Tinggal di kawasan rawan bencana, membuat penduduk secara alamiah lebih peka terhadap ancaman bencana. Bagi warga Hargobinangun, Kec. Turi, Kab. Sleman, tinggal di lereng Merapi mengharuskan mereka memiliki sistem mitigasi yang jelas kala terjadi erupsi Merapi. Namun, bagaimana kemudian mereka mewadahi kebutuhan warga yang memiliki keterbatasan dan masuk dalam golongan rentan ke dalam sistem mitigasi tersebut?
Dalam konteks kebencanaan, ada golongan masyarakat yang masuk dalam kategori kelompok rentan. Mereka adalah balita, ibu hamil, lansia, dan disabilitas. Kerentanan tersebut dinilai dari adanya hambatan yang membuat mereka kesulitan untuk menyelamatkan diri sendiri saat bencana terjadi. Merapi Resiliency Concortium (MRC) melihat hal tersebut dan menyatakan adanya urgensi pembentukan sistem mitigasi yang inovatif, inklusif, dan adaptif terhadap kelompok rentan. MRC sendiri merupakan Lembaga Pengabdian dan Pengkajian Masyarakat yang bergerak di bidang Mitigasi, Rescue dan Konservasi dengan fokus kegiatan berupa tindakan nyata yang dibutuhkan dan dirasakan oleh masyarakat secara cepat, benar, aman, akurat dan terukur.
MRC dengan bantuan dari program IDEAKSI milik Yakkum Emergency Unit (YEU), bekerjasama dengan masyarakat setempat menyusun upaya mitigasi yang inklusif serta adaptif terhadap kelompok rentan. Inovasi yang berhasil disusun dan diujicobakan adalah identifikasi rumah warga rentan dan pemasangan lampu padu. Kedua inovasi tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan upaya mitigasi bagi kelompok rentan.
Identifikasi rumah warga dilakukan dengan pendataan sebaran lokasi rumah warga yang termasuk dalam kelompok rentan. Rumah yang dihuni oleh penduduk rentan diberi tanda dengan warna dan angka yang dicat pada bagian depan rumah. Warna yang diberikan menunjukkan seberapa banyak penolong yang dibutuhkan oleh orang tersebut. Sedangkan angka menunjukkan banyaknya penghuni rumah yang termasuk kelompok rentan.

Gambar 2. Kegiatan Identifikasi Rumah Warga Rentan
Sumber: youtube.com/MerapiRescueCommunity
Warna yang diberikan berbeda yakni merah, kuning dan biru. Merah menunjukan tingkat kerentanan tertinggi dimana orang tersebut harus dibantu dalam mobilisasinya oleh lebih dari 1 orang dewasa; Biru menunjukkan bahwa orang dalam rumah tersebut membutuhkan bantuan satu orang lain untuk mobilisasi; dan untuk warna kuning menunjukkan bahwa orang tersebut tidak membutuhkan bantuan orang lain dalam mobilisasi namun memiliki hambatan gerak. Pemberian warna ini menjadi penanda yang dinilai perlu dalam proses evakuasi. Tujuannya agar warga yang lebih sehat mengetahui mana saja orang yang perlu ditolong dan diprioritaskan dalam proses evakuasi.
Inovasi lainnya yang diwujudkan adalah pembangunan lampu padu bertenaga surya. Lampu padu merupakan hasil dari pembelajaran erupsi Merapi tahun 2006 dan 2010, dimana jalanan sangat gelap karena tidak ada sumber penerangan. Upaya evakuasi menjadi sulit dilakukan sebab terbatasnya pencahayaan mengakibatkan mobilisasi warga terhambat.

Gambar 3. Lampu Padu Bertenaga Surya
Sumber: youtube.com/MerapiRescueCommunity
Lampu padu diletakkan pada jalanan desa dengan menggunakan energi dari tenaga surya, dilengkapi dengan suara dan lampu sensor yang akan menyala saat ada orang yang lewat. Sinyal suara dipasang pada lampu di titik kumpul evakuasi agar warga mengetahui kemana mereka harus berjalan saat erupsi terjadi. Selain itu, sinyal suara juga sangat membantu bagi kelompok rentan yang memiliki keterbatasan penglihatan untuk dapat memandu mereka melakukan evakuasi mandiri. Selain sinyal suara, lampu padu juga dilengkapi lampu LED pada tiangnya yang akan menyala saat ada orang lewat. Sensor ini membantu warga dengan disabilitas netra untuk mengetahui jalur evakuasi yang benar.

Gambar 4. Lampu LED pada Tiang Lampu Padu
Sumber: youtube.com/MerapiRescueCommunity

Gambar 5a. Visualisasi Sensor Lampu LED yang Menyala Saat Ada Orang Lewat
Sumber: youtube.com/MerapiRescueCommunity

Gambar 5b. Visualisasi Sensor Lampu LED yang Menyala Saat Ada Orang Lewat
Sumber: youtube.com/MerapiRescueCommunity
Identifikasi rumah warga yang rentan dan pemasangan lampu padu merupakan bentuk inovasi yang terjangkau, sehingga dapat diadopsi berbagai kelompok masyarakat utamanya warga dengan disabilitas dan keterbatasan gerak. Sistem mitigasi bencana tidak hanya membutuhkan jalur evakuasi yang jelas namun perlu memperhitungkan bagaimana efektivitas evakuasi saat bencana terjadi. Inovasi yang dibawa oleh MRC telah mengakomodir aspek inklusifitas yang dapat diadopsi dan dimodifikasi oleh objek mitigasi lainnya. (IA/SA)