Pada tanggal 21 Agustus 2023, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) sedang mengalami proses revisi oleh DPR Komisi II dan Pemerintah. Kabarnya terdapat sembilan poin utama yang akan menjadi pilar dalam pembangunan IKN di Kalimantan Timur itu. Salah satu poin menyatakan tentang kewajiban pengembang perumahan untuk tertib dengan penerapan hunian berimbang di kawasan IKN. Namun, apakah yang dimaksud dengan hunian berimbang?

Sebelum revisi UU IKN, hunian berimbang seringkali dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hunian berimbang dapat dimengerti sebagai perumahan dan kawasan permukiman yang dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu. Komposisi yang dimaksud dapat berupa rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial (Hermawan & Meutia, 2023). Hunian berimbang diterapkan kepada pembangunan perumahan dengan skala besar yakni perumahan yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

Hunian berimbang identik dengan rasio perbandingan rumah berdasarkan kelompok masyarakat yaitu perbandingan 1:2:3, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang. Artinya, dalam pembangunan perumahan yang memenuhi ketentuan untuk penerapan hunian berimbang, maka setiap pembangunan satu rumah mewah harus dibangun juga dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana. Dengan demikian, pengembang dapat memiliki andil dalam menjamin ketersediaan stok rumah untuk berbagai kelompok masyarakat, terbentuknya komunitas yang rukun dan heterogen, hingga mewujudkan subsidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) serta permukiman (Paramita, 2022).

Akan tetapi, dalam perihal IKN terdapat dua pendorong diadakannya revisi UU IKN yang melibatkan secara langsung konsep hunian berimbang. Pertama, adalah untuk mempercepat ketersediaan hunian yang terjangkau untuk berbagai kelompok masyarakat di kawasan IKN. Kedua, adalah kewajiban dan hutang hunian berimbang oleh para pengembang yang belum terbayar saat melakukan pembangunan perumahan permukiman skala besar di Pulau Jawa. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh keterbatasan lahan hingga harga tanah yang meninggi (Selowati, 2020).

Harga tanah di Indonesia yang diserahkan kepada pasar berpengaruh kepada tingginya harga tanah di Jawa. Hal tersebut menjadi beban finansial yang ditanggung oleh pengembang (Probondaru, 2018). Oleh karena itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, Pasal (25), bagi pengembang yang belum menuntaskan kewajibannya terkait hunian berimbang diwajibkan untuk membantu percepatan penyediaan hunian untuk kawasan IKN.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan hunian berimbang di IKN adalah untuk menyelesaikan permasalahan penyediaan hunian. Keterbatasan lahan dengan harga yang tinggi mengakibatkan pengembang untuk tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Sehingga, pemindahan ibu kota negara di Kalimantan Timur juga dapat menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan penggunaan lahan yang optimal. (MNR)

 

 

Daftar Pustaka

Hermawan, M. I., & Meutia, F. (2023). Pemenuhan Hunian Berimbang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Jurnal Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara, 2(1).

Paramita, M. (2022). Inovasi Kebijakan & Tata Kelola Perkim: Menuju Indonesia Emas 2045. Caritra.

Probondaru, I. P. (2018). Problematika Pelaksanaan hunian berimbang di Indonesia. Hukum Pidana Dan Pembangunan Hukum, 1(1). https://doi.org/10.25105/hpph.v1i1.3580

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Pemberian Perizininan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara

Selowati, D. T., Djunaedi, A., & Marsoyo, A. (2019). Kontroversi Antar Stakeholder Terhadap Kebijakan Hunian Berimbang Pada Rumah Susun di Kota Yogyakarta. PlanoEarth.

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman