Pernah mendengar kata ijuk? Kita sering melihat ijuk dimanfaatkan untuk membuat sapu, atap rumah dan pembersih debu. Namun ternyata ijuk ini juga dapat digunakan sebagai solusi penambangan emas dan dinilai lebih efektif dari merkuri. Metode ijuk dari Manado merupakan solusi menggantikan merkuri dalam proses penambangan emas. Metode ijuk ini dinilai lebih efektif dapat menghilangkan 75% merkuri yang sudah tercemar dan lebih ramah lingkungan. Ijuk dari pohon aren yang diikat dan dipotong rata, kemudian di masukkan dan ditata bersusun seperti memasang genteng pada saluran filtrasi dari gelondong (tabung). Kemudian serpihan emas yang masih asli bercampur air dan lumpur dialirkan ke saluran ijuk.
Fungsi ijuk di sini adalah untuk mengambil concentrate emas. Lalu proses berikutnya yaitu pencucian emas dengan air, tentu dilakukan dengan sangat hati-hati. Setelah itu, proses akhir yaitu pembakaran di mana dalam pembakaran ini tidak menggunakan air raksa yang berbahaya namun menggunakan boraks yang jauh lebih aman. Melalui metode ijuk ini dapat menghasilkan 1 karung emas dari 10 karung batuan setelah diproses dan tidak ada emas yang tersisa, semua terfiltrasi oleh ijuk. Ijuk ini juga tidak hanya dapat digunakan sehari atau dua hari namun untuk beberapa bulan ke depan. Secara waktu ini sama dengan durasi waktu saat menggunakan merkuri. Serta dari segi penghasilan bila dikuantitatifkan akan berjumlah 4 kali lipat per bulan. Metode ini sudah dilakukan di Sumbawa Barat dan Banyumas, kemudian Lebak dan juga beberapa daerah yang akan terus dilakukan sosialisasi menggunakan metode ijuk ini. Sosialisasi bahaya merkuri kepada masyarakat pertambangan khususnya para penambang ilegal juga aktif dilakukan. Penemuan metode ijuk dari Manado ini tentu sangat efektif dan ramah lingkungan serta tidak berdampak pada kesehatan. Ya, ijuk bagaikan pahlawan melawan merkuri untuk melestarikan lingkungan. Untuk itu, kita sebagai penerus bangsa harus mensosialisasikan dan stop merkuri untuk pemakaian apapun terutama penambangan emas demi keberlangsungan lingkungan kita.
Sumber: nationalgeographic.co.id