Tingginya pertumbuhan penduduk serta pesatnya urbanisasi di kota-kota besar, menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan seperti pemanasan global, bencana alam, dan hilangnya ruang terbuka hijau yang semakin mendesak untuk diatasi. Salah satu solusi yang mulai mendapatkan perhatian di dunia adalah konsep hutan kota. Hutan kota memberikan berbagai solusi ekologis bagi kota-kota dengan pertumbuhan pesat namun sering mengabaikan kelestarian lingkungannya (Paramita & Michiani, 2024).

Aktivitas manusia yang semakin tinggi menyebabkan berbagai permasalahan seperti bencana alam dan permasalahan lingkungan. Data dari (BPS, 2024) menunjukkan bahwa jumlah bencana di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 5.400 kejadian yang didominasi oleh kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrem, serta banjir. Kemudian jika kita lihat lebih jauh, bencana lingkungan parah pernah terjadi di Indonesia, seperti kebakaran 9,7 ha lahan hutan pada tahun 1997, banjir di Jakarta pada tahun 2020, tenggelamnya dua pulau di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2020, serta banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah dengan kasus terparah di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Halmahera Utara pada awal tahun 2021(Paramita & Michiani, 2024). Berbagai kejadian tersebut, tidak luput dari kesalahan manusia yang sering mencederai alam, seperti penggunaan energi fosil secara berlebihan, pengelolaan sampah yang buruk, hingga deforestasi yang menyebabkan pemanasan global. Sebuah penelitian pada tahun 2011 juga telah menyatakan bahwa setidaknya 74% perubahan iklim global sejak tahun 1950 disebabkan oleh aktivitas manusia (Herman, 2018).

Pemanasan global yang semakin parah tentu harus segera ditangani. Salah satunya pemanfaatan kawasan kota menjadi hutan kota dapat menjadi solusi yang menarik untuk mengatasi permasalahan lingkungan di perkotaan. Hutan kota merupakan suatu pepohonan, kebun, hutan dan ruang hijau lainnya yang membentang dari inti perkotaan hingga pinggiran kota-desa, mencakup milik publik maupun privat (Paramita & Michiani, 2024). Hutan kota memberikan solusi pada empat aspek yang meliputi lingkungan, sosial budaya, ekonomi, dan estetika. Aspek lingkungan hutan kota memberi solusi pada kenaikan kualitas udara, meningkatkan kualitas air, pengatur iklim dan suhu, habitat satwa dan vegetasi, pencegah erosi dan banjir, serta sebagai kontol kebisingan kawasan kota. Aspek sosial budaya memberikan solusi pada kesehatan masyarakat, sebagai ruang interaksi dan rekreasi, sarana edukasi, serta sebagai environmental justice. Aspek ekonomi hutan kota berperan untuk sumber bahan baku dan makanan, sebagai lapangan kerja, energi hijau, serta menaikkan nilai properti. Sedangkan aspek estetika memberikan kenyamanan dan keindahan tata kota, ruang kreativitas, serta sebagai keseimbangan kawasan hijau dengan pemukiman.

Hutan kota memberikan dampak yang sangat baik bagi wilayah perkotaan, namun konsep ini belum menjadi pilihan yang diminati di Indonesia. Penyebab tidak diminatinya hutan kota di Indonesia diakibatkan oleh beberapa hal seperti regulasi yang tidak mendukung, konsep perencanaan yang kurang konkret, ancaman lingkungan yang samar, dan kurangnya kesadaran dari pemangku kepentingan maupun masyarakat. Namun, faktor utama yang menjadikan hutan kota tidak diminati di Indonesia adalah ekonomi. Manfaat ekonomi hutan kota tidak dapat dirasakan secara langsung, mengakibatkan pemerintah cenderung mengalokasikan anggaran untuk program yang lebih kritis.

Pengadaan hutan kota untuk menangani permasalahan pada wilayah perkotaan seharusnya menjadi fokus utama di Indonesia. Terlebih melihat masifnya bencana alam belakangan ini, hutan kota dapat menjadi langkah mitigasi yang konkret pada wilayah perkotaan. Walaupun hutan kota belum mampu memberikan manfaat ekonomi secara langsung di Indonesia, manfaat lainnya secara bertahap akan berpengaruh pada perekonomian suatu kota, seperti terjaganya kondisi lingkungan yang berdampak pada pengurangan biaya kesehatan masyarakat maupun biaya perbaikan infrastruktur akibat kerusakan alam. Semoga konsep hutan kota dapat menjadi fokus bersama antara pemerintah, swasta, maupun masyarakat untuk menciptakan wilayah perkotaan yang lebih baik. (RSe)

 

Referensi :

BPS. (2024). Jumlah Kejadian Bencana Alam Menurut Provinsi, 2023. Badan Pusat Statistik Indoneisa. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/TUZaMGVteFVjSEJ4T1RCMlIyRjRTazVvVDJocVFUMDkjMw==/jumlah-kejadian-bencana-alam-menurut-provinsi.html?year=2023

Herman, G., (2018). What is Climate Change?. USA Penguin Random House LLC.

Paramita, M., & Michiani, M. V. (2024). Hutan Kota: Masa Depan Ruang Kota di Indonesia (E. D. Fardhani (ed.)). Yayasan Hunian Rakyat Caritra Indonesia.