Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini masih terus menggodok konsep penyediaan perumahan berbasis komunitas. Pada tahun 2020, PUPR mengatakan bahwa sudah terdapat 32 Kabupaten/Kota yang mengajukan Bantuan Perumahan Berbasis Komunitas, hal ini menunjukkan bahwa perumahan komunitas masih menjadi alternatif penyediaan rumah di Indonesia.
“Perumahan Komunitas” menjadi tema utama dalam Webinar Perkim seri 20 yang diselenggarakan HRC Caritra pada Kamis, 22 April 2021. Webinar kali ini membahas tentang perumahan komunitas dari sisi pengelolaan dan kelembagaannya dengan mengundang Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D sebagai narasumber.
Pak Bobby, begitu panggilan akrab dari narasumber, mengatakan bahwa terdapat banyak urgensi-urgensi dalam penyediaan perumahan komunitas, antara lain adalah hak atas rumah yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia serta kaitannya dengan Kota Inklusif dimana semua masyarakat mampu hidup bersama-sama dengan aman dan nyaman. Terdapat pula urgensi untuk memberikan kesempatan yang sama dalam dimensi spasial, sosial dan ekonomi tanpa adanya diskriminasi untuk menjamin hak atas rumah seluruh warga kota dengan menyediakan perumahan informal, perumahan swadaya, dan perumahan komunitas/Community.
Selain itu, menurut Pak Bobby, tujuan penyelenggaraan program perumahan berbasis komunitas antara lain untuk menguatkan swadaya masyarakat dalam membangun perumahan yang partisipatif dan inklusif dengan program Perumahan Berbasis Komunitas. P2BK merupakan program bantuan/subsidi pemerintah melalui Kementerian PUPR yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dengan target/sasarannya adalah MBR.
Ada 5 kriteria komunitas masyarakat yang menjadi target pelaksanaan program tersebut. Pertama, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), adalah mereka yang berpenghasilan mulai Rp 1,2 juta hingga 2,6 juta. Kedua, belum pernah memiliki rumah/memiliki lahan atas nama sendiri atau berkelompok. Ketiga, komunitas yang terdiri dari minimal 50 Kepala Keluarga (KK) dan keseluruhan anggotanya adalah MBR. Kriteria selanjutnya adalah komunitas yang berbadan hukum, jika tidak berbadan hukum maka harus memiliki akta pendirian dan tercantum dalam AD/ART. Sedangkan kriteria terakhir adalah komunitas tersebut ditetapkan oleh Walikota/Bupati.
Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D mengatakan bahwa penyediaan perumahan komunitas cukup mendapat sambutan pemerintah daerah dan persoalan tanah untuk komunitas di respon oleh mitra/developer dengan biaya konstruksi yang terjangkau. Di Indonesia sendiri targetnya 200.000 unit per tahun dan menurutnya itu cukup ambisius.
Penyediaan perumahan komunitas adalah inovasi yang bagus, Perumahan komunitas telah menerima dukungan dari pemerintah dengan signifikan sehingga mampu menumbuhkan pasokan perumahan sewa yang terjangkau untuk masyarakat umum. Namun pelaksanaan dari Perumahan Komunitas masih perlu dimonitor keberlanjutannya dan memerlukan kerangka kelembagaan yang lebih “independent” serta masih perlu belajar dari pembangunan perumahan swadaya yang selama ini telah berlangsung. (MDL)