Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan kota yang terlampau pesat memaksa kawasan di sekitarnya berkembang untuk dapat menampung luapan kegiatan dan aktivitas kota tersebut. Peri urban atau wilayah pinggiran yang sebelumnya merupakan wilayah pedesaan berkembang secara signifikan setelah memperoleh dampak luapan kegiatan kota dan kemudian memiliki sifat-sifat campuran dari keduanya. Dengan berbagai macam dinamika yang terjadi, wilayah pinggiran ini memiliki peran penting dalam perkembangan kota dimasa depan, dimana jika tak diperhatikan dengan serius, maka akan muncul berbagai permasalahan baik spasial, ekonomi dan juga budaya.
Beberapa kota besar di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, seperti Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta, merupakan beberapa contoh wilayah di Indonesia yang secara gamblang menunjukkan bagaimana wilayah peri-urban muncul sebagai dampak dari perluasan wilayah perkotaan. Wilayah peri urban adalah wilayah sekitar atau pinggiran kota, dimana wilayah ini terletak diantara wilayah yang bersifat kekotaan sepenuhnya dan wilayah yang bersifat pedesaan sepenuhnya. Dari beberapa contoh wilayah tersebut, perkembangan dan penanganan wilayah peri-urban relatif berbeda, tergantung bagaimana strategi masing-masing stakeholders daerah mengelola kawasan peri-urban tersebut, pada konteks sinkronisasi kawasan perkotaan dengan wilayah peri-urbannya. Sebagai contoh, Kota Surakarta merupakan pusat perkembangan kawasan subosukowonosraten, dimana salah satu wilayah peri-urbannya adalah Kabupaten Sukoharjo. Menyikapi potensi luapan kegiatan perkotaan tersebut, pemerintah Kabupaten Sukoharjo kemudian mengembangkan kabupatennya untuk mendapat keuntungan dari pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta dengan membangun kawasan penyangga yang dinamakan Solo Baru, dimana kawasan ini memang didesain untuk mengisi luapan aktivitas Kota Surakarta baik aktivitas perdagangan maupun kebutuhan hunian.
Berbeda halnya dengan Kabupaten Sidoarjo yang merupakan wilayah peri-urban dari Kota Surabaya. Perkembangan Kota Surabaya, bisa dipastikan akan memengaruhi kawasan sekitarnya, salah satunya adalah Kabupaten Sidoarjo. Namun, dalam pengelolaannya, Kabupaten Sidoarjo belum memiliki arah pengembangan yang pasti terkait dengan perannya sebagai wilayah peri-urban dari Kota Surabaya sehingga perubahan yang terjadi akibat proses urbanisasi kawasan penyangga dianggap merugikan kawasan peri urban.
“Selama ini Sidoarjo hanya menjadi kota “limpahan” kepentingan Kota Surabaya saja. Di Sidoarjo jumlah rumah sebenarnya sudah cukup, namun pengembang masih tetap saja membangun rumah (rumah sederhana) sebagai kewajibannya karena sudah membangun rumah mewah di Surabaya…” (Kepala Bapekab Sidoarjo)
Selain dua kota tersebut, Kota Yogyakarta memberikan gambaran jelas mengenai bagaimana kawasan peri-urban berkembang. Di kota ini, dapat kita temui fenomena perkembangan perumahan dan permukiman yang mengarah pada fenomena terbentuknya wilayah peri-urban dimana perumahan banyak terbangun di wilayah sekitar kota seperti Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Pada umumnya, masyarakat akan mencari rumah hunian perkotaan dengan harga yang tidak semahal di pusat kota dan tidak berjarak terlalu jauh dari tempat kerja.
Dari beberapa contoh aktivitas perkembangan wilayah peri urban diatas sebenarnya permasalahan utama terletak seberapa jauh para stakeholder, terutama pemerintah mau menyadari bahwa perkembangan wilayah peri urban adalah sebuah keniscayaan yang akan menjadi wajah kota masa depan. Dengan adanya kesadaran inilah setiap pihak akan tergerak untuk lebih memperhatikan perkembangan kawasan peri-urbannya meskipun secara administrasi masuk dalam wilayah daerah lain.
Dengan begitu, dapat kita tarik kesimpulan bahwa kawasan peri urban memerlukan perhatian khusus dalam menangani perkembangannya, dimana perlu adanya kejelasan arah pengembangan baik dari pihak pusat kota atau wilayah peri urbannya, untuk mewujudkan perannya sebagai bagian dari wajah kota di masa depan. Dengan adanya arah pengembangan yang baik, maka pengendalian perkembangan wilayah peri urban akan semakin tertata. Perlu adanya kesadaran berbagai pihak terkait dengan hal ini, dimana memang harusnya muncul kedewasaan antar wilayah untuk mau bekerja sama dalam upaya sinkronisasi perencanaan antar wilayah baik dalam bentuk forum koordinasi ataupun kebijakan antar daerah guna mewujudkan wajah kota di masa depan yang lebih baik.