Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman mulai dari perencanaan, konstruksi, hingga akhirnya menjadi rumah yang tetap atau settle memiliki berbagai tantangan yang akhirnya mendorong pihak ketiga, yaitu fasilitator untuk berperan aktif mendampingi masyarakat, sehingga masyarakat mampu mewujudkan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang tangguh dan berkelanjutan. Peran fasilitator sebagai pendamping di lapangan sangatlah penting untuk membantu masyarakat mewujudkan pembangunan perumahan, terutama setelah terjadinya bencana yang melanda suatu daerah. Namun, tidak jarang fasilitator perkim menemui berbagai kendala dalam menjalankan tugasnya sebagai fasilitator di daerah.

Pada webinar perkim.id kali ini, akan membahas bagaimana menjadi fasilitator perkim yang handal melalui pemaparan narasumber yang diundang, yaitu Bapak Wijang Wijanarko seorang arsitek pendamping masyarakat dan Bapak Dr. Subari, M.M, seorang praktisi perumahan dan permukiman sekaligus seorang ahli training dan penguatan kelembagaan.

Pemaparan pertama dilakukan oleh Pak Wijang yang diawali dengan penjelasan hal-hal dasar, seperti hubungan rumah dengan penghuninya yang dibedakan menjadi tiga hal, pertama dipandang dari segi sosial sebagai tempat berkomunikasi dan berinteraksi. Kedua, dipandang dari segi ekonomi, yaitu rumah sebagai tempat produksi dan konsumsi. Dan ketiga, dilihat dari segi ritual, yaitu sebagai tempat menjalankan aktivitas ritual individu maupun kelompok.

Pada saat terjadi bencana, seringkali terjadi kebingungan yang terjadi di masyarakat, dan ini akan menimbulkan trauma individu dan selanjutnya berdampak pada trauma di lingkup komunal. Apabila bencana alam tidak ditanggulangi sejak awal, maka akan mendorong terjadinya bencana sosial. Oleh karena itu, diperlukan proses rehabilitasi dan rekontruksi perumahan. Untuk membantu masyarakat dalam memperbaiki atau mengembalikan fungsi rumah, fasilitas umum, fasilitas sosial serta menghidupkan kembali roda perekonomian meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

Secara umum, peran fasilitator terdiri dari empat hal, yaitu sebagai moderator, motivator, narasumber, dan mediator. Sebagai moderator artinya fasilitator mengatur proses dialog agar masyarakat dapat mengungkapkan pengalamannya, menganalisis dan mengembangkan gagasan-gagasan berdasarkan pengalaman masyarakat. Kemudian sebagai motivator maksudnya fasilitator harus mendorong masyarakat untuk bersedia belajar dari orang lain. Sebagai narasumber, yaitu apabila topik pembahasan merupakan hal baru hendaknya fasilitator memberi penjelasan, memberi tahu apa yang baik dan apa yang tidak kepada warga dengan tidak bersifat menggurui. Sebagai mediator, yaitu fasilitator akan memediasi apabila terjadi konflik antara pemerintah dan masyarakat.

Pak Wijang juga mengungkapkan bahwa seorang fasilitator hendaknya menerapkan ilmu dasar social enterpreneur, misalnya dianalogikan tentang perikanan. Social entrepreneur tidak sekedar memberikan pancing atau mengajari seseorang cara menangkap ikan, mereka tidak akan berhenti sampai terjadi sebuah perubahan yang revolusioner dengan mengembangkan industri perikanan. Karakter seseorang yang mengembangkan social entrepreneur, yaitu ambisius, memastikan misi terlaksana, memiliki strategi pelaksanaan yang baik dan tepat, cara pandang yang luas, serta beorientasi pada hasil.

Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Pak Subari yang sudah berpengalaman menjalankan peran sebagai fasilitator bidang perumahan. Di awal sesi pemaparan, Pak Subari menjelaskan bahwa fasilitator memiliki peran utama untuk mengemban misi program dengan cara transfer pengetahuan, keterampilan, nilai dan perubahan perilaku kepada masyarakat, tetapi tidak terkesan menggurui.

Alasan mengapa pengadaan perumahan dan permukiman membutuhkan peran fasilitator, karena pada saat pelaksanaan program, fasilitator berperan untuk memberdayakan masyarakat, mencapai target output, dan menjamin kualitas hasil akuntabilitas penyaluran bantuan perumahan. Kemudian pasca program harapannya penerima manfaat program menjadi mandiri untuk meningkatkan                kualitas dan pengembangan rumah.

Isu-isu terkait fasilitator yang sering ditemui di lapangan, yang mengakibatkan fasilitator tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, diantaranya: kurang kompetensi yang memperhatikan latar belakang pendidikan formal, tidak memperhatikan bukti pengalaman dan kemampuan pekerjaan sebagai fasilitator, tidak dilakukan penilaian kemampuan secara khusus, orang yang tidak tepat, pertimbangan kedekatan dengan pemangku program, tidak mendapat orientasi yang cukup terkait tugas dan peran serta target kinerjanya, serta tidak dilakukan monitoring dan evaluasi kinerja fasilitator.

Dalam menjalankan tugasnya, fasilitator memiliki empat esensi yang melekat dalam diri fasilitator, yaitu enabler, motivator, trainer, dan partner. Pertama, sebagai enabler, fasilitator menjadikan penerima manfaat program mampu memenuhi, menjalankan prosedur yang harus dipenuhi dan menjawab permasalahan dan kebutuhannya sendiri. Kedua, sebagai motivator, fasilitator berperan menjadikan penerima manfaat program menjadi peduli dan mau bergerak. Ketiga sebagai trainers, fasilitator dapat memberikan transfer pengetahuan dan keterampilan baru. Dan keempat, sebagai partner, fasilitator harapannya dapat memberi penerima manfaat program dalam proses pemenuhan prosedur, membangun motivasi, dan proses pembelajaran dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan baru.

Seorang fasilitator yang handal memiliki beberapa karakter khusus, seperti memahami dan menguasai konteks program yang difasilitasi, memahami isu dan permasalahan yang dihadapi, bisa menemukan isu strategis atau inti permasalahan dan apa yang harus dilakukan, bermental solutif, selalu berpikir bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, berpikir inovatif untuk hasil yang bernilai, menyadari mandat, misi dan menjaga nilai dari program yang difasilitasi, serta tidak hanyut dalam keinginan bebas yang berujung pada tidak tercapainya misi program.

Sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dihindari dalam menjalankan tugas sebagai fasilitator, yaitu sikap inferior, yang berpikir bahwa “saya ini hanya fasilitator”, merasa lebih rendah dari profesi dengan                 sebutan konsultan dan tidak percaya diri. Selanjutnya, memiliki anggapan salah bahwa fasilitator itu hanya berhubungan dengan pendampingan masyarakat. Sikap yang harus dihindari lainnya, yaitu sikap merasa cukup dan tidak termotivasi untuk belajar mengembangkan diri untuk menguasai substansi program yang difasilitasi. Jika ingin dikatakan sebagai fasilitator yang handal, maka fasilitator harus dapat membuktikan bahwa mereka mampu melampaui target yang harus dipenuhi, mampu berbagi ilmu keberhasilan dan ide solusi, serta berpikiran out of the box terhadap pencapaian target supaya lebih efisien dan efektif.

Untuk menjadi fasilitator di bidang perkim ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu Lembaga dan Tim Penjaminan Mutu Profesi Fasilitator, pengembangan kapasitas fasilitator yang berkelanjutan dan terupdate, sertifikasi profesi berdasarkan jenjang kualifikasi, jejaring fasilitator terlatih di semua level, pengembangan basis data fasilitator terlatih, serta advokasi pemberdayaan fasilitator berkompetensi/terlatih oleh seluruh kementerian pengguna jasa tenaga fasilitator terlatih.

Walaupun banyak tantangan dalam menjalankan peran sebagai fasilitator perkim, namun peran fasilitator sangat dibutuhkan di lapangan. Dalam penutup, kedua narasumber juga mengajak para fasilitator untuk bergerak bersama agar dapat menjalankan fungsi dengan baik, berperan efektif dan bisa memberi solusi bagi pemerintah. (EG)