Ruang terbuka hijau (RTH) yang semakin menyusut drastis mengubah wajah Indonesia menjadi kota beton. Gedung-gedung pencakar langit menggantikan hutan-hutan kota, membuat kota besar seperti paru-paru yang sesak, haus akan oksigen segar. Minimnya RTH tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga memicu berbagai masalah lingkungan seperti banjir, polusi udara, dan perubahan iklim.

 

Menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2019 (Dania, 2023), hanya 13 dari 174 kota di Indonesia yang telah mengikuti Program Kota Hijau dan memiliki porsi RTH sebesar 30% atau lebih. Hal ini berarti, hanya sekitar 6% kota yang memenuhi standar RTH yang ditetapkan. Padahal, sejak 2007, Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah mengatur bahwa setiap kota harus memiliki RTH minimal 30% dari total luas wilayahnya, dengan 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

 

Regulasi terkait RTH di Indonesia juga diperkuat dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau. Peraturan ini menegaskan peran krusial RTH dalam menyediakan jasa ekosistem, seperti penyediaan udara bersih, pengaturan iklim, dan pengendalian banjir. Namun, implementasi aturan ini masih jauh dari harapan.

 

Kondisi di Indonesia menunjukkan bahwa RTH di kota-kota besar masih minim. Di banyak kota, penyediaan RTH belum menjadi prioritas utama pemerintah. Misalnya, di Jakarta, hanya terdapat 5,18% RTH (33,33 km²) dari luas Jakarta yang mencapai 664,01 km², menurut laman informasi jakartasatu.jakarta.go.id. Jumlah itu masih jauh dari amanat undang-undang sebesar 30%. Kota Semarang dan Kota Bandung juga tidak jauh berbeda, dengan RTH hanya mencapai 15% (semarangkota.go.id, 2022) dan 12,25% (Rasyid, 2023). Kontras dengan Kota Singapura yang telah berhasil mengalokasikan lebih dari 47% wilayahnya untuk ruang hijau (City Stats, 2022).

Wiratama (2022) dalam publikasinya di laman Pusat Kajian Masyarakat Anti Korupsi dan HAM, Universitas Lampung (puskamsikham.fh.unila.ac.id) menjelaskan bahwa kebijakan RTH di Indonesia sering dikesampingkan. Pembangunan infrastruktur yang masif sering kali tidak memperhatikan peraturan RTH, membuat eksistensi RTH semakin terancam dan luasnya semakin berkurang. Ironisnya, RTH dapat menjadi investasi jangka panjang karena memiliki manfaat yang sangat luas, termasuk dalam penyediaan ruang rekreasi, pengendalian polusi, dan penyerapan air hujan.

 

Indonesia perlu memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Defitri (2023) dan Rahadian (2019) menekankan bahwa minimnya luas RTH di berbagai kota besar memiliki beberapa penyebab. Penyebab tersebut meliputi minimnya lahan yang dimiliki pemerintah setempat untuk dikembangkan menjadi RTH, tidak adanya dana yang dianggarkan untuk RTH, dan rumitnya proses pembelian lahan untuk diubah menjadi RTH karena harga tinggi atau lokasi yang tidak strategis. Akibatnya, banyak pemerintah daerah yang kesulitan memenuhi porsi RTH.

 

Keprihatinan ini menunjukkan perlunya strategi konkret untuk meningkatkan penyediaan dan pengelolaan RTH di perkotaan demi mendukung pembangunan berkelanjutan dan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat. Ruang hijau yang memadai tidak hanya memberikan manfaat ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi, menjadikan kota lebih layak huni dan sehat bagi semua warganya. (FPU)

 

 

 

Sumber:

City Stats (2022) Akankah Jakarta bisa seperti Singapura?, jpi.or.id. Available at: https://jpi.or.id/graphics/city-stats-ruang-terbuka-hijau/ (Accessed: 25 July 2024).

Dania, A. H. (2023) ‘Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai Strategi Kota Sehat pada Kawasan Perkotaan di Indonesia’, Rustic Jurnal Arsitektur, 3(1), pp. 28–45. Available at: http://ojs.itb-ad.ac.id/index.php/RUSTIC.

Defitri, M. (2023) Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Indonesia, waste4change. Available at: https://waste4change.com/blog/kondisi-ruang-terbuka-hijau-di-indonesia/ (Accessed: 25 July 2024).

Paramita, M. (2023). Strategi Membangun Kota. Yogyakarta: Yayasan Caritra Indonesia.

Rahadian, L. (2019) Ruang Terbuka Hijau yang Masih Terpinggirkan di Indonesia, Bisnis.com. Available at: https://kabar24.bisnis.com/read/20190507/79/919413/ruang-terbuka-hijau-yang-masih-terpinggirkan-di-indonesia (Accessed: 25 July 2024).

Rasyid (2023) Luas RTH 12,25%, Kota Bandung Masih Kurang Ruang Terbuka Hijau, news.detik.com. Available at: https://news.detik.com/suara-pembaca/d-7052080/luas-rth-12-25-kota-bandung-masih-kurang-ruang-terbuka-hijau (Accessed: 24 July 2024).

semarangkota.go.id (2022) Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Bakal Dievaluasi oleh Pemkot Semarang, semarangkota.go.id. Available at: https://www.semarangkota.go.id/p/4135/pemanfaatan_ruang_terbuka_hijau_bakal_dievaluasi_oleh_pemkot_semarang (Accessed: 25 July 2024).

Wiratama, D. H. (2022) Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Sering Dikesampingkan, Pusat Kajian Anti Korupsi dan HAM UNILA. Available at: https://puskamsikham.fh.unila.ac.id/kebijakan-ruang-terbuka-hijau-sering-dikesampingkan/ (Accessed: 25 July 2024).