Demografi adalah salah satu dari tiga tantangan terbesar bagi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman (perkim) di Indonesia (Paramita, 2022). Perubahan demografi seringkali diiringi dengan generasi yang menempati usia kerja. Penduduk usia kerja merupakan penduduk berumur 15 tahun atau lebih, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal (69) Ayat (1). Saat ini pembagian penduduk Indonesia dipenuhi oleh Generasi Y atau milenial dan Generasi Z atau Gen Z (BPS, 2020). Akan tetapi, menurut buku Inovasi Kebijakan dan Tata Kelola Perkim, perubahan generasi juga membawa perubahan terhadap preferensi hunian. Apa maksudnya?
Milenial memang menempati usia kerja akan tetapi kemampuan ekonomi mereka tidak dapat dikatakan stabil (Paramita, 2022). Bagi generasi muda, membeli rumah dengan harapan memiliki rumah adalah tujuan yang sulit (Mulyani, 2022). Saat ini kebutuhan hunian milenial dipenuhi melalui hunian dengan sistem sewa, baik itu sewa apartemen, rumah kontrak, hingga kost. Akan tetapi, regulasi rumah sewa hanya terbatas kepada rumah susun sewa atau rusunawa. Walaupun terdapat berbagai macam tipe hunian sewa yang dapat diakses, regulasi terkait penyewaan belum berkembang sejak tahun 2011 (Paramita, 2022). Mengapa regulasi rumah sewa penting?
Ketidakstabilan ekonomi mengakibatkan milenial untuk mengantongi anggaran yang terbatas. Sehingga, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) milenial hanya bisa mengakses rumah sewa yang murah namun tidak sesuai standar bahkan tidak layak huni. Rumah tidak layak huni atau RTLH tersebut dipengaruhi oleh harga rumah dan tanah yang melambung tinggi. Harga rumah dan tanah yang tinggi membuat pengembang melakukan pemotongan biaya pembangunan melalui penurunan kualitas rumah.
Rumah sewa memiliki empat kelebihan yang dapat membantu generasi baru untuk memenuhi kebutuhan hunian mereka. Pertama, rumah sewa mampu memberikan keleluasaan pilihan untuk menentukan hunian. Rumah sewa menjadi pilihan hunian strategis atas kesesuaiannya terhadap gaya hidup milenial yang praktis dan fleksibel. Kedua, rumah sewa dapat menekan pengeluaran. Hal tersebut penting untuk generasi milenial dengan penghasilan yang belum stabil. Ketiga, rumah sewa memungkinkan berpindah-pindah rumah. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik generasi milenial yang notabene memiliki gaya hidup yang berpindah-pindah atau budaya nomaden (Paramita, 2022). Terakhir, rumah sewa efisien dalam penggunaan ruang. Kelebihan tersebut sangat menguntungkan bagi negara dan pengembang yang seringkali menghadapi sengketa kepemilikan tanah.
Jadi, apa yang bisa dipelajari dari tantangan ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa ekosistem perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia jauh dari ideal. Baik itu dari skema pembiayaan hingga penyediaan rumah. Namun, program pembiayaan ataupun regulasi perumahan tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak sesuai dengan target sasaran.
Menurut Buku Inovasi Kebijakan dan Tata Kelola Perkim: Menuju Indonesia Emas 2045, aspek demografi seperti kelompok usia, kondisi sosial dan ekonomi, maupun mobilitas penduduk merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam mendesain suatu rencana program (Paramita, 2022). Sehingga, seiring berjalannya waktu diperlukan perubahan dan pembaruan terkait regulasi perkim. Ditambah pula program pembiayaan-penyediaan rumah yang sesuai dengan demografi usia kerja atau target sasaran.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (2020). Hasil Sensus Penduduk 2020.
Mulyani, S. (2022). Road to G20 – Securitization Summit.
Paramita, M. (2022). Inovasi Kebijakan & Tata Kelola Perkim: Menuju Indonesia Emas 2045. Caritra.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.