Kondisi Geografis

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kabupaten Aceh Utara berada pada koordinat 4°43’–05°16′ Lintang Utara dan 96°47’–97°31′ Bujur Timur. Kabupaten Aceh Utara memiliki luas sebesar 3.296,86 km2 yang terbagi menjadi 27 kecamatan (kemukiman) dan 852 desa atau gampong. Adapun batas-batas dari Kabupaten Aceh Utara adalah sebagai berikut :

  • Sebelah Utara : Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka
  • Sebelah Selatan : Kabupaten Bener Meriah
  • Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur
  • Sebelah Barat : Kabupaten Bireuen

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Utara
Sumber : https://acehutarapenataanruang.blogspot.com/

 

Berikut adalah luas wilayah Kabupaten Aceh Utara berdasarkan kecamatan, beserta ibu kota kecamatan dan persentasenya.

 

Tabel 1. Luas Wilayah dan Ibu Kota Kecamatan Kabupaten Aceh Utara per Kecamatan Tahun 2024

No Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Luas (km2) Persentase Luas Wilayah
1 Sawang Sawang 379,33 14,02%
2 Nisam Keude Amplah 70,44 2,60%
3 Nisam Antara Aleu Dua 147,36 5,45%
4 Banda Baro Ulee Nyeue 26,91 0,99%
5 Kuta Makmur Buloh Blang Ara 143,37 5,30%
6 Simpang Keramat Kedee Simpang Empat 95,51 3,53%
7 Syamtalira Bayu Bayu 33,71 1,25%
8 Geureudong Pase Mbang 107,62 3,98%
9 Meurah Mulia Jungka Gajah 39,55 1,46%
10 Matangkuli Matang Kuli 27,39 1,01%
11 Paya Bakong Keude Paya Bakong 271,03 10,02%
12 Pirak Timu Alue Bungkoh 34,06 1,26%
13 Cot Girek Cot Girek 307,32 11,36%
14 Tanah Jambo Aye Panton Labu 93,45 3,45%
15 Langkahan Langkahan 181,85 6,72%
16 Seunuddon Seunuddon 77,41 2,86%
17 Baktiya Alue le Puteh 122,96 4,55%
18 Baktiya Barat Keude Sampoiniet 73,27 2,71%
19 Lhoksukon Lhoksukon 146,96 5,43%
20 Tanah Luas Blang Jruen 156,27 5,78%
21 Nibong Keude Nibong 17,39 0,64%
22 Samudera Geudong 32,59 1,20%
23 Syamtalira Aron Simpang Muling 24,59 0,91%
24 Tanah Pasir Jrat Manyang 13,77 0,51%
25 Lapang Lapang 25,5 0,94%
26 Muara Batu Krueng Mane 27,29 1,01%
27 Dewantara Krueng Geukueh 28,38 1,05%
Aceh Utara Lhoksukon 2705,28 100,00%

Sumber : Kabupaten Aceh Utara dalam Angka, 2025

 

Kondisi Fisik

  1. Topografi dan Morfologi

Kabupaten Aceh Utara memiliki bentuk permukaan bumi atau geomorfologi yang bervariasi dari arah pantai hingga ke pegunungan. Di sebelah utara, wilayah ini berbatasan langsung dengan laut, yaitu Selat Malaka, sedangkan di sebelah selatan terdapat kaki atau lereng pegunungan. Secara umum, susunan geomorfologinya dimulai dari dataran pantai yang terletak sepanjang tepi pantai. Setelah dataran pantai, terdapat dataran alluvial yang memanjang secara relatif sejajar dengan garis pantai. Selanjutnya, terdapat zona lipatan yang juga memanjang ke arah pedalaman. Di bagian paling selatan, wilayah ini terdiri atas zona vulkanik yang meliputi kaki, lereng, hingga punggung pegunungan (RPD Aceh Utara, 2023-2026). Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000 (Bakosurtanal), yang menggambarkan topografi menurut garis ketinggian (kontur) Kabupaten Aceh Utara, sebaran utamanya menurut selang ketinggian yaitu :

  • 0 – 25 m dpl : 146.096 Ha, atau 44,31 %;
  • 25 – 100 m dpl : 63.781 Ha, atau 19,35 %;
  • 100 – 500 m dpl : 88.526 Ha, atau 26,85 %;
  • 500 – 1000 m dpl : 20.932 Ha, atau 6,35 %;
  • Di atas 1000 m dpl : 10.351 Ha, atau 3,14%.

Berdasarkan Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Aceh Utara yang disusun oleh Yayasan Leuser Internasional (YLI), sebaran kemiringan lahan di wilayah ini menunjukkan variasi yang cukup signifikan. Kemiringan lahan 0–2% mendominasi wilayah dengan persentase sebesar 50,38% atau sekitar 166.063 Ha. Selanjutnya, lahan dengan kemiringan 2–8% mencakup 18,85% wilayah atau sekitar 62.146 Ha. Kemiringan 8–15% menempati 10,54% atau sekitar 34.749 Ha. Adapun lahan dengan kemiringan 15–25% mencakup 9,59% wilayah atau sekitar 31.617 Ha. Kemiringan 25–40% meliputi 7,26% atau sekitar 23.935 Ha. Sementara itu, lahan dengan kemiringan lebih dari 40% mencakup 3,39% atau sekitar 11.176 Ha dari total wilayah Kabupaten Aceh Utara.

 

  1. Klimatologi

Kabupaten Aceh Utara, yang merupakan bagian dari Provinsi NAD, berada dalam zona iklim muson. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Mohr, Schmid & Ferguson, wilayah ini termasuk dalam tipe iklim C. Dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi NAD, Kabupaten Aceh Utara cenderung memiliki kondisi yang lebih kering. Hal ini disebabkan oleh pengaruh Pegunungan Bukit Barisan, di mana area sebelah utara dan timurnya biasanya menerima curah hujan yang lebih sedikit dibandingkan bagian barat dan selatannya.

Curah hujan tahunan di Kabupaten Aceh Utara berkisar antara 1.000 hingga 2.500 mm, dengan rata-rata jumlah hari hujan sekitar 92 hari per tahun. Musim hujan berlangsung dari bulan Agustus hingga Januari, dengan puncaknya pada bulan Oktober dan November, saat curah hujan dapat melebihi 350 mm per bulan dan jumlah hari hujan lebih dari 14 hari. Sebaliknya, musim kering terjadi antara Februari hingga Juli, dengan curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Maret hingga April.

Suhu udara rata-rata di wilayah ini adalah sekitar 30℃, dengan rentang suhu antara 26℃ hingga 36℃. Selama musim hujan, suhu rata-rata berkisar di angka 28℃, sementara di musim kemarau meningkat menjadi sekitar 32,8℃. Tingkat kelembaban udara berada antara 84% hingga 89%, dengan rata-rata kelembaban sebesar 86,6%. (RPD Aceh Utara, 2023-2026).

 

  • Jenis Tanah

Jenis tanah memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan, baik untuk kegiatan pertanian maupun non-pertanian. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karakteristik serta sebaran jenis tanah sangat krusial dalam upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan di Kabupaten Aceh Utara. Secara garis besar, wilayah ini dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama berdasarkan jenis tanahnya, yaitu tanah hidromorf yang banyak ditemukan di wilayah pesisir, dan tanah podsolik yang lebih dominan di daerah pedalaman. Pola ini juga sejalan dengan variasi kedalaman efektif tanah, yang cenderung semakin dangkal dari pesisir menuju ke pedalaman — mulai dari lebih dari 90 cm hingga kurang dari 30 cm. (RPD Aceh Utara, 2023-2026).

 

  1. Struktur Geologi

Struktur geologi yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Utara secara garis besar terdiri atas batuan Quarter yang cenderung di bagian pesisir (bagian utara), dan batuan tersier yang cenderung di bagian pedalaman (bagian selatan). Sebaran ini selaras dengan topografi yang menaik dari utara ke selatan dan selaras pula dengan pola hilir ke hulu dalam DAS. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, karakteristik DAS merupakan gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia. Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Wilayah Kabupaten Aceh Utara masuk kedalam klasifikasi WS Jambo Aye (01.05.A3) dan WS Pase-Peusangan (0.1.03.B). WS Jambo Aye mencakup DAS Jambo Aye, Krueng Keureutou, dan Krueng Lueng. WS Pase-Peusangan mencakup DAS Krueng Geukeuh, Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2023-2026 II. 10 Krueng Mane, Krueng Pase, dan Peusangan (Berdasarkan Lampiran V.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 Tanggal 18 Maret 2015 tentang Kriteria Dan Penetapan Wilayah Sungai & diambil dari RPD Aceh Utara Tahun 2023-2026).

 

Kondisi Perekonomian

Kabupaten ini tergolong sebagai kawasan industri terbesar di Provinsi NAD dan juga tergolong industri terbesar di luar Pulau Jawa, khususnya dengan dibukanya industri pengolahan gas alam cair PT. Arun LNG di Lhokseumawe pada tahun 1974. Lapangan Arun, yang sebelumnya dikelola oleh PT ExxonMobil Oil Indonesia, merupakan salah satu sumber gas utama di wilayah ini. Namun, cadangan gas di Lapangan Arun diperkirakan hanya akan bertahan sekitar tiga tahun lagi.  Untuk mengantisipasi penurunan cadangan tersebut, upaya eksplorasi terus dilakukan. Pada tahun 2023, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) bersama PT Pema Global Energi (PGE) menemukan cadangan gas baru di Lapangan Rayeu, Kabupaten Aceh Utara. Selain itu, survei seismik 3D telah dilakukan di 13 kecamatan untuk mencari sumber migas baru.​

Di daerah ini juga terdapat pabrik-pabrik besar lainnya seperti Pabrik Kertas Kraft Aceh, Pabrik Pupuk AAF (Aceh Asean Fertilizer), dan pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM). Selain itu, kabupaten ini juga memiliki sektor pertanian yang mumpuni, ditandai setiap tahunnya memiliki nilai yang tertinggi dibanding sektor lainnya. Tahun 2023, menurut data PDRB ADHK, sektor tersebut mencapai Rp 5,69 triliun yang meningkat setiap tahunnya. Secara keseluruhan, meskipun sektor migas menjadi andalan utama, diversifikasi ekonomi melalui penguatan sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara ke depan.

 

Gambar 2 Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK Kabupaten Aceh Utara Tahun 2020-2024
Sumber : Kabupaten Aceh Utara dalam Angka, 2025

 

Kondisi Demografi

  1. Jumlah Penduduk

Pada tahun 2024, Kabupaten Aceh Utara memiliki jumlah penduduk sebanyak 641.007 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,24.  Kepadatan penduduk di Kabupaten Aceh Utara tahun 2024 mencapai 236,95 jiwa per km2. Namun, penduduk yang tersebar di 27 kecamatan tersebut berbeda kepadatan antar wilayahnya. Kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Dewantara yaitu 1.691,30 jiwa per km2 sedangkan wilayah yang tingkat kepadatan terjarang adalah Kecamatan Gerureudong Pase yaitu 57,24 jiwa per km2.

 

Tabel 2 Jumlah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Aceh Utara Tahun 2023

No Kecamatan Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk per km2 Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun 2020-2023 (%)
1 Sawang 41.412 109,17 1,81
2 Nisam 21.386 303,59 2,08
3 Nisam Antara 14.149 96,02 1,94
4 Banda Baro 8.552 317,80 1,75
5 Kuta Makmur 29.428 205,26 2,13
6 Simpang Keramat 11.444 119,82 2,42
7 Syamtalira Bayu 23.527 697,92 1,72
8 Geureudong Pase 6.160 57,24 2,18
9 Meurah Mulia 22.729 574,69 1,83
10 Matangkuli 20.211 737,9 1,79
11 Paya Bakong 16.424 60,6 1,85
12 Pirak Timu 9.375 275,25 2,1
13 Cot Girek 21.086 68,61 1,15
14 Tanah Jambo Aye 46.031 492,57 1,33
15 Langkahan 23.883 131,33 1,58
16 Seunuddon 27.020 349,05 1,59
17 Baktiya 40.651 330,6 1,92
18 Baktiya Barat 20.261 276,53 1,84
19 Lhoksukon 52.406 356,6 1,43
20 Tanah Luas 27.087 173,33 1,75
21 Nibong 11.607 667,45 1,91
22 Samudera 29.032 890,83 1,64
23 Syamtalira Aron 20.281 824,77 1,28
24 Tanah Pasir 10.408 755,85 1,38
25 Lapang 9.099 356,82 1,43
26 Muara Batu 29.360 1.075,85 1,59
27 Dewantara 47.999 1.691,30 1,14
Aceh Utara 641.007 236,95 236,95

Sumber : Kabupaten Aceh Utara dalam Angka, 2024

 

  1. Piramida Penduduk

Penduduk Kabupaten Aceh Utara saat ini didominasi oleh usia produktif atau usia muda. Jika dilihat, piramida penduduk di Kabupaten Aceh Utara memiliki bentuk lebar di bagian bawah dan menyempit ke atas, yang merupakan ciri khas piramida ekspansif. Dengan demikian, angka kelahiran di kabupaten tersebut memiliki angka yang cukup tinggi dan menunjukkan potensi pertumbuhan penduduk yang pesat di masa depan. Hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Aceh Utara memiliki bonus demografi yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan, selama didukung dengan kebijakan yang tepat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja bagi generasi muda.

 

Gambar 3 Piramida Penduduk Kabupaten Aceh Utara Tahun 2023
Sumber : Kabupaten Aceh Utara dalam Angka, 2024

 

  • Kemiskinan

Secara keseluruhan, tingkat kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara selama periode 2018 hingga 2024 menunjukkan pola yang berfluktuasi, baik dari segi jumlah maupun persentasenya. Dalam hal persentase, terjadi tren penurunan angka kemiskinan dari tahun 2018 sampai 2020. Namun, pada tahun 2021, angka tersebut mengalami peningkatan, yang merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang mulai melanda sejak 2020. Dengan berjalannya waktu, masyarakat mulai beradaptasi terhadap situasi pandemi, ditambah dengan meningkatnya cakupan vaksinasi, aktivitas ekonomi secara bertahap kembali pulih. Hal ini mendorong penurunan kembali angka kemiskinan pada tahun 2022 hingga 2023. Hingga tahun 2024, persentase penduduk miskin di Kabupaten Aceh Utara tercatat sebesar 16,11 persen.

Gambar 4 Persentase Kemiskinan Kabupaten Aceh Utara Tahun 2018-2024
Sumber : BPS Kabupaten Aceh Utara, 2025

Kondisi Perumahan dan Lingkungan

  1. Luas Permukiman berdasarkan RTRW

Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perkampungan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Menurut RTRW Kabupaten Aceh Utara, kawasan permukiman dibagi menjadi dua, yaitu kawasan permukiman perkotaan dan kawasan permukiman gampong (desa). Kawasan permukiman perkotaan memiliki luas 5.620 hektar dan kawasan permukiman gampong seluas 8.290 hektar menyebar di seluruh kecamatan.

Gambar 5 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Utara
Sumber : RTRW Kabupaten Aceh Utara, 2012-2032

 

  1. Kondisi Rumah berdasarkan Fasilitas

Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan setiap orang dan rumah tangga. Dalam pemenuhan kebutuhan ini tidak semua orang dapat memenuhinya dengan mudah. Kondisi ekonomi sangat mempengaruhi rumah tangga dapat menghuni rumah yang layak. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman dapat dilihat dari status kepemilikan bangunan tempat tinggal. Berdasarkan hasil data Susenas Maret 2024, sebesar 92,23 persen Kepala Rumah Tangga (KRT) laki-laki Kabupaten Aceh Utara memiliki rumah milik sendiri serta kepemilikan tanah milik sendiri. Selanjutnya sebesar 7,77 persen bukan milik sendiri.

 

Tabel 3 Persentase Status Kepemilikan Bangunan Kabupaten Aceh Utara Tahun 2022

Status Kepemilikan Bangunan Jenis Kelamin KRT (Kepala Rumah Tangga) dalam %
Laki-laki Perempuan
Milik Sendiri 92,23 94,35
Bukan Milik Sendiri (Lainnya) 7,77 5,65

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Utara, 2024

 

Apabila melihat indikator rumah sehat dan layak huni sesuai standar kesehatan, kualitas bangunan tempat tinggal di Kabupaten Aceh Utara terbagi menjadi :

  1. Luas lantai <50 m2
  2. Lantai bukan tanah
  3. Atap bangunan menggunakan beton, genteng, asbes, seng, dan lainnya.
  4. Penggunaan dinding tembok yang terbagi menjadi kayu, anyaman bambu, tembok, dan lainnya.
  5. Penerangan listrik
  6. Air minum yang digunakan
  7. Jamban yang digunakan

 

Berdasarkan data yang didapat dari Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Utara tahun 2024, sebagian besar sudah memiliki fasilitas rumah yang sesuai standar kesehatan. Berikut adalah kondisinya jika dilihat dari berbagai indikator :

 

Tabel 4 Persentase Indikator Rumah Berdasarkan Bahan Bangunan Atap, Dinding, dan Lantai

Indikator Jenis Kelamin KRT (Kepala Rumah Tangga) dalam %
Laki-laki Perempuan
Bahan Bangunan Utama Atap Rumah Terluas Beton/Genteng/Seng/Kayu/Sirap 92,23 94,35
Lainnya (termasuk termasuk asbes, bambu, jerami/ijuk/daun-daunan/rumbia, dan lainnya) 7,77 5,65
Bahan Bangunan Utama Dinding Rumah Terluas Tembok/Plesteran/Anyaman Bambu/Kawat/Kayu/Papan/

Batang Kayu

97,77 99,41
Lainnya 2,23 NA
Bahan Bangunan Utama Lantai Rumah Terluas Marmer/Granit/Keramik/Parket/Vinil/Karpet/Ubin/Tegel/Teraso/Kayu/Papan/Semen/Bata Merah 97,76 96,60
Lainnya (Bambu, Tanah, dan Lainnya) 2,34 3,40

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat Kab. Aceh Utara, 2024

 

Mayoritas rumah tangga, menggunakan bahan atap permanen seperti beton, genteng, seng, kayu, atau sirap, dengan persentase masing-masing sebesar 92,23% dan 94,35%. Pada bagian dinding, hampir seluruh rumah menggunakan bahan seperti tembok, plesteran, anyaman bambu, atau kayu, dengan angka mencapai 97,77% pada KRT laki-laki dan 99,41% pada KRT perempuan. Untuk lantai, sebagian besar rumah juga telah menggunakan bahan permanen seperti keramik, ubin, atau semen, dengan persentase 97,76% pada KRT laki-laki dan 96,60% pada KRT perempuan. Data ini menunjukkan bahwa secara umum, kondisi bahan bangunan rumah di daerah tersebut cukup baik, dan rumah tangga dengan KRT perempuan cenderung memiliki kualitas bangunan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan KRT laki-laki.

 

Tabel 5 Persentase Indikator Rumah Berdasarkan Sumber Penerangan Utama,
Sumber Air Minum Utama, dan Tempat Pembuangan Akhir

Indikator Jenis Kelamin KRT (Kepala Rumah Tangga) dalam %
Laki-laki Perempuan
Sumber Penerangan Utama Listrik PLN 100,00 99,81
Lainnya (termasuk non-PLN atau bukan listrik) NA
Sumber Air Utama untuk Minum Air Kemasan Bermerk/Air Isi Ulang/Leding 48,89 34,39
Sumur Bor/Pompa/Sumur Terlindung/Mata Air Terlindung/

Air Hujan

48,76 63,23
Lainnya (termasuk sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air permukaan (sungai/danau/

waduk/kolam/irigasi)

2,35 NA
Tempat Pembuangan Akhir Tinja Tangki septik/IPAL 87,36 79,75
Lainnya (termasuk kolam/sawah/

Sungai/danau/laut/lubang tanah/

pantai/tanah lapang/kebun)

12,64 20,25

Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat Kab. Aceh Utara, 2024

 

Sebagian besar rumah tangga menggunakan listrik PLN sebagai sumber penerangan utama. Untuk sumber air minum, KRT laki-laki lebih banyak menggunakan air kemasan bermerek atau air ledeng (48,89%), sedangkan KRT perempuan lebih banyak menggunakan sumur bor, pompa, atau mata air terlindung (63,23%). Penggunaan sumber air lain seperti air permukaan lebih banyak pada KRT laki-laki (2,35%), sementara tidak tersedia data (NA) untuk KRT perempuan. Dalam hal sanitasi, mayoritas KRT menggunakan tangki septik atau IPAL, namun angka ini lebih tinggi pada KRT laki-laki (87,36%) dibanding perempuan (79,75%). Sementara itu, pembuangan akhir tinja ke tempat terbuka seperti sungai atau kebun masih ditemukan, lebih banyak pada KRT perempuan (20,25%) dibanding laki-laki (12,64%). Data ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam akses fasilitas dasar antara rumah tangga berdasarkan jenis kelamin kepala rumah tangga.

 

  • RTLH dan Permukiman Kumuh

Kemunculan permukiman kumuh di suatu area biasanya ditandai dengan keberadaan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), yang menjadi indikator kondisi fisik dan cerminan dari kekumuhan di wilayah tersebut. Dalam bidang perumahan dan permukiman rakyat Kabupaten Aceh Utara, terdapat permasalahan yaitu masih tingginya jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) mencapai 19,66 persen (RKPD Kabupaten Aceh Utara, 2025). Berikut adalah data yang menjelaskan mengenai rumah layak huni dan persentasenya dalam time series.

 

Tabel 6 Persentase Rumah Layak Huni Kab. Aceh Utara Tahun 2020-2023

Prasarana Tahun
2020 2021 2022 2023
Rumah Layak Huni 124.947 124.610
Jumlah Rumah Tinggal 142.821 142.846
Persentase Rumah Layak Huni 87,17 87,23 87,53 82,05

Sumber : RKPD Kab. Aceh Utara, 2024

 

Selain itu terdapat bangunan-bangunan liar yang tumbuh di beberapa kawasan kecamatan sepanjang sempadan sungai telah mengubah wajah kota menjadi kawasan kumuh yang perlu secara berkelanjutan dilakukan penataan. Selain kumuh, sempadan sungai yang digunakan untuk bangunan liar ini telah merusak struktur dasar sungai, masalah kesehatan dan lingkungan. Kawasan kempadan sungai yang digunakan untuk bangunan liar terdapat di beberapa kawasan seperti pada daerah sempadan sungai di wilayah Panton Labu, Lhoksukon, Geudong, Krueng Mane, dan beberapa daerah sempadan sungai lainnya di ibu kota kecamatan. Panjang sempadan sungai yang dipakai untuk bangunan liar dapat dilihat pada tabel berikut.

 

Tabel 7 Sempadan Sungai yang Dipakai Bangunan Liar di Kabupaten Aceh Utara 2015-2019

Uraian Tahun
2015 2016 2017 2018 2019
Panjang sempadan sungai yang dipakai banngunan liar (km) 31,20 31,20 30,60 29,8 29,60
Panjang seluruh sempadan sungai kabupaten (km) 156,00 156,00 156,00 156,00 156,00
Persentase 20,00 20,00 19,62 19,10 18,91

Sumber : Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kab. Aceh Utara, 2020

 

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kawasan kumuh di Kabupaten Aceh Utara terdapat di sempadan sungai. Tidak ada data pasti mengenai luasan areal permukiman kumuh di kondisi sekarang. Berdasarkan tabel yang ditampilkan, dapat dijelaskan bahwa persentase lingkungan permukiman kumuh dari tahun 2018 hingga 2020 tetap stabil di angka 9,58%. Artinya, selama tiga tahun tersebut, tidak terjadi perubahan signifikan dalam kondisi lingkungan permukiman kumuh. Sementara itu, untuk persentase areal kawasan kumuh, terdapat sedikit fluktuasi. Pada tahun 2018, persentase areal kawasan kumuh tercatat sebesar 9,5%, kemudian menurun sedikit menjadi 9,47% pada tahun 2019, namun kembali meningkat menjadi 9,58% pada tahun 2020. Data ini menunjukkan bahwa upaya penanganan kawasan kumuh belum menunjukkan perbaikan berkelanjutan dalam jangka waktu tiga tahun tersebut.

 

Tabel 8 Persentase Permukiman dan Areal Kumuh Aceh Utara 2018-2020

Uraian 2018 2019 2020
Persentase lingkungan permukiman kumuh 9,58 9,58 9,58
Persentase areal kawasan kumuh 9,5 9,47 9,58

Sumber : RPJM Kabupaten Aceh Utara, 2020

 

 

Sumber :

 

Badan Pusat Statistik. Aceh Utara dalam Angka 2025.

Badan Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Aceh Utara 2024.

Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor 13 Tahun 2024 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2025

Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 5 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2017-2022.

Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012-2032