Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal sekaligus sarana membina keluarga. Rumah menjadi hak dasar yang harus dipenuhi sesuai kriteria standar agar layak untuk dihuni. Namun, pada kenyataannya masih terdapat masyarakat yang belum mempunyai rumah layak huni khususnya bagi kelompok masyarakat miskin.

Masyarakat miskin mempunyai keterbatasan akses terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak baik secara keterjangkauan maupun aksesibilitas. Jangankan untuk membeli rumah, pendapatan yang rendah ini saja tak jarang belum mampu mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari. Hal ini mengakibatkan semakin sulitnya menjangkau harga rumah. Masyarakat miskin juga terkendala akses perbankan karena pendapatan yang tidak tentu tidak dapat dijadikan sebagai jaminan untuk mencicil rumah.

Hak atas perumahan telah diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD RI 1945, UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Pasal 40 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Seluruh aturan tersebut menyatakan bahwa setiap orang, termasuk masyarakat miskin, berhak bertempat tinggal di rumah yang layak dengan harga terjangkau dimana negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam rangka memenuhi amanat tersebut, negara melalui Kementerian PUPR dengan kerjasama swasta dan perbankan melaksanakan program pemenuhan kebutuhan perumahan yang difokuskan untuk mengentas angka kemiskinan di Indonesia.

Program pembangunan perumahan yang dilakukan pemerintah tidak hanya berdampak pada terpenuhinya kebutuhan dasar hunian, namun juga harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakatnya secara berkelanjutan. Kebijakan mengalokasikan dana untuk sektor bangunan tempat tinggal ternyata mempunyai dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Analisis yang dilakukan BPS menunjukkan jika pelaksanaan pembangunan rumah secara nasional tentu membutuhkan tenaga kerja lapangan yang mampu menyerap hingga 120 ribu orang. Hal ini secara bertahap berimbas pada peningkatan pendapatan rumah tangga miskin hingga 0,27%. Dari alokasi dana yang mencapai 4,96 triliun pada tahun 2020 sendiri, jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap oleh program pemenuhan kebutuhan rumah hingga mencapai 101.771 orang.

Pada pasca penyediaan rumah, ketersediaan rumah sebagai tempat tinggal ini dapat memberikan pengaruh positif pada psikologis dan kesehatan rumah tangga. Kondisi ini akan mempengaruhi peningkatan produktivitas rumah tangga. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya pendapatan secara berkelanjutan sehingga mampu membantu memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Ketika secara ekonomi masyarakat sudah mampu dan terpenuhi, maka kecenderungan kesadaran masyarakat untuk menjaga kualitas rumah dan lingkungan sekitarnya pun meningkat. Dengan demikian, penurunan kualitas lingkungan perumahan di masa yang akan datang dapat diminimalisir.

Bukan hal yang tidak mungkin untuk meningkatkan ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat miskin melalui penyediaan rumah yang layak huni. Terbukti bahwa adanya bantuan program penyediaan rumah ini mampu memberikan efek berganda sejak pra hingga pasca pembangunan baik secara ekonomi maupun lingkungan. (KB)

 

 

Referensi:

Hartono, Djoni. (2012). Peranan Sektor Perumahan Terhadap Perekonomian Indonesia. Diakses dalam https://www.slideshare.net/OswarMungkasa/dampak-pembangunan-perumahan-terhadap-perekonomian-indonesia pada 28 September 2021

Putra, I. D. G. A. D., & Yana, A. A. G. (2007). Pemenuhan Atas Perumahan Salah Satu Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Permukiman NATAH, 5(2), 62-108.

Syaputra, D. A., Prakasita, D. G., Aulia, C., Roring, D., & Aditama, F. (2021). PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI UNTUK PENGENTASAN KEMISKINAN. Jurnal Kommunity Online, 1(2).

https://pu.go.id/berita/puncak-peringatan-hapernas-2021-menteri-basuki-tekankan-program-perumahan-fokus-pada-pengentasan-kemiskinan-dan-penurunan-stunting

http://disperkim.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2019/03/TAYANGAN-SESDITJEN-KEBIJAKAN-PENYEDIAAN-PERUMAHAN-2020-FINAL.pdf