Pandangan Indonesia Emas 2045, adalah keinginan dari pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berdaulat, mandiri, sejahtera, dan maju pada tahun 2045. Namun, bagaimana bisa Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara maju disaat rakyatnya masih sulit memiliki tempat tinggal yang layak? Nyatanya, kesenjangan rumah di Indonesia dengan rumah yang dibutuhkan rakyat atau disebut backlog selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Pembicaraan ini muncul dalam webinar “Focus Discussion Group – Potensi Pengembangan Program FLPP dan Tapera” pada Selasa, 26 September 2023. Menurut Pak Arief Sabaruddin, selaku peneliti utama bidang perumahan di Kementerian PUPR, angka backlog pada saat masa kepresidenan Megawati mencapai 5,4 juta namun naik menjadi 12,75 juta atau 2 kali lipat pada tahun 2022. Penelitian lain oleh tim HREIS menyatakan juga bahwa backlog pada tahun 2021 mencapai 12,71 juta. Padahal, pemerintah sudah melakukan banyak hal untuk mengatasi backlog ini. Seperti KPR melalui FLPP, SSB, BP2PT, SBUM dan yang baru ini adalah Tapera. Akan tetapi, dengan peningkatan backlog diatas, apakah upaya pemerintah ini sudah cukup?
Banyak hal yang masih bisa dilakukan oleh pemerintah dalam ketersediaan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau disingkat MBR. Seperti perbanyakan jenis rumah hingga pengembangan program baru atau modifikasi program lama. Dalam membangun rumah ada dua hal yang harus disiapkan terlebih dulu, yaitu tanah dan modal.
Ketersediaan tanah selalu menjadi masalah utama dalam membangun rumah apalagi dikawasan perkotaan. Sudah tanah semakin langka harganya juga menjulang tinggi. Pembangunan rumah di Indonesia juga dipenuhi dengan rumah tapak deret yang memakan tanah luas. Hasilnya adalah terbentuk perumahan yang semrawut atau urban sprawl. Kota semakin tidak efisien, perumahan semakin jauh dari tengah kota, rakyat miskin semakin terpinggirkan, hingga lingkungan kumuh semakin tidak beraturan (OECD, 2018).
Modal juga seringkali menjadi masalah bagi MBR. Tidak banyak pengembang yang memiliki modal untuk membangun rumah. Sehingga, modal membangun rumah dibebankan kepada MBR dengan harga rumah yang tinggi. Namun, apabila modal membangun tidak cukup maka yang sering terjadi adalah penurunan kualitas rumah tersebut. Pada akhirnya, rumah tersebut dibangun tidak sesuai dengan standar seperti rumah sempit serta kurangnya sarana dan prasarana layaknya penghawaan, pencahayaan, sanitasi ataupun bahan bangunan yang jauh dari kata layak.
Lalu apa solusinya? Pertama – tama Indonesia harus mulai dikenalkan dengan jenis rumah yang lain. Rumah tapak (private housing) memang jenis rumah yang populer di Indonesia, namun kebutuhan tanah yang luas menjadikan jenis rumah tersebut tidak sesuai mengatasi hunian untuk MBR. Sehingga banyak jenis rumah lain yang bisa dipergunakan sebagai alternatif. Seperti rumah kopel, rumah komunal, rumah susun, dan juga rumah maisonet.
Rumah susun sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak tahun 1970-an, namun pembangunan rumah susun masih terbatas. Sejauh ini hanya tersedia 528 unit rumah susun (Sabaruddin, 2023). Padahal rumah susun merupakan jawaban untuk hunian di daerah perkotaan. Dengan alokasi lahan yang tidak begitu besar, mampu memberikan hunian untuk berpuluh – puluh keluarga melalui pembangunan keatas atau vertikal.
Selanjutnya, rumah tapak deret juga dapat digantikan dengan rumah maisonet. Rumah maisonet adalah rumah yang berlantai dua namun tidak seluas rumah tapak deret (PUPR, 2020). Sehingga kebutuhan luas minimal dapat tercapai dan mampu memotong harga rumah.
Terakhir adalah melalui pengembangan program baru atau modifikasi program lama. Sejauh ini program perumahan di Indonesia lebih mengedepankan rumah tapak deret. Sehingga pembangunan rumah susun dan rumah jenis lainnya terhambat. Padahal masing – masing rumah mengalami proses pembangunan dan penyediaan yang berbeda (Sabaruddin, 2023). Perlu adanya program yang khusus untuk KPR rumah susun ataupun subsidi kredit untuk pembangunan rumah bagi pengembang.
Melalui langkah – langkah diatas, tidak hanya MBR dapat memiliki rumah sendiri, pengembang juga diberikan kemudahan dalam penyediaan rumah untuk MBR. Sehingga, diharapkan pada tahun 2045, Indonesia telah menjadi negara maju dengan masyarakat yang terpenuhi kebutuhan huniannya dengan layak. (MNR)
Daftar Pustaka:
Kementrian PUPR, (2020), Rumah Maisonet: Hnian pada Lahan Kecil
Kementerian PUPR, (2021). Laporan Profil Perumahan di Indonesia 2021. https://hreis.pu.go.id/grid_t_publikasi_publik_list/
Sabaruddin, A. (2023), FGD Pengembangan Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Webinar.
Sabaruddin, A. (2023), Ekosistem Perumahan
OECD (2018), Rethinking Urban Sprawl: Moving Towards Sustainable Cities, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789264189881-en