Permasalahan permukiman kumuh di Indonesia tetap menjadi isu utama di berbagai wilayah perkotaan, termasuk di Kota Yogyakarta. Pertumbuhan kawasan permukiman rentan terhadap munculnya permukiman kumuh. Dampaknya sering kali melibatkan peningkatan kesenjangan sosial, peningkatan tingkat kriminalitas, dan rendahnya kesehatan masyarakat. Sebagian besar pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan saat ini kurang mampu mengantisipasi dan mengakomodasi perkembangan kawasan perkotaan. Ini mengakibatkan beberapa konsekuensi, termasuk ketidakmerataan penyediaan infrastruktur permukiman perkotaan, kurangnya lingkungan permukiman yang layak, pembangunan permukiman yang tidak terkendali di daerah non-permukiman, dan munculnya permukiman kumuh.

Kemantren Gondokusuman, tepatnya di Kalurahan Baciro, termasuk kemantren dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Kalurahan ini memiliki beberapa wilayah yang termasuk ke dalam kawasan kumuh. Terdapat 4 RT yang masuk ke dalam SK Kumuh, dengan luas total 3,16 Ha. Keadaan ini menyebabkan beberapa masalah, terutama terkait dengan kondisi kumuh di wilayah tersebut yang memerlukan tindakan perbaikan. Beberapa permasalahan di Kalurahan Baciro antara lain hunian yang berhimpitan; kurangnya lahan RTH; kurangnya kerukunan penghuni kampung, hubungan dan keadaan sosial masyarakatnya hingga permasalahan sosial yang dikarenakan kurangnya kualitas sarana dan prasarana pada kampung tersebut; faktor lingkungan yang peranannya dalam konservasi air hujan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Kalurahan Baciro pada saat itu melaksanakan program penanganan kumuh melalui Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) dengan memberikan panduan dalam mengatasi masalah kawasan kumuh dengan fokus pada pembangunan berbasis masyarakat melalui gerakan 100-0-100. Gerakan ini menetapkan target 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak, dengan sasaran kawasan permukiman kumuh seluas 23.000 Ha. Sinergi dalam penyelenggaraan perumahan untuk melibatkan peran masyarakat yang sangat penting menjadi contoh konkret. Dalam penanganan permukiman kumuh, keterlibatan aktif masyarakat menjadi kunci, karena pembangunan kota yang berkelanjutan tidak dapat hanya mengandalkan penggusuran dan relokasi sebagai solusi utama untuk mengatasi masalah permukiman kumuh.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk memastikan program penanganan kumuh berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah mengadakan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk memberikan pengenalan tentang konsep dan substansi kegiatan KOTAKU yang akan dilakukan, serta untuk penyiapan masyarakat sebelum pelaksanaan program pembangunan. Dalam sosialisasi tersebut, dibentuk juga Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai penanggung jawab dan pelaksana kegiatan. Kemudian, dibuat rencana kegiatan yang akan dilakukan mulai dari persiapan sampai dengan pelaporan. Edukasi pendampingan masyarakat dilakukan agar masyarakat memiliki kesepahaman yang sama, bisa mengawal kegiatan ini mulai dari administrasi hingga pelaksanaan fisik bahkan keberlanjutan juga disiapkan oleh masyarakat itu sendiri.

Peran pemerintah dalam penyiapan masyarakat sebelum kegiatan KOTAKU-DFAT dimulai sangat krusial. Pemerintah perlu menyelenggarakan kampanye sosialisasi yang efektif untuk menjelaskan tujuan dan manfaat dari program KOTAKU-DFAT, serta mengenai tahapan program, sasaran, dan dampak yang diharapkan, kepada masyarakat. Pemerintah juga dapat memfasilitasi pembentukan KSM sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam merencanakan, mengawasi, dan melaksanakan kegiatan program. Pemerintah memiliki peran dalam mengidentifikasi kawasan kumuh dan melakukan pemetaan untuk memastikan bahwa sasaran program mencakup daerah yang membutuhkan intervensi paling mendesak. Dengan peran yang kokoh dari pemerintah, dapat diharapkan bahwa persiapan masyarakat sebelum kegiatan KOTAKU-DFAT dimulai dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan dampak yang positif. (TMa)

 

Referensi:

Perkim.id (2021). Penataan Kawasan Kumuh di Yogyakarta. Diakses pada 13 Maret 2024 https://perkim.id/kumuh/penataan-kawasan-kumuh-di-yogyakarta/

Wulandari, R. (2015) Kampung Vertikal Baciro, Yogyakarta Implementasi Arsitektur Berkelanjutan dengan Konsep Konservasi Air melalui Teknologi Pemanen Air Hujan. Thesis Universitas Islam Indonesia.  https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/32558/11512260_Retno%20Wulan%20Ndari.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Pemkot Jogja (2017) Wujudkan Jogja Bebas Kawasan Kumuh 2019, 12 Kelurahan Jadi Sasaran Program Kotaku. Diakses pada tanggal 12 Maret 2024  https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/5346