Sekitar 4.250 penyintas bencana erupsi Gunung Semeru mengungsi di 19 lokasi pengungsian. Manajemen pengungsian mendesak diperbaiki agar distribusi bantuan lebih optimal.
Sekitar 2.000 rumah penduduk di lereng Gunung Semeru yang berada di zona bahaya akan direlokasi. Saat ini, pencarian dan evakuasi warga serta penanganan pengungsi bencana erupsi masih menjadi prioritas.
Berdasarkan data pada Selasa (7/12/2021), sekitar 4.250 warga terdampak erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu lalu mengungsi di 19 lokasi pengungsian. Selain itu, 34 orang meninggal, 22 orang hilang, dan 22 orang mengalami luka berat. Sementara 5.025 rumah dan bangunan rusak.
Ketika mengunjungi lokasi terdampak erupsi Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan, seluruh kekuatan dikerahkan guna mencari korban yang hilang serta melakukan evakuasi dan penanganan darurat. Presiden juga berharap pengungsi tertangani dengan baik, mendapat makanan memadai, dan memperoleh layanan kesehatan yang layak.
Pemerintah juga mengidentifikasi 2.000 rumah yang terletak di lokasi berbahaya dan rentan saat terjadi erupsi Gunung Semeru. Rumah di zona bahaya itu akan direlokasi ke tempat yang lebih aman. Pembangunan rumah warga segera dilakukan setelah lokasi untuk relokasi diputuskan.
Secara terpisah, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Andiani mengatakan, timnya mengunjungi kawasan Besuk Kobokan di Lumajang yang merupakan area aliran guguran awan panas. Pihaknya akan memetakan kembali ancaman bencana di kawasan itu berdasarkan temuan material-material vulkanik di sekitarnya.
”Ada upaya kami untuk memperbarui peta kawasan rawan bencana gunung api. Peta terbaru ini yang jadi acuan pemangku kepentingan yang memanfaatkan kawasan di sekitar Semeru,” ujarnya.
Pertolongan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengkoordinasikan 985 personel gabungan untuk mencari warga yang hilang serta mengevakuasi dan memberi layanan kesehatan kepada penyintas. BNPB mengerahkan tiga helikopter, sedangkan Palang Merah Indonesia mengerahkan dua hagglund atau kendaraan berpenggerak roda rantai seperti tank yang dapat menembus medan berat.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga mengerahkan personel untuk membersihkan jaringan jalan, memulihkan konektivitas, serta mencari jalur alternatif penghubung Lumajang-Turen-Malang setelah Jembatan Besuk Kobokan roboh.
Komandan Posko Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru Kolonel Infanteri Irwan Subekti memastikan seluruh lokasi yang terdampak masih bisa dijangkau tim gabungan. Tidak ada lagi daerah yang terisolasi. Namun, proses evakuasi dan pencarian korban masih terkendala kondisi tanah yang masih panas.
Pantauan tim tanggap darurat menunjukkan, situasi di lereng Semeru masih terjadi peningkatan aktivitas vulkanik, yakni dua kali gempa letusan dengan durasi 55-125 detik. Terpantau pula potensi lahar dari mulut gunung.
Masyarakat diminta menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena saat ini suhunya masih tinggi. Awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Semeru juga patut diwaspadai.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa meminta masyarakat penyintas bencana erupsi mengikuti arahan petugas dan tetap bertahan sementara di pengungsian hingga kondisinya dipastikan aman.
Namun, imbauan untuk menjauhi zona bahaya dalam radius 1 kilometer (km) dari kawah dan jarak 5 km arah bukaan kawah di sektor tenggara hingga selatan tak sepenuhnya dipatuhi. Di Kali Besuk, penambang pasir masih beroperasi. Kawasan itu terdampak abu Semeru saat erupsi pada Sabtu lalu.
Rosyid, salah seorang petambang, mengatakan, aktivitas penambangan pasir tak berhenti karena kawasan itu minim terdampak. Meski demikian, mereka tetap waspada. Saat cuaca berawan atau puncak Semeru tak teramati dan berasap, mereka menghentikan kegiatan.
Selain petambang, warga juga masih wira-wiri ke rumah mereka untuk mengemasi barang. Di Dusun Kajarkuning, Sumberwuluh, misalnya, warga masih lalu lalang di jalan desa.
Pujianto, salah seorang warga Curah Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, mengatakan, ia pulang hanya untuk mengambil barang. Mereka kemudian langsung kembali ke pengungsian atau rumah saudara yang menjadi tempat berlindung sementara.
Bantuan untuk korban
Bantuan untuk korban bencana mulai disalurkan. Salah satunya, uang duka untuk para ahli waris sebesar Rp 10 juta per orang. Bantuan ini masih bersifat simbolis karena proses pencarian dan evakuasi masih berjalan.
Sejumlah daerah terus menyalurkan bantuan, salah satunya dari Pemerintah Kota Surabaya. Bantuan berupa kendaraan berat, puluhan personel, dan barang kebutuhan logistik.
Di sisi lain, manajemen pengungsian mendesak diperbaiki. Alur penanganan pengungsi masih jauh dari ideal.
Bantuan logistik bagi penyintas di Desa Supiturang, misalnya, terbilang melimpah. Dalam sehari, truk dan kendaraan datang membawa bantuan, mulai dari kebutuhan pokok hingga pakan ternak. Di sepanjang jalan menuju Supiturang, banyak lembaga mendirikan posko dan dapur umum. Bantuan juga menumpuk di Kantor Kecamatan Pronojiwo dan Balai Desa Supiturang.
Akan tetapi, dalam penyalurannya masih ada kericuhan dan kebingungan yang rentan mengganggu pemenuhan kebutuhan hidup para penyintas. Kondisi itu terlihat di dua posko pengungsian di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo.
Salah satunya di Masjid Nurul Jadid. Meski tempat itu menjadi posko vital, masih ada pengungsi yang mengatakan tidak mendapat bantuan. Kondisi ini membuat pengelola pengungsian membatasi pembagian bantuan. Namun, pembatasan itu justru sempat memicu ketegangan.
Hal serupa terjadi di posko pengungsian di SD Supiturang. Tak semua bantuan yang masuk terdata, begitu pun penyintas yang telah menerima bantuan.
(DIA/BRO/NIK/ETA/INA/MTK/EDN/TAM/RTG)
Sumber Kompas.id