Kampung-kampung padat di Jakarta menghadapi tantangan multidimensi, mulai dari keterbatasan ruang, buruknya infrastruktur, hingga persoalan sosial, ekonomi, dan kelembagaan (Kementerian Pekerjaan Umum & SUF Forum Indonesia, 2013). Berdasarkan data BPS tahun 2023, diperkirakan terdapat 540.856 rumah tangga di Jakarta yang tinggal di rumah kumuh. Jumlah ini meningkat 3% dari tahun 2022 yakni di angka 524.888 rumah tangga (Yazid Taufiqurrahman, 2024). Permukiman tersebut rentan terhadap kebakaran, banjir, dan memiliki akses terbatas terhadap sanitasi serta layanan dasar lainnya. Selama bertahun-tahun, penanganan kawasan ini cenderung bersifat sektoral dan terfragmentasi, sehingga gagal menjawab akar persoalan secara menyeluruh.

Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan pendekatan komprehensif yang mampu mengatasi persoalan fisik sekaligus sosial. Kampung Improvement Program (KIP) hadir sebagai strategi revitalisasi kawasan permukiman padat yang menggabungkan pendekatan teknis, sosial, dan partisipatif. Program ini diluncurkan sebagai proyek uji coba untuk menata lima kampung padat di Jakarta secara menyeluruh, tidak hanya secara visual tetapi juga struktural dan kelembagaan (Paula Sevilla Núñez, 2024).

 

Lima kampung dipilih sebagai lokasi uji coba, mewakili lima wilayah administratif DKI Jakarta: Kemayoran Kecil (Jakarta Pusat), Krendang (Jakarta Barat), Rawa Badak 1 (Jakarta Utara), Menteng Wadas (Jakarta Selatan), dan Kayumanis (Jakarta Timur). Lokasi-lokasi ini dipilih karena mewakili tipologi kawasan padat dengan tantangan berbeda. Intervensi meliputi penyediaan sanitasi, drainase, akses jalan, ruang terbuka, serta program pemberdayaan sosial untuk meningkatkan kapasitas komunitas dan penguatan lembaga warga.

Berdasarkan data Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum (2020), total luas lima kawasan kampung ini mencapai 24,60 hektare, yang mencakup 3.608 rumah dan memberi dampak langsung kepada 12.118 jiwa. Selain meningkatkan kualitas fisik permukiman, program ini juga berdampak terhadap peningkatan nilai ekonomi kawasan serta keamanan lingkungan, terutama dalam pengurangan risiko kebakaran dan banjir (Dadang Rukmana, 2019). Dukungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi kunci utama dalam mendorong keberhasilan program. Program ini dikembangkan melalui pendekatan Participatory Kampung Planning (PKP) yang mengedepankan aspirasi dan kebutuhan warga. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas lokal menjadi kekuatan utama dalam menjaga kesinambungan program, di samping pemanfaatan data spasial sebagai dasar perencanaan yang lebih presisi.

Keberhasilan Kampung Improvement Program di lima lokasi uji coba perlu dijadikan titik tolak untuk perluasan program ke kampung-kampung padat lainnya di Jakarta. Perluasan ini harus dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan karakteristik lokal masing-masing wilayah. Selain itu, intervensi fisik saja tidak cukup. Penataan kampung harus diintegrasikan dalam kebijakan lintas sektor, seperti perumahan, lingkungan hidup, kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan, agar dampak pembangunan benar-benar menyeluruh dan berkelanjutan.

Keterlibatan aktif masyarakat tetap menjadi fondasi utama dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan program penataan kampung. Pendekatan partisipatif yang berkelanjutan tidak hanya membangun rasa kepemilikan warga terhadap hasil pembangunan, tetapi juga mendorong keberlangsungan pemeliharaan lingkungan. Oleh karena itu, pembentukan forum-forum warga atau tim pengelola kampung berbasis komunitas sangat diperlukan sebagai mekanisme kontrol sosial dan penggerak inisiatif lokal. Di sisi lain, skema pembiayaan juga perlu dikembangkan secara inovatif. Selain mengandalkan anggaran pemerintah daerah, perlu dijajaki pemanfaatan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), kemitraan dengan sektor swasta, serta kolaborasi dengan lembaga donor atau organisasi masyarakat sipil. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik tetap terjaga.

Program Kampung Improvement Program (KIP), yang awalnya diluncurkan pada akhir 1960-an sebagai inisiatif penataan kampung padat di Jakarta, kini telah berevolusi menjadi berbagai program penataan kampung yang lebih luas dan terintegrasi. Meskipun KIP dalam bentuk aslinya tidak lagi berjalan, semangat dan pendekatannya terus berlanjut melalui berbagai program baru yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu program lanjutan yang menonjol adalah “bedah kampung,” yang menargetkan penataan 250 RW kumuh hingga tahun 2026. Program ini mencakup perbaikan infrastruktur dasar seperti drainase, sanitasi, dan akses jalan, serta peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Pendanaan program ini bersumber dari APBD dan sinergi dengan dana CSR (Azzahra, 2023), menjadikannya contoh nyata kolaborasi multipihak dalam membangun kawasan permukiman yang inklusif, manusiawi, dan berkelanjutan. (PDP)

 

DAFTAR PUSTAKA

Azzahra, T. A. (2023). Pemprov DKI Bakal Bedah 250 RW Kumuh Hingga 2026. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-6501367/pemprov-dki-bakal-bedah-250-rw-kumuh-hingga-2026

Dadang Rukmana, E. al. (2019). Jejak Langkah Hunian Layak Indonesia: Sejarah Perumahan. Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR. https://pu.go.id/pustaka/biblio/jejak-langkah-hunian-layak-indonesia-sejarah-perumahan/4GG289

Kementrian Pekerjaan Umum, & SUF Forum Indonesia. (2013). Kota Indonesia Berkelanjutan Untuk Semua Kompilasi 5 Tahun Perjalanan Sud-Fi. 2–129.

Paula Sevilla Núñez. (2024). Indonesia’s Kampung Improvement Program improves informal neighborhoods with basic infrastructure (1969–1998). Sdg16.Plus. https://www.sdg16.plus/policies/kampung-neighborhood-upgrades-indonesia/

Yazid Taufiqurrahman. (2024). Lebih dari 500 Ribu Rumah Tangga di Jakarta Tinggal di Rumah Kumuh, Tertinggi ke-3 RI. Goodstats. https://data.goodstats.id/statistic/lebih-dari-500-ribu-rumah-tangga-di-jakarta-tinggal-di-rumah-kumuh-tertinggi-ke-3-ri-XGnWm