Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) BPS 2024, angka backlog perumahan di Indonesia mengalami penurunan dari 10,51 juta unit pada tahun 2022 menjadi 9,9 juta unit pada tahun 2023. Meskipun terjadi penurunan, angka 9 juta unit masih menunjukkan kebutuhan perumahan yang sangat besar dan mendesak. Dalam konteks ini, konsep hunian berimbang menjadi sangat relevan. Dengan menghadapi tantangan besar ini, penting untuk memahami bagaimana prinsip hunian berimbang dapat memainkan peran kunci dalam merespons kebutuhan perumahan yang terus berkembang dan menciptakan solusi yang inklusif serta berkelanjutan.
Apa itu Hunian Berimbang?
Hunian berimbang adalah konsep yang menekankan pentingnya keseimbangan dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Komposisi antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah harus disusun secara proporsional agar setiap golongan masyarakat memiliki akses yang adil terhadap tempat tinggal yang layak, terlepas dari status sosial ekonomi mereka.
Hunian berimbang menjadi salah satu pendekatan untuk mengatasi permasalahan backlog perumahan yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Backlog perumahan yang tinggi mengindikasikan adanya ketidakseimbangan dalam penyediaan hunian, dimana permintaan (demand) akan tempat tinggal jauh melebihi pasokan (supply), terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Konsep hunian berimbang hadir sebagai solusi dari sisi supply/pasokan untuk mengatasi permasalahan backlog dengan cara mendorong pengembangan perumahan yang tidak hanya fokus pada segmen pasar atas, tetapi juga menyediakan pilihan hunian yang terjangkau bagi MBR. Dengan demikian, hunian berimbang tidak hanya menjadi solusi untuk mengurangi backlog perumahan, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan permukiman yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Mengurai Konsep Hunian Berimbang
Di Indonesia, konsep hunian berimbang diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kedua regulasi ini mengamanatkan bahwa setiap pembangunan perumahan harus mematuhi prinsip keseimbangan dengan proporsi yang tepat antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. Rasio 1:2:3, yang berarti setiap satu unit rumah mewah harus diimbangi dengan dua unit rumah menengah dan tiga unit rumah sederhana, menjadi acuan yang wajib diikuti oleh para pengembang. Ini bukan hanya berlaku untuk proyek besar, tetapi juga untuk proyek perumahan yang lebih kecil, meskipun dengan alternatif komposisi yang lebih fleksibel
Misalnya, untuk perumahan selain skala besar, pengembang bisa memilih antara tiga opsi. Pertama, mengikuti rasio 1:2:3 seperti dalam proyek besar. Kedua, membangun satu rumah mewah dengan diimbangi minimal tiga rumah sederhana, tanpa kewajiban membangun rumah menengah. Alternatif terakhir adalah membangun dua rumah menengah yang diimbangi dengan tiga rumah sederhana. Dengan adanya fleksibilitas ini, pengembang memiliki kebebasan dalam merancang kawasan yang tetap seimbang dan inklusif.
Hunian Berimbang Sebagai Strategi Cerdas Dalam Menyelesaikan Backlog Perumahan Indonesia
Hunian berimbang menawarkan solusi penting dalam mengatasi permasalahan backlog perumahan yang masih signifikan di Indonesia. Konsep hunian berimbang memastikan bahwa semua lapisan masyarakat mendapatkan akses yang layak terhadap tempat tinggal. Dengan pendekatan ini, pengembang tidak hanya memenuhi kebutuhan perumahan secara struktural tetapi juga mengatasi kesenjangan sosial dengan distribusi sumber daya dan infrastruktur yang lebih merata. Subsidi silang, di mana keuntungan dari rumah menengah dan mewah digunakan untuk membiayai rumah sederhana dan fasilitas dasar. Memastikan bahwa seluruh penghuni, tanpa memandang status ekonomi, dapat menikmati lingkungan yang berkualitas. Dengan demikian, hunian berimbang tidak hanya mengurangi backlog tetapi juga menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dengan memastikan proporsi yang adil antara rumah sederhana, menengah, dan mewah, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan perumahan tetapi juga menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan harmonis. Mari kita dorong pengembang untuk mematuhi regulasi hunian berimbang sehingga setiap lapisan masyarakat dapat menikmati tempat tinggal yang layak. Bersama-sama, kita bisa mewujudkan masa depan perumahan yang lebih adil dan berkelanjutan. (AAR)
Sumber:
Hukum Online. (2016). Empat Hal Ini Hambat Implementasi Hunian Berimbang Untuk Masyarakat Kecil. https://www.hukumonline.com/berita/a/4-hal-ini-hambat-implementasi-hunian-berimbang-untuk-masyarakat-kecil-lt5707755781436/
Maharani, S. (2015). Pembangunan Perumahan Dengan Hunian Berimbang Bagi Pemenuhan Kebutuhan Rumah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah. https://media.neliti.com/media/publications/233674-pembangunan-perumahan-dengan-hunian-beri-7d8367bc.pdf
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang. https://peraturan.go.id/id/permenpera-no-7-tahun-2013