Perumahan dan permukiman selalu menjadi isu yang kompleks dan relevan untuk dibahas. Hunian adalah salah satu kebutuhan pokok yang menjadi hak manusia, sesuai UUD 1945 pasal 28H. Bak angin lewat, hak tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Nyatanya, masih banyak masyarakat yang tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Tahun 2023, Jumlah kebutuhan hunian bagi masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal mencapai 12,7 juta unit.
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengatasi isu-isu terkait perumahan melalui penyelenggaraan program-program bantuan pembiayaan dan penyediaan perumahan dan permukiman. Penyelenggaraan program hunian di Indonesia secara keseluruhan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Keberadaan UU ini menggantikan UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Tahun ini, tepatnya tanggal 18 Juli 2024, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kembali melaksanakan revisi UU No. 1 Tahun 2011. Pihak kementerian mengundang 4 (empat) narasumber untuk memberikan usulan terkait UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Narasumber tersebut adalah Dr. Ir. Mahditia Paramita, M. Sc. (CEO dari Caritra Indonesia), Ir. Deva Fosterharoldas Swasto, S.T., M.Sc., Ph.D., IPM (dosen Universitas Gadjah Mada), Dr. Ing. Asnawi Manaf, S.T. dan Prof. Dr. Sunarti, S.T., M.T. yang keduanya adalah dosen di Universitas Diponegoro.
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Revisi UU 1/2011 dilakukan sebagai upaya percepatan pemenuhan hunian layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar tetap relevan dengan karakteristik pembangunan perumahan di Indonesia. Hal ini juga didasarkan pada hak-hak dasar seluruh warga Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, dimana sebagian besar berkaitan dengan hak untuk memiliki hunian yang layak. Salah satu hak tersebut tertuang pada UUD 1945 pasal 28 H tentang hak bertempat tinggal dan mendapat lingkungan yang baik serta sehat.
Jika dilihat secara keseluruhan, masukan dan usulan dari semua narasumber cukup banyak dan krusial. Berikut adalah usulan-usulan dari Dr. Ir. Mahditia Paramita, M. Sc. atau yang lebih akrab disapa Bu Tia:
- Bantuan Pembiayaan Perumahan untuk MBM
Bu Tia menyampaikan bahwa saat ini, bantuan pembiayaan perumahan masih hanya berfokus pada MBR. Di sisi lain, masih terdapat kelompok masyarakat lainnya yang membutuhkan bantuan pembiayaan perumahan, contohnya adalah Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM). Menurut data dari Bappenas, tahun 2045, jumlah MBM akan mencapai 70% dari total masyarakat Indonesia.
- Sistem Antrian Rumah (Housing Queue)
Sistem antrian rumah dinilai menjadi inovasi yang sangat bagus untuk diterapkan di Indonesia (perkim.id, 2020). Mengingat banyaknya masyarakat yang membutuhkan rumah dan telah mendaftar untuk mendapatkan rumah umum, tetapi tidak mendapat kepastian kapan dapat menghuni rumah tersebut. Sistem antrian rumah mengacu pada kriteria penentuan prioritas, dengan urutan prioritas:
-
- Indikator status rumah
- Kelayakan penerima manfaat
- Kerentanan pekerjaan
- Tingkat pendapatan
- Pemanfaatan Rumah Kosong
Usulan lainnya diangkat dari isu keberadaan rumah kosong di Indonesia yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Rumah kosong di Indonesia banyak yang terbengkalai karena tidak adanya landasan hukum yang mengatur hal tersebut. Padahal, jika dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, rumah kosong dapat digunakan untuk mengurangi angka kebutuhan rumah. Oleh karena itu, penyusunan regulasi atau penambahan pasal terkait pemanfaatan rumah kosong perlu dilakukan.
- Pengendalian dan Lisensi Pengembang
Tugas dan wewenang antar pemerintah saat ini masih ada yang tidak sinkron, salah satunya adalah terkait sertifikasi, kualifikasi, klasifikasi, dan registrasi pengembang. Hal ini menjadi salah satu penyebab tidak adanya lembaga khusus yang bertanggung jawab terkait keberlangsungan hal ini. Akibatnya, banyak pengembang asal-asalan yang membangun perumahan tanpa mengikuti standar minimal. Oleh karena itu, pengkajian serta pembentukan lembaga khusus yang menangani sertifikasi, kualifikasi, klasifikasi, dan registrasi pengembang perlu dilakukan.
- Housing Completion Guarantee
Berdasarkan data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Tahun 2017-2023 terdapat 3.034 aduan terhadap perumahan. Aduan tersebut berkaitan dengan fasilitas umum, fasilitas sosial, fisik bangunan, legalitas, penipuan, hingga pembangunan perumahan mangkrak. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya jaminan perumahan bagi pengembang atau Housing Completion Guarantee. Penjaminan ini adalah sebuah perjanjian jaminan penyelesaian proyek perumahan yang bertujuan untuk melindungi pemberi pinjaman konstruksi dari kegagalan proyek yang sudah berjalan.
Usulan-usulan tersebut hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan usulan dari keempat narasumber. Melihat dari banyaknya usulan yang disampaikan, agenda memperbaiki Undang-Undang tentang Perumahan dan Permukiman menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Banyaknya usulan ini mengindikasikan seberapa besar masalah terkait penyediaan hunian yang layak bagi masyarakat Indonesia. Haparannya, dengan dilaksanakan revisi UU ini, target penyediaan hunian yang layak dan merata bagi semua kalangan dapat terlaksana. (RAN)
Sumber:
BPKN. (2023). Duh! Pengaduan di Sektor Perumahan Masih Tinggi, Ini Kasusnya. Bpkn.Go.Id. https://bpkn.go.id/beritaterkini/detail/duh-pengaduan-di-sektor-perumahan-masih-tinggi-ini-kasusnya
Perkim.id. (2020). Inovasi Pemerintah Daerah dalam Pembiayaan Perumahan. Perkim.Id. https://perkim.id/pembiayaan-perumahan/inovasi-pemerintah-daerah-dalam-pembiayaan-perumahan/