Permukiman kumuh saat ini menjadi permasalahan bagi setiap negara di dunia, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh merupakan permukiman yang tidak layak huni dan ditandai dengan ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Menurut UN-Habitat, permukiman kumuh adalah sekelompok orang yang tinggal satu atap di kawasan kota yang memiliki satu atau beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut seperti rumah yang secara permanen dapat melindungi dari kondisi iklim yang ekstrim, pembagian ruangan lebih dari 3 orang dalam satu ruang yang sama, kesulitan akses air, dan akses sanitasi yang tidak tercukupi[1].

Menurut BPS, kriteria dan indikator kawasan kumuh didasarkan pada kepadatan penduduk, perencanaan bangunan, konstruksi bangunan, ventilasi bangunan, jalan, sistem drainase, toilet, frekuensi pembuangan sampah, cara pembuangan sampah, dan pencahayaan jalan[2].

Provinsi DIY menjadi salah satu daerah yang memiliki permasalahan kawasan kumuh. Total kawasan kumuh yang ada di Provinsi DIY berdasarkan data Dinas PUP-ESDM di tahun 2018 adalah sekitar 965,51 Ha kawasan kumuh[3]. Pengentasan masalah permukiman kumuh dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, atau kab/Kota, sesuai dengan luas dari kawasan kumuh yang ada. Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) menjadi acuan dalam mengatasi masalah kawasan kumuh. Program pembangunan yang dilakukan berbasis pada masyarakat, yaitu gerakan 100-0-100. Maksudnya adalah 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak dengan sasaran kawasan permukiman kumuh seluas 23.000 Ha[4].

Berdasarkan Kementeriaan PUPR, Provinsi DIY menjadi salah satu best practice dalam permasalahan perumahan dan permukiman di Indonesia.­­ Untuk tahun 2017-2019, Pemerintah Provinsi DIY mengalokasikan dana sebesar Rp 30 miliar untuk penangan permukiman kumuh yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Bantul[5].

Sebagai contoh, perlu adanya sinergi dalam penyelenggaraan perumahan bagi masyarakat khususnya dalam melibatkan peran masyarakat[6]. Pelibatan peran masyarakat menjadi penting dalam mengatasi permukiman kumuh karena dalam pembangunan kota berkelanjutan, penggusuran dan relokasi saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh.

Peran pemerintah daerah dalam hal ini juga berperan penting sebagai pemimpin atau pengarah dalam berbagai kegiatan penanganan. Peran Pokja PKP (Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman) menjadi penting karena menjadi wadah dalam Penyelenggaraan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap permukiman kumuh di perkotaan. Pokja PKP ini dibentuk oleh kepala daerah[7]. Selain Pokja PKP terdapat juga Pokja PPAS (Kelompok Kerja Bidang Perumahan, Permukiman, Air Minum, dan Sanitasi), dan Pokja AMPL (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan). Faktor inilah yang menjadi penyebab mengapa daerah Yogyakarta dapat dikatakan salah satu wilayah yang sukses dalam mengatasi penanganan kawasan kumuh.  (SDP)

 

Sumber Referensi:

koran.tempo.co. “DIY Alokasikan Rp 30 Miliar Untuk Permukiman Kumuh,” 2017. https://koran.tempo.co/read/berita-utama-jateng/413725/diy-alokasikan-rp-30-miliar-untuk-permukiman-kumuh.

Kementerian PUPR. “Bunga Rampai Penyelenggaraan Perumahan Di Indonesia #Praktik Terbaik Oleh Daerah.” Kementerian PUPR, 2020.

Perkim.id. “Kriteria, Indikator, Dan Klasifikasi Penentuan Kategori Kumuh,” 2020. https://perkim.id/kawasan-kumuh/kriteria-indikator-dan-klasifikasi-penentuan-kategori-kumuh/.

Perkim.id. “Profil Perumahan Dan Kawasan Permukiman Daerah Istimewa Yogyakarta,” 2020. https://perkim.id/pofil-pkp/profil-provinsi/profil-perumahan-dan-kawasan-permukiman-daerah-istimewa-yogyakarta/3/.

Rachma, Reni. “Pokja PKP, Pokja PPAS, Pokja AMPL [Harus] Selaras.” Kotaku.pu.go.id, 2020. http://kotaku.pu.go.id/view/8522/pokja-pkp-pokja-ppas-pokja-ampl-harus-selaras.

theconservation.com. “Riset: Ini Dua Cara Mengubah Pemukiman Kumuh Menjadi Layak Huni Di Yogyakarta,” 2021. https://theconversation.com/riset-ini-dua-cara-mengubah-pemukiman-kumuh-menjadi-layak-huni-di-yogyakarta-160535.

UN Habitat. “Slums : Some Definitions.” State of the World’s Cities 2006/7, 2007.

 

[1] UN Habitat, “Slums : Some Definitions,” State of the World’s Cities 2006/7, 2007.

[2] “Kriteria, Indikator, Dan Klasifikasi Penentuan Kategori Kumuh,” Perkim.id, 2020, https://perkim.id/kawasan-kumuh/kriteria-indikator-dan-klasifikasi-penentuan-kategori-kumuh/.

[3] “Profil Perumahan Dan Kawasan Permukiman Daerah Istimewa Yogyakarta,” Perkim.id, 2020, https://perkim.id/pofil-pkp/profil-provinsi/profil-perumahan-dan-kawasan-permukiman-daerah-istimewa-yogyakarta/3/.

[4] “Profil Perumahan Dan Kawasan Permukiman Daerah Istimewa Yogyakarta.”

[5] “DIY Alokasikan Rp 30 Miliar Untuk Permukiman Kumuh,” koran.tempo.co, 2017, https://koran.tempo.co/read/berita-utama-jateng/413725/diy-alokasikan-rp-30-miliar-untuk-permukiman-kumuh.

[6] Kementerian PUPR, “Bunga Rampai Penyelenggaraan Perumahan Di Indonesia #Praktik Terbaik Oleh Daerah,” Kementerian PUPR, 2020.

[7] Reni Rachma, “Pokja PKP, Pokja PPAS, Pokja AMPL [Harus] Selaras,” Kotaku.pu.go.id, 2020, http://kotaku.pu.go.id/view/8522/pokja-pkp-pokja-ppas-pokja-ampl-harus-selaras.