Pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan berdampak pada permintaan akan perumahan perkotaan yang terus meningkat. Namun bertambahnya permintaan perumahan di perkotaan justru dibarengi dengan jumlah atau luasan tanah di perkotaan yang semakin berkurang setiap waktunya. Akibatnya permukiman penduduk perkotaan menjadi semakin padat dan cenderung menimbulkan aspek fisik yang negatif, seperti lingkungan kumuh, rawan kebakaran, banjir, dan sebagainya.

Dalam siaran pers pada Kamis (9/7/2020) lalu, Plt Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN Ruminah menjelaskan bahwa suplai tanah yang sangat terbatas menyebabkan tanah untuk perumahan perkotaan semakin mahal dibandingkan tingkat pendapatan masyarakat. Kampung vertikal ditengarai sebagai sebuah solusi untuk kebutuhan tanah bagi perumahan perkotaan.

Kampung vertikal bertujuan untuk membangun perumahan perkotaan yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan, mengingat semakin tingginya urbanisasi dan kebutuhan perumahan di perkotaan. Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) merupakan salah satu bentuk kampung vertikal yang telah dilakukan oleh pemerintah di berbagai kota untuk mencegah timbulnya permukiman kumuh dan efisiensi lahan, sehingga lahan dapat dimanfaatkan untuk penyediaan fasilitas sosial, fasilitas umum, ruang terbuka hijau dan ruang publik untuk masyarakat.

Konsep pembangunan kampung vertikal sebenarnya bukanlah suatu konsep yang baru. Kota-kota dan negara di Eropa dan Asia sudah lebih dulu menjalankan kebijakan tersebut. Di Belanda misalnya, kampung vertikal mulai terasa dibutuhkan pada era industrialisasi dan modernisasi pada tahun 1930, dimana pertumbuhan penduduk meningkat tajam. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun agar warga yang tinggal di sekitaran kanal bersedia untuk dipindahkan dan ditata hingga akhirnya tinggal di kampung vertikal yang telah dibangun.

Di Korea Selatan, kampung vertikal mulai dibangun pada tahun 2000 setelah sebelumnya banyak tumbuh permukiman kumuh akibat dari ledakan penduduk pada tahun 1960 hingga 1970. Sementara itu di Malaysia, pembangunan kampung vertikal juga menjadi sebuah solusi untuk kebutuhan perumahan perkotaan.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan kampung vertikal tentunya harus dibarengi dengan standar minimal fasilitas umum dan fasilitas sosial berdasarkan jumlah warganya. Perlu adanya studi lanjutan dan peraturan-peraturan terkait untuk mengatur sistem, legalitas, dan operasional kampung vertikal ini. Maka dari itu, dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk dapat menciptakan lingkungan perkotaan yang menjunjung aspek kenyamanan dan keberlanjutan pada masa yang akan datang. (AA)