1. Gambaran Umum Wilayah Kota Magelang
1.1 Letak Geografis dan Administrasi Kota Magelang
Berdasarkan konstelasi wilayahnya, Kota Magelang merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Purwomanggung yang terdiri dari Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, dan Kabupaten Temanggung. Meskipun demikian, konstelasi wilayah tersebut akan mengalami sedikit perubahan di masa yang akan datang karena Kota Magelang tidak akan lagi berada dalam lingkup pengembangan Purwomanggung tetapi Gelangmanggung (Kab. Magelang, Kota Magelang, Kab. Temanggung). Secara astronomis, Kota Magelang terletak pada 110o12’30 – 110o12’52” Bujur Timur dan 7o26’18–7o30’9” Lintang Selatan. Secara geografis, Kota Magelang terletak di bagian tengah Kabupaten Magelang dengan batas sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang
- Sebelah Timur : Sungai Elo dan Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang
- Sebelah Selatan : Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang
- Sebelah Barat : Sungai Progo dan Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang

Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Magelang
Sumber: Dokumen RTRW Kota Magelang 2011-2031, diolah )
Kota Magelang memiliki luas 18,120 km2 dan terbagi menjadi tiga (3) kecamatan yakni Kecamatan Magelang Utara, Kecamatan Magelang Tengah, dan Kecamatan Magelang Selatan; serta 17 kelurahan.
Tabel 1.1. Pembagian Batas Administrasi Kota Magelang
| Kecamatan | Kelurahan |
| Magelang Utara | 1. Kramat Selatan (IKK)
2. Kramat Utara 3. Kedungsari 4. Wates 5. Potrobangsan |
| Magelang Tengah | 6. Cacaban (IKK)
7. Kemirirejo 8. Rejowinangun Utara 9. Panjang 10. Gelangan 11. Magelang |
| Magelang Selatan | 12. Tidar Selatan (IKK)
13. Tidar Utara 14. Rejowinangun Selatan 15. Magersari 16. Jurangombo Selatan 17. Jurangombo Utara |
Sumber: Kecamatan Magelang Utara, Magelang Tengah, Magelang Selatan
dalam Angka 2021.
1.2 Kondisi Fisik Kota Magelang
1.2.1 Topografi
Secara topografi, Kota Magelang berada di wilayah dataran rendah yang dikelilingi oleh sejumlah gunung dan pegunungan, seperti Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, serta Pegunungan Gianti, Pegunungan Menoreh, Pegunungan Andong, dan Pegunungan Telomoyo. Kemiringan wilayahnya cukup beragam, mulai dari 2–15% hingga lebih dari 40%. Titik tertinggi berada di Gunung Tidar dengan ketinggian 503 meter di atas permukaan laut (mdpl), sementara elevasi wilayah Kota Magelang secara umum berkisar antara 375 hingga 500 mdpl. Gunung Tidar sendiri merupakan kawasan lindung dengan kemiringan antara 30–40% dan berperan penting sebagai paru-paru kota, sekaligus memiliki status sebagai kebun raya.
1.2.2 Geologi
Jenis tanah di seluruh wilayah Kota Magelang ialah tanah latosol. Tanah latosol terbentuk akibat pelapukan bahan induk batuan tufa vulkanik. Tanah latosol memiliki sifat tahan erosi dan memiliki produktivitas sedang hingga tinggi. Tanah jenis ini banyak digunakan untuk persawahan, palawija, dan perkebunan. Kelerengan di Kota Magelang bervariasi dari 2–15% (termasuk datar hingga landai), 15–25% (termasuk agak curam), 25–40% (curam), dan lebih dari 40% (sangat curam).
1.2.3 Hidrologi
Ketersediaan air di Kota Magelang berasal dari dua sumber utama, yaitu air permukaan (seperti sungai dan saluran irigasi) serta air tanah (baik mata air maupun air tanah dangkal dengan kedalaman antara 5 hingga 20 meter). Dua sungai besar yang melintasi wilayah ini adalah Sungai Elo di bagian timur dan Sungai Progo di sebelah barat. Selain itu, terdapat pula saluran air Kali Bening (atau Kali Kota) dan Kali Progo Manggis yang juga difungsikan sebagai saluran irigasi teknis.
Adapun sumber mata air di Kota Magelang meliputi Tuk Pecah I dan II dengan debit mencapai 102 liter per detik, serta mata air Sri Punganten yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan dan direncanakan mulai dimanfaatkan pada tahun 2025, dengan estimasi debit sebesar 30 liter per detik. Namun, karakteristik air tanah di wilayah ini umumnya cukup dalam dan memiliki akuifer yang dangkal, sehingga sulit untuk dikembangkan lebih lanjut. Kondisi ini membuat Kota Magelang masih bergantung pada pasokan air dari wilayah Kabupaten Magelang.
1.2.4 Klimatologi
Kota Magelang memiliki iklim yang sejuk dengan tingkat curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Suhu udara berkisar antara 20°C pada titik terendah hingga 32°C pada titik tertinggi, dengan kelembaban relatif mencapai 88,8%. Kota ini berada dalam zona iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur. Rata-rata curah hujan harian mencapai 16,68 mm, menjadikan Magelang sebagai daerah dengan intensitas hujan yang cukup tinggi.
1.2.5 Penggunaan Lahan
Sebagian besar wilayah Kota Magelang didominasi oleh lahan pekarangan atau area yang digunakan untuk bangunan dan halaman. Sekitar 69,49% dari total luas wilayah kota yang mencapai 1.856 hektare merupakan lahan terbangun, mencakup kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, fasilitas pendidikan, perkantoran, layanan kesehatan, pariwisata, industri, serta bentuk pemanfaatan terbangun lainnya. Tren alih fungsi lahan dari kawasan terbuka atau tidak terbangun menjadi kawasan terbangun terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam rentang waktu 2006 hingga 2022, tercatat terjadi penurunan luas lahan sawah sebesar 32,4% di wilayah Kota Magelang.
Daya dukung lahan di Kota Magelang pada tahun 2022 menunjukkan kondisi yang sudah melebihi kapasitas ideal. Dengan jumlah penduduk sebanyak 121.675 jiwa dan luas wilayah 1.853,71 hektare, ketersediaan lahan per jiwa hanya sebesar 0,01524 hektare. Jika mengacu pada standar Yeates, kebutuhan ideal lahan untuk populasi 100.000 jiwa adalah sekitar 0,076 hektare per jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung lahan Kota Magelang telah berada dalam kondisi defisit, di mana jumlah penduduk telah melampaui kapasitas ideal lahan yang tersedia.
1.2.6 Wilayah Rawan Bencana
Kota Magelang termasuk wilayah yang memiliki potensi terhadap berbagai jenis bencana, seperti tanah longsor, banjir, kebakaran, serta ancaman letusan gunung api. Selama lima tahun terakhir, Indeks Risiko Bencana (IRB) Kota Magelang berada dalam kategori sedang. Namun, jika dibandingkan dengan Indeks Ketahanan Daerah (IKD) yang hingga tahun 2023 masih tergolong rendah—dengan tingkat kapasitas daerah hanya sebesar 39,46%—maka hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas dan ketangguhan wilayah secara berkelanjutan. Mengingat risiko bencana berpotensi meningkat seiring dengan dampak perubahan iklim, penguatan ketahanan daerah menjadi prioritas penting dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan risiko bencana ke depan.
1.3 Kondisi Non Fisik Kota Magelang
1.3.1 Kegiatan Ekonomi
Pada tahun 2023, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Magelang atas dasar harga konstan mencapai Rp7.264,92 miliar, mengalami peningkatan sebesar Rp375,47 miliar dibandingkan tahun 2022. Sementara itu, jika dilihat dari sisi harga berlaku (ADHB), PDRB tahun 2023 tercatat sebesar Rp10.982,74 miliar, naik dari Rp10.073,48 miliar pada tahun sebelumnya.
Sejalan dengan itu, PDRB per kapita Kota Magelang juga menunjukkan tren positif. Pada tahun 2023, angkanya mencapai Rp89,91 juta per jiwa, meningkat sebesar Rp7,25 juta secara absolut dibandingkan tahun 2022.
Dari sisi sektoral, seluruh 16 lapangan usaha yang ada di Kota Magelang mengalami pertumbuhan positif sepanjang tahun 2023. Namun demikian, terdapat tiga sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sektor transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makanan-minuman, serta sektor jasa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perekonomian secara umum tumbuh, beberapa sektor masih menghadapi tantangan dalam mempertahankan momentum pertumbuhan.
Struktur perekonomian Kota Magelang selama periode 2019–2023 relatif stabil, dengan komposisi kontribusi antar sektor yang tidak banyak berubah. Namun, pada tahun 2023 terjadi pergeseran kecil dalam sektor penyumbang terbesar PDRB, di mana industri pengolahan mengambil alih posisi konstruksi sebagai sektor dengan kontribusi tertinggi, meskipun selisihnya tipis.
Tiga sektor utama yang menjadi penyangga perekonomian Kota Magelang pada tahun 2023 adalah:
- Industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 16,49%,
- Konstruksi sebesar 16,39%, dan
- Perdagangan besar dan eceran, serta reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 14,07%.
Ketiga sektor tersebut terbukti konsisten memberikan kontribusi signifikan terhadap PDRB Kota Magelang, sehingga perlu terus dioptimalkan pengembangannya agar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin kuat dan berkelanjutan.
1.3.2 Konstelasi Wilayah
A. Konstelasi Kota Magelang dengan Provinsi Jawa Tengah
Kota Magelang adalah salah satu kota otonom (berstatus kota administratif) yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Kota Magelang berada di dalam wilayah Kabupaten Magelang dan terpisah dari Kabupaten Magelang secara administrasi. Kota Magelang mempunyai potensi menjadi kota transit strategis karena berada di jalur penghubung antara Semarang – Yogyakarta dan Purworejo – Temanggung. Kota Magelang berada dekat dengan destinasi Candi Borobudur, walaupun secara administratif Candi Borobudur berada di Kabupaten Magelang. Selain itu, keberadaan pusat pendidikan militer nasional Akademi Militer (Akmil) menjadikannya kota penting dalam dunia militer nasional.
B. Konstelasi Kota Magelang dengan Kabupaten Sekitarnya
Kota Magelang merupakan sebuah kota kecil yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang, menjadikannya seperti “enklave”—wilayah kota yang dikelilingi sepenuhnya oleh wilayah kabupaten. Kota Magelang pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Magelang (sebelum dimekarkan menjadi kota administratif). Banyak aktivitas sosial – ekonomi masyarakat Kota Magelang bergantung atau terhubung langsung dengan Kabupaten Magelang, misalnya di bidang perdagangan, perumahan, dan transportasi.
C. Konstelasi Kota Magelang dengan Kecamatan di Dalamnya
Kota Magelang terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Magelang Selatan, Magelang Tengah, dan Magelang Utara. Ketiga kecamatan saling melengkapi secara fungsi—Magelang Tengah sebagai pusat kota dan layanan, Magelang Selatan sebagai area pertumbuhan baru dan pendidikan, serta Magelang Utara sebagai kawasan militer dan perluasan permukiman. Jalan-jalan utama seperti Jl. Jendral Sudirman, Jl. A. Yani, dan Jl. Urip Sumoharjo menghubungkan ketiga kecamatan tersebut.
2. Demografi Kota Magelang
2.1 Jumlah Penduduk
Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Magelang tercatat sebanyak 118.713 jiwa dan meningkat menjadi 122.150 jiwa pada tahun 2023. Kepadatan penduduk mencapai 6.581 jiwa per kilometer persegi, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 1.093 jiwa/km². Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Magelang Tengah, yaitu sebesar 8.664 jiwa/km², dengan jumlah penduduk mencapai 44.439 jiwa atau sekitar 36,38% dari total populasi Kota Magelang.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Magelang selama periode 2020–2023 tercatat sebesar 0,19% per tahun. Pada tahun 2023, pertumbuhan penduduk meningkat sebesar 0,39% dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, tren jangka panjang menunjukkan penurunan laju pertumbuhan, dengan titik terendah pada tahun 2022 yaitu hanya 0,06%. Penurunan ini mengindikasikan adanya pergeseran struktur demografi menuju populasi menua (aging population), yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) hingga mencapai 15,15% pada tahun 2023. Rata-rata pertumbuhan kelompok lansia sebesar 11,40% bahkan jauh melampaui kelompok usia muda (0–19 tahun) yang justru mengalami penurunan sebesar -5,49%.
Dari sisi komposisi jenis kelamin, sex ratio Kota Magelang pada tahun 2023 adalah 98,50, yang berarti terdapat 98 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Jumlah penduduk perempuan tercatat lebih banyak, yaitu 61.535 jiwa dibandingkan penduduk laki-laki sebanyak 60.615 jiwa.

Gambar 2.1 Piramida Penduduk Kota Magelang, 2023
(Sumber: Kota Magelang Dalam Angka (diolah), 2024)
- Kemiskinan
Tingkat kemiskinan di Kota Magelang menunjukkan tren penurunan yang signifikan sejak awal tahun 2000-an. Pada periode 2002–2003, angka kemiskinan tercatat sebesar 14%, dan mencapai titik terendah pada tahun 2023 dengan persentase 6,11%. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun tersebut tercatat sebesar 0,74 dan indeks keparahan (P2) sebesar 0,12. Data ini menunjukkan tidak hanya penurunan jumlah penduduk miskin (P0), tetapi juga peningkatan kesejahteraan di kalangan penduduk miskin, yang ditandai oleh semakin kecilnya kesenjangan dan keparahan kemiskinan.
Dalam lima tahun terakhir (2019–2023), penurunan tingkat kemiskinan di Kota Magelang sebesar 1,35 persen poin, jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan yang terjadi di tingkat Provinsi Jawa Tengah (0,03 persen poin) maupun secara nasional (0,05 persen poin).

Gambar 2.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kota Magelang, 2002-2023
(Sumber: BPS Kota Magelang, 2023)
Kondisi ini juga diperkuat oleh tren positif dalam pendapatan penduduk miskin. Meskipun garis kemiskinan di Kota Magelang terus meningkat selama periode 2016–2023—yang mencerminkan naiknya kebutuhan minimum untuk hidup layak persentase penduduk miskin tetap mengalami penurunan. Artinya, pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah mampu mengikuti, bahkan melampaui, peningkatan kebutuhan dasar tersebut, sehingga daya beli mereka tetap terjaga atau bahkan meningkat.
3. Perumahan dan Lingkungan Kota Magelang
3.1 Luas Permukiman
Berdasarkan data dari Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Magelang Tahun 2021–2026, luas wilayah Kota Magelang adalah 1.854,67 hektar. Dari luas tersebut, sekitar 69,49% atau 1.287,60 hektar digunakan untuk kawasan terbangun, yang mencakup permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, perkantoran, kesehatan, pariwisata, industri, dan kawasan terbangun lainnya. kawasan perumahan di Kota Magelang memiliki luas sekitar 881 hektar, yang terdiri dari berbagai tingkat kepadatan perumahan, mulai dari tinggi, sedang, hingga rendah. Penataan kawasan perumahan ini menjadi prioritas dalam upaya mewujudkan kota yang bebas dari permukiman kumuh.
3.2 Kondisi Rumah Tangga Berdasarkan Fasilitas Perumahan : Sanitasi dan Sumber Air Utama yang Digunakan untuk Minum
Kondisi saluran drainase primer di Kota Magelang hingga tahun 2023 sebagian besar belum memenuhi kriteria baik. Dari total panjang saluran, baru sekitar 32,40% atau 6.555 meter yang berada dalam kondisi baik, sementara 13.675 meter sisanya masih memerlukan perbaikan. Hal serupa juga terlihat pada saluran irigasi, di mana baru 56,47% atau 8.708 meter dari total 16.550 meter yang memenuhi standar kondisi baik.
Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi masih perlu ditingkatkan untuk mencapai akses layanan yang aman dan berkelanjutan. Persentase rumah tangga dengan akses ke sumber air minum layak terus meningkat dari 87,88% pada tahun 2017 menjadi 98,32% di tahun 2023. Namun, jika mengacu pada kategori air minum aman (air perpipaan yang siap diminum), cakupan layanan di tahun 2023 baru mencapai 88,21%, naik dari 85,75% di tahun sebelumnya.

Gambar 2.3 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak dan Berkelanjutan di Kota Magelang, 2017-2023
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024
Sebelum 2022, air siap minum didefinisikan sebagai air yang bisa langsung dikonsumsi tanpa pengolahan. Namun sejak 2022, definisinya mengacu pada Pedoman Bappenas tahun 2019, yang menetapkan bahwa air minum aman harus memenuhi empat aspek 4K: kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan. Sumber air yang memenuhi kriteria ini bisa berasal dari PDAM maupun non-perpipaan. Perubahan definisi ini menyebabkan lonjakan capaian pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sisi kuantitas, Kota Magelang menghadapi tantangan karena sebagian besar pasokan air bersih bersumber dari luar wilayah kota. Hal ini menuntut penguatan potensi lokal seperti pemanfaatan sumber air baku, pelestarian daerah tangkapan air, dan kerja sama antarwilayah. Selain itu, keberlanjutan air bersih juga terancam oleh potensi pencemaran lingkungan. Untuk sanitasi, meskipun pada tahun 2023 sebanyak 98,81% rumah tangga memiliki akses ke sanitasi layak dan berkelanjutan, namun baru 14,22% yang memiliki akses ke sanitasi aman.

Gambar 2.4 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Layanan Sanitasi Aman, 2019-2023
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang, 2024
4. Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan Permukiman Kumuh Kota Magelang
Kota Magelang memiliki luas 1.856 Ha dengan kepadatan penduduk cukup tinggi yang berdampak pada masih munculnya kawasan kumuh bahkan tersebar merata di seluruh kecamatan yang ada dengan luasan bervariasi. Keterbatasan lahan dan tingginya kepadatan penduduk di wilayah perkotaan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penataan lingkungan bebas kumuh di Kota Magelang. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui program pengurangan jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), yang diwujudkan dalam bentuk bantuan stimulan perumahan swadaya guna meningkatkan kualitas tempat tinggal warga.

Gambar 2.5 Luas Permukiman Kumuh Kawasan Purwomanggung, 2023
(Satuan Hektar)
Sumber: bappeda.magelangkota.go.id
Sejak tahun 2015 hingga 2020, jumlah RTLH di Kota Magelang mengalami penurunan signifikan, dari 4.707 unit menjadi 2.852 unit, dengan 277 unit telah direhabilitasi. Pada tahun 2021, jumlah RTLH tercatat sebanyak 1.679 unit, dan hingga tahun 2023, telah dilakukan penanganan terhadap 1.002 unit rumah. Proses penanganan ini dilaksanakan melalui kolaborasi pentahelix, melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, BAZDA, TNI, CSR Bank Jateng, dan LSM, yang berperan aktif dalam mempercepat penanganan kawasan kumuh secara berkelanjutan.
Mengatasi persoalan permukiman kumuh dan RTLH di wilayah perkotaan juga memerlukan strategi yang mempertimbangkan keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah. Oleh karena itu, penyediaan hunian vertikal (vertical housing) menjadi salah satu solusi yang dinilai efektif. Pemerintah Kota Magelang mendukung strategi ini melalui pembangunan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hingga tahun 2023, Kota Magelang telah memiliki 3 rumah susun (rusun) dan 2 rumah khusus (rusus).
5. Statistik Pengembangan Perumahan dan Backlog Kota Magelang
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dan Rumah Khusus (Rusus) di Kota Magelang tidak hanya ditujukan sebagai solusi penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), tetapi juga merupakan bagian dari strategi untuk mengurangi backlog perumahan yang masih terjadi di wilayah kota.
Hingga tahun 2023, angka backlog kepemilikan rumah di Kota Magelang tercatat mencapai 4.774 unit, yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan hunian layak masih cukup tinggi. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, permintaan terhadap rumah yang layak huni diperkirakan akan terus meningkat di masa mendatang.
Meski demikian, terdapat kemajuan dalam penyediaan hunian layak. Data lima tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam akses rumah tangga terhadap hunian yang layak, yaitu naik sebesar 11,47%, dari 64,69% pada tahun 2019 menjadi 76,16% pada tahun 2023.

Gambar 2.6 Rumah Tangga dengan Akses Hunian Layak, 2019-2023
Sumber: Realisasi Jawa Tengah (data tahun 2019); Profil Kesehatan BPS (data tahun 2020-2023)
