Kebijakan & Tata Kelola Perkim: Menuju Indonesia Emas 2045. Caritra.
Pembiayaan mikro perumahan. perkim.id. (2020, October 19). https://perkim.id/pembiayaan-perumahan/pembiayaan-mikro-perumahan/
Ramadhan, B. (2022, August 25). PKL Kota Tua Gratis biaya Dua Bulan Berdagang di Gedung Kemenkeu. Republika Online. https://news.republika.co.id/berita/rh63uw330/pkl-kota-tua-gratis-biaya-dua-bulan-berdagang-di-gedung-kemenkeu
Roadmap: Sistem Pembiayaan Perumahan Indonesia 2018 – 2025. (2018). Kementerian PUPR.
Sabaruddin, A. (2023). Ekosistem Perumahan. PT Kanisius.
Survey Sosial Ekonomi Nasional. (2020). BPS.