Bencana adalah peristiwa atau rangkaian kejadian yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat, yang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun non alam. Salah satu bencana yang kerap terjadi di Indonesia adalah fenomena tanah longsor. Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, tanah longsor diartikan sebagai salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun campuran keduanya, yang menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah penyusun lereng tersebut.

Bencana tanah longsor memiliki dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat. Selain menelan korban jiwa, bencana tanah longsor juga menyebabkan kerugian material. Salah satu contohnya, fenomena tanah longsor yang terjadi di Banyumas pada tahun 2016. Fenomena kejadian tersebut mengakibatkan kerugian material sebesar 3,8 miliar. Selain itu, ratusan hektar lahan terpendam, infrastruktur terdampak, dan puluhan rumah rusak berat (Anugrah Arbi, 2016).

Berbagai risiko kerugian maupun kerusakan tersebut perlu dilakukan upaya mitigasi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor, mengamanatkan pentingnya penataan ruang di kawasan rawan bencana longsor sesuai dengan kaidah penataan ruang. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana karakteristik bangunan yang tangguh terhadap bencana agar dapat meminimalisir kerugian fisik maupun korban jiwa.

Sebelum membuat bangunan yang tangguh dari bencana longsor, maka upaya mitigasi pada lingkup kawasan perlu dilakukan. Tanah tempat bangunan berdiri dipersiapkan terlebih dahulu. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membuat tanah lebih stabil yaitu dengan pemakuan tanah atau disebut “soil nailing”. Menurut Sinarta (2014), soil nailing termasuk teknik untuk menstabilkan lereng dinding penahan tanah dengan biaya yang paling ekonomis karena sistem pekerjaan yang cepat dan tidak membutuhkan tempat luas. Pelaksanaan soil nailing cukup menggunakan peralatan portable yang mudah dipindah dan diubah sesuai kebutuhan dan kondisi lapangan. Selain itu, soil nailing juga dapat disesuaikan dengan sudut kemiringan lereng.

Gambar 1. Teknik Soil Nailing Sumber: Williams Form Hardwere & Rockbolt Ltd., 2011

Alternatif lain untuk memperkuat daya tahan tanah pada suatu kawasan yaitu dengan teknik sheet pile. Teknik ini dilakukan dengan menyusun suatu material menyerupai bentuk dinding yang berfungsi sebagai struktur penahan tanah agar tidak terjadi longsor. Material yang digunakan pada teknik sheet pile ada beberapa macam, yaitu dari material kayu, beton, dan baja. Sheet pile disusun dengan bentuk khusus agar dapat tersusun dan saling mengikat satu sama lain sesuai dengan kebutuhan perencana. Sheet pile dalam berbagai variasi sifat kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah material pembentuknya serta jenis material yang digunakan (Apriansyah et al, 2019).

Gambar 2. Material sheet pile dan penerapannya. Sumber: www.megacon.com

 

Gambar 3. Material sheet pile dan penerapannya. Sumber: www.megacon.com

Setelah melakukan mitigasi pada lingkup kawasan, maka konstruksi bangunan yang memiliki kerentanan rendah terhadap longsor perlu diupayakan. Pada dasarnya, konstruksi bangunan terdiri dari elemen-elemen struktur seperti pondasi, sloof, kolom, dan balok. Pondasi bertugas sebagai penopang utama bangunan yang tertanam di dalam tanah. Sloof berada di atas pondasi dan bertugas sebagai penyalur beban bangunan ke pondasi. Kolom merupakan tiang penyangga bangunan yang bertugas sebagai penahan beban tekan secara vertikal. Dan balok bertugas sebagai penyangga rangka pada langit-langit bangunan.

Semua elemen struktur pada suatu bangunan harus saling mendukung satu sama lain. Menurut Indarto dan Hanggoro (2015), struktur bangunan rumah yang ramah terhadap gerakan tanah dirancang dengan cara membuat sambungan-sambungan yang cukup kuat dan kaku antara elemen struktur (pondasi, sloof, kolom, balok, atap). Jika terjadi pergerakan pada tanah, bangunan rumah dapat bergerak bersama-sama sebagai satu kesatuan struktur yang utuh atau biasa disebut dengan Rigid Body Movement. Hal tersebut dapat meminimalisir bahkan menghindari kerusakan materi jikalau terjadi longsor. Dengan dua upaya diatas, yakni memperkuat lahan dan memperkokoh bangunan, maka potensi kerusakan bangunan akibat longsor dapat diminimalisir (AFH/SA).

 

 

Dafar Pustaka

Noviana, Riki. (2021). Beberapa Teknik Menciptakan Rumah Anti Tanah Longsor yang Perlu Diketahui. Diakses pada 22 Agustus 2022. https://voi.id/lifestyle/28666/beberapa-teknik-menciptakan-rumah-anti-tanah-longsor-yang-perlu-diketahui

Indarto, Himawan. & Tri Cahyo, hanggoro. (2015). Model Struktur Bangunan Rumah Sederhana Di Daerah Rawan Longsor – Gunungpati Semarang. Diakses pada 22 Agustus 2022. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jtsp/article/view/6785/5022

Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Definisi Bencana. Diakses pada 22 Agustus 2022. https://bpbd.grobogan.go.id/Defenisi-Bencana/

Detik.com. (2016). Kerugian Akibat Banjir dan Tanah Longsor di Banyumas Capai Rp 3,8 M. Diakses pada 22 Agustus 2022. https://news.detik.com/berita/d-3238938/kerugian-akibat-banjir-dan-tanah-longsor-di-banyumas-capai-rp-38-m

Apriansyah dkk. (2019). Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Sheet Pile. Diakses pada 12 September 2022. https://conference.ft.unand.ac.id/index.php/ace/Ace2019/paper/view/1095/408

Sinarta. I Nengah. (2014). Metode Penanganan Tanah Longsor Dengan Pemakuan Tanah (Soil Nailing). Diakses pada 12 September 2022. https://core.ac.uk/download/pdf/148399059.pdf