Rob, banjir kecil yang menghantui daerah pesisir, biasanya terjadi di daerah yang tanahnya turun sehingga tinggi permukaan laut menjadi diatas tinggi permukaan tanah. Banjir seringkali masuk ke dalam permukiman warga, mengakibatkan jalanan tergenang, aktivitas terganggu, bau tak sedap menyengat, dan penyakit kulit yang berbahaya. Rob benar-benar menghukum manusia yang disebabkan ulah manusia sendiri, antara lain pengambilan air tanah yang berlebihan, proses konsolidasi tanah dan beban konstruksi di atasnya. Abrasi terkadang menjadi tidak terkendali. Penyebab lain adalah gaya tarik menarik antara bumi dan bulan sehingga pola air laut pasang dan surut. Kondisi ini sudah alamiah sehingga dapat diantisipasi dengan baik sebelumnya. Banjir rob mungkin takkan terjadi jika tindakan antisipasi sudah sesuai dengan kaidah yang ditentukan. Keselarasan antara manusia dan alam harus berjalan harmonis, kenyataannya segala bentuk eksplorasi manusia dengan mengubah kondisi alam dan akhirnya perusakan menjadi nama samaran untuk pembangunan. Hilangnya mangrove di beberapa pinggiran daerah pesisir, menjadi salah satu sebab air laut semakin dalam masuk ke daratan ketika pasang terjadi.

Jakarta, salah satu kota yang berada ditepi pantai yang mempunyai garis pantai dan teluk, tentu menjadi berkah bagi ekosistem yang terbentuk. Jajaran pulau-pulau kecil membantu terbentuknya koloni ikan karang dan budidaya dibidang perikanan. Begitu juga dengan hutan mangrove di Jakarta yang setali tiga uang, terbentuk untuk mendukung kehidupan ekosistem pesisir pantai, tapi pada kenyataannya hutan bakau di Jakarta tergusur oleh pembangunan masif yang berada didaerah pesisir. Gedung-gedung bertingkat yang berkonsep sea view, perumahan mewah berkonsep laut benar-benar mengubah wajah mangrove di pesisir Jakarta. Pembangunan yang mengangkat nilai ekonomi justru menjatuhkan nilai keanekaragaman hayati, ekosistem menghilang dan mangrove terancam punah. Padahal, Mangrove atau Bakau menjadi dasar untuk pencegahan abrasi pantai.  Fungsi mangrove sendiri adalah sebagai pencegah instrusi air laut kedaratan (abrasi) dan juga berperan dalam merendam bencana banjir. Saat ini, hutan mangrove di Jakarta hanya tersisa sekitar 70 hektar. Pemerintah daerah akhirnya melakukan pencegahan melalui SK Menteri Kehutanan dengan mengubah hutan mangrove Muara Angke menjadi suaka margasatwa. Dengan pendirian suaka margasatwa maka laju berkurangnya hutan bakau di Jakarta dapat diredam. Tak ada salahnya memulai tindakan yang akan membantu menjaga ekosistem pesisir pantai Jakarta, dengan tetap menjaga hutan mangrove sebagai media untuk mencegah timbulnya rob yang merugikan masyarakat.

 

Sumber: green.kompasiana.com