Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan keberadaan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang yang diduga tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Meskipun bertujuan untuk menanggulangi abrasi, pembangunannya harus memperhatikan aspek hukum, lingkungan, dan hak masyarakat pesisir. Keberadaan pagar laut pertama kali dilaporkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Banten pada tanggal 14 Agustus 2024 dengan panjang 7 km dan pada September panjangnya meningkat menjadi 13,12 km. Investigasi akhir menunjukkan panjangnya telah mencapai 30,16 km, memunculkan pertanyaan mengenai legalitas dan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir.

Hingga kini, asal-usul pembangunan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang dan tujuannya, masih menjadi perdebatan di masyarakat. Berdasarkan informasi dalam laman website Kompas.com (2025), pagar laut tersebut awalnya dibangun oleh masyarakat sebagai upaya mencegah abrasi. Namun, banyak pihak yang mulai mencurigai adanya keterlibatan pengusaha dan pemerintah dalam pembangunan pagar laut ini tanpa izin yang sah, yang akhirnya menimbulkan keresahan, terutama di kalangan masyarakat pesisir. Selain itu, adanya kekhawatiran tentang transparansi dalam pelaksanaan pembangunan pagar laut ini, semakin memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah setempat.

Keberadaan pagar laut menimbulkan kekhawatiran bagi nelayan karena menghambat akses melaut. Sayyim, seorang nelayan, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa mereka harus mengambil jalur memutar karena pagar laut berbentuk seperti labirin dengan celah setiap 400 meter. Akibatnya, konsumsi solar meningkat 3–5 liter per perjalanan, menambah beban biaya operasional. Selain itu, perubahan pola angin akibat perubahan iklim semakin menyulitkan nelayan menangkap ikan. Nurdin, nelayan lainnya, menyebutkan bahwa pendapatan mereka turun 50–70% sejak pagar laut dibangun, yang berdampak pada ekonomi keluarga mereka.

Masyarakat nelayan yang resah melaporkan keberadaan pagar laut ini ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, tetapi tidak mendapatkan solusi yang memuaskan. Mereka lalu mengadu ke Ombudsman RI di Jakarta, yang memicu berbagai tanggapan. Pasalnya, Ombudsman adalah lembaga pengawas pelayanan publik, sehingga pelaporan ini menimbulkan dugaan bahwa proyek pagar laut melibatkan pihak swasta dan pemerintah tanpa izin yang jelas.

Lalu, apakah perairan dapat dimiliki secara privat? Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur hal ini, dan bagaimana fakta di lapangan terkait kasus tersebut? Dalam hal ini, penting untuk menilai sejauh mana regulasi yang ada dapat memastikan keberlanjutan dan keadilan bagi masyarakat pesisir yang terdampak.

Salah satu perdebatan utama dalam kasus pagar laut Tangerang adalah legalitas kepemilikan lahan di pesisir secara perorangan. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014 dan Putusan MK No. 3/PUU-VIII/2010, wilayah pesisir merupakan hak publik yang tidak dapat diprivatisasi, kecuali untuk kepentingan tertentu dengan izin pemerintah. Namun, menurut Akhmad Solihin, ahli kemaritiman IPB yang dikutip dari Metrotvnews, terdapat celah hukum dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 17 Tahun 2016 dan No. 18 Tahun 2021 yang memungkinkan penerbitan sertifikat hak atas tanah di atas perairan. Celah ini muncul karena regulasi tersebut mengizinkan pemanfaatan pesisir untuk kepentingan umum, proyek strategis, pariwisata, dan permukiman adat, tetapi dalam praktiknya dapat disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk kepemilikan privat. Mekanisme kepemilikan ini umumnya terjadi melalui penerbitan SHM atau HGB yang seharusnya hanya berlaku di daratan, tetapi diinterpretasikan secara luas hingga mencakup wilayah perairan yang direklamasi atau dibangun struktur tertentu. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait kepatuhan terhadap regulasi serta dampaknya terhadap hak masyarakat nelayan dan keberlanjutan ekosistem pesisir.

Permasalahan pagar laut Tangerang terus bergulir, mencerminkan lemahnya transparansi dan pengawasan pemerintah dalam pengelolaan kawasan pesisir. Kurangnya eksekusi yang tepat dalam kebijakan tidak hanya memicu konflik, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Investigasi menyeluruh perlu segera dilakukan untuk mengungkap pihak yang bertanggung jawab serta memastikan tidak ada penyalahgunaan regulasi dalam kepemilikan lahan di perairan. Selain itu, perbaikan kebijakan pesisir menjadi urgensi agar celah hukum yang memungkinkan privatisasi wilayah laut dapat ditutup. Di sisi lain, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran hukum dan pola pikir kritis agar dapat membela hak mereka terhadap kebijakan yang berpotensi merugikan ruang hidup dan mata pencaharian mereka.

 

Sumber :

https://www.bbc.com. Pagar Laut: ‘Semua Lembaga sebenarnya sudah tahu, tapi semuanya diam’ – Adakah yang akan dijerat secara hukum?. Diakses melalui (https://www.bbc.com/indonesia/articles/czxknllxly6o) pada Senin, 10 Februari 2025.

https://www.bbc.com. Sertifikat tanah membentang di laut Tangerang hingga Makassar – Bagaimana ‘modus kecurangan’ penerbitan sertifikat di pesisir?. Diakses melalui (https://www.bbc.com/indonesia/articles/crr0n0r191ro) pada Senin, 10 Februari 2025.

https://katadata.co.id. Kronologi dan Penjelasan KKP soal Pagar Sepanjang 30 KM di Laut Tangerang. Diakses Melalui (https://katadata.co.id/berita/industri/677e22bfab4dd/kronologi-dan-penjelasan-kkp-soal-pagar-sepanjang-30-km-di-laut-tangerang) pada Kamis, 13 Februari 2025.

https://news.detik.com. Akhirnya Pagar Laut di Tangerang Mulai Dibongkar. Diakses Melalui (https://news.detik.com/berita/d-7738887/akhirnya-pagar-laut-di-tangerang-mulai-dibongkar) pada Senin, 10 Februari 2025.

https://www.kompas.com. Perjalanan Kasus Pagar Laut Tangerang dari Awal Ditemukan sampai SHGB Dicabut. Diakses melalui (https://www.kompas.com/tren/read/2025/01/23/050000065/perjalanan-kasus-pagar-laut-tangerang-dari-awal-ditemukan-sampai-shgb?page=all) pada Senin, 10 Februari 2025.

https://www.porosjakarta.com. Heboh Pagar Laut, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2016 Gugur dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 dan Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2020. Diakses Melalui (https://www.porosjakarta.com/metro/065560125/heboh-pagar-laut-peraturan-menteri-atrbpn-nomor-17-tahun-2016-gugur-dengan-uu-nomor-1-tahun-2014-dan-putusan-mk-nomor-3puu-viii2010?page=3) pada Senin, 10 Februari 2025.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. (2016). Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. (https://peraturan.bpk.go.id/Details/104031/permen-agrariakepala-bpn-no-17-tahun-2016)

Undang-Undang Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 2. Kementerian Sekretariat Negara. (https://peraturan.bpk.go.id/Details/38521/uu-no-1-tahun-2014)