Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mewajibkan seluruh pekerja di Indonesia untuk menjadi peserta telah memicu kontroversi dan protes di berbagai kalangan. Kebijakan ini, yang bertujuan untuk mengatasi backlog perumahan yang tinggi dan meningkatkan akses masyarakat terhadap tempat tinggal yang layak, ternyata menimbulkan sejumlah tantangan dan pertanyaan. Pekerja mengeluhkan tambahan beban finansial akibat iuran Tapera yang dinilai memberatkan di tengah berbagai kewajiban lainnya.

Mengapa Tapera menuai protes? Kebijakan terbaru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera mewajibkan seluruh pekerja dengan gaji diatas UMR, untuk menjadi peserta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Peserta yang dimaksud mencakup pekerja dan pekerja mandiri, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA), yang memiliki visa kerja di Indonesia minimal selama enam bulan. Aturan Tapera mengharuskan pekerja untuk menyumbang 3% dari gaji mereka, dengan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja (Pangestu, 2024; Presiden Republik Indonesia, 2024).

Kebijakan tersebut menimbulkan protes dari berbagai kalangan (BBC, 2024), khususnya pekerja yang mengeluhkan bahwa kontribusi Tapera menambah beban finansial di tengah berbagai iuran lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi, manfaat Tapera baru dapat dirasakan dalam jangka panjang setelah dana diinvestasikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan dan efektivitas kebijakan Tapera, terutama bagi pekerja dengan penghasilan pas-pasan. Namun, pemerintah optimis bahwa Tapera akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Dengan mengumpulkan dana dari jutaan pekerja, Tapera diharapkan dapat menyediakan pembiayaan perumahan yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor properti dan menciptakan lapangan kerja baru.

Data Kementrian PUPR dan The World Bank (2023) menunjukkan bahwa backlog perumahan di Indonesia mencapai tingkat yang sangat tinggi. Backlog, sebuah istilah yang sering digunakan dalam sektor perumahan dan permukiman, mengacu pada krisis kebutuhan akan kepemilikan rumah (Nurdifa, 2023). Pada tahun 2023, backlog perumahan di Indonesia mencapai angka 12,7 juta, meningkat sebesar 1,7 juta dari tahun sebelumnya. Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah, mengingat kebutuhan akan kepemilikan rumah setiap tahunnya berkisar antara 600 ribu hingga 800 ribu (Brilian, 2024). Kondisi ini menyebabkan banyak masyarakat, terutama generasi muda, kesulitan memiliki rumah sendiri. Tapera diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini.

Kendati demikian, regulasi terkait Tapera memerlukan pemahaman mendalam tentang kondisi ekonomi dan sosial masyarakat untuk mengidentifikasi solusi yang lebih adil dan efektif. Kebijakan perumahan yang baik harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk beban finansial yang sudah ditanggung pekerja melalui berbagai potongan gaji yang ada. Penerapan kebijakan Tapera akan lebih ideal bila mempertimbangkan dampak terhadap berbagai kelompok pekerja, dan tidak hanya sekadar mendukung kepemilikan rumah tanpa menambah beban finansial baru. Untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan kebijakan Tapera, terdapat beberapa langkah perlu dipertimbangkan:

  • Kebijakan Tapera sebaiknya lebih fokus pada pekerja yang belum memiliki rumah atau memiliki rumah dengan kualitas yang buruk. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan verifikasi kepemilikan rumah secara lebih ketat.
  • Pemerintah dapat memberikan insentif bagi pekerja yang sudah memiliki rumah namun ingin meningkatkan kualitas rumahnya. Misalnya, melalui program renovasi rumah.
  • BP Tapera harus meningkatkan transparansi dalam pengelolaan dana dan memberikan informasi yang jelas kepada peserta mengenai perkembangan investasi mereka.
  • Pemerintah sebaiknya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja, pengusaha, dan akademisi, dalam merumuskan aturan Tapera yang lebih baik.

Penerapan kebijakan yang lebih terarah akan menghindari ketidakadilan dan beban tambahan yang tidak perlu bagi masyarakat. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan aspek sosial dari kebijakan Tapera. Kebijakan ini harus dirancang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang beragam. Misalnya, pekerja informal atau pekerja dengan penghasilan tidak tetap perlu mendapatkan perlakuan khusus agar tidak terbebani oleh iuran Tapera.

Untuk mewujudkan akses perumahan yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif, inklusif, dan berkelanjutan. Pemerintah, bersama dengan pemangku kepentingan lainnya, sudah semestinya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Tapera dan melakukan penyesuaian yang diperlukan agar program ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Evaluasi ini harus mencakup berbagai aspek, termasuk mekanisme pendanaan, efektivitas distribusi, dan pemanfaatan dana Tapera. (FPU)

 

 

Sumber:

BBC. (2024). Mengapa Tapera disebut “tidak masuk akal” menyediakan hunian rakyat yang terjangkau? BBC https://www.bbc.com/indonesia/articles/cyxxjdwk5z8o

BP Tapera. (2024). BP Tapera Homepage. Tapera.Go.Id. https://www.tapera.go.id/home/

Brilian, A. P. (2024). Backlog Rumah: Pengertian, Jumlah dan Persoalannya. DetikProperti. https://www.detik.com/properti/tips-dan-panduan/d-7378912/backlog-rumah-pengertian-jumlah-dan-persoalannya

Kementrian PUPR, & The World Bank. (2023). Penyediaan Rumah di Indonesia Penyediaan Rumah yang Terjangkau di Indonesia. http://nahp.pu.go.id/assets/files/storage/NAHP_Book_-_versi_Bahasa_Indonesia.pdf

Nurdifa, A. R. (2023). Indonesia Butuh 14 Juta Rumah sampai 2045, Begini Jurus Jitu Bank BTN. ekonomi.bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20230126/47/1621887/indonesia-butuh-14-juta-rumah-sampai-2045-begini-jurus-jitu-bank-btn

Pangestu, I. I. (2024). Tapera: Aturan, Peserta, dan Besar Iuran. DetikProperti. https://www.detik.com/properti/berita/d-7380658/tapera-aturan-peserta-dan-besar-iuran

Presiden Republik Indonesia. (2024). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2012. In peraturan.bpk.gp.id. https://peraturan.bpk.go.id/Details/286236/pp-no-21-tahun-2024