Konten:
DEFINISI
- KEBENCANAAN
- Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada. (Sumber: Asian Disaster Reduction Center 2003)
- Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Sumber: UU Nomor 24 Tahun 2007)
- PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
- Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. (Sumber: UU No. 1 Tahun 2011)
- Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan kawasan Permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. (Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman)
Dari penjelasan pengertian Bencana dan Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat disimpulkan bahwa tantangan kebencanaan bagi pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah sebuah strategi tanggap dalam mengatasi permasalahan pembangunan yang berada pada zona atau kawasan rawan kebencanaan. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah rawan bencana alam, banyak kawasan permukiman yang tidak sesuai prosedur yang berada di kawasan rawan bencana. Ancaman yang dihadapi masyarakat atas bencana alam adalah banyak rumah-rumah penduduk mengalami kehancuran serta banyak juga korban berjatuhan. Maka dari itu Pemerintah harus lebih disiplin pada pengeolaan kawasan permukiman dan lebih tanggap bencana dan masyarakat juga di edukasi mengenai mitigasi bencana.
PERENCANAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA (Perka 4 Tahun 2008)
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Pada dasarnya penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tiga tahapan yakni:
- Pra bencana yang meliputi situasi tidak terjadi bencana dan terdapat potensi bencana
- Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
- Pasca bencana yang dilakukan setelah terjadi bencana
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
- Pada tahap pra bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh meliputi seluruh tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
- Pada tahap pra bencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
- Pada saat tanggap darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
- Pada tahap pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.
Adapun proses penyusunan rencana penanggulangan bencana secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Pengenalan dan pengkajian bahaya
- Pengenalan kerentanan
- Analisis kemungkinan dampak bencana
- Pilihan tindak penanggulangan bencana
- Mekanisme penanggulangan dampak bencana
- Alokasi tugas dan peran instansi
Dalam menghadapi permasalahan pembangunan permukiman dan kawasan perumahan pada daerah rawan bencana menurut “Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)” sebaiknya pemerintah daerah perlu menetapkan “zona aman” pada pembangunan perumahan dan Kawasan permukiman di daerah rawan kebencanaan. Pada penetapan “Zona Aman” tersebut dapat dilaksanakan dengan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) terkait Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) di daerahnya masing-masing.
KAPASITAS DAERAH DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
Kapasitas daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan parameter penting untuk menentukan keberhasilan pengurangan risiko bencana. Kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana harus mengacu kepada Sistem Penanggulangan Bencana Nasional yang termuat dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta turunan aturannya.
Selain itu kapasitas daerah juga harus melihat tatanan pada skala internasional. Komprehensivitas dasar acuan untuk kapasitas daerah diharapkan dapat memberikan arah kebijakan pembangunan kapasitas daerah untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Arah kebijakan pembangunan kapasitas daerah amat dibutuhkan dalam penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Oleh karenanya, kajian kapasitas suatu daerah menjadi salah satu upaya strategis untuk menyusun rencana induk penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Kajian kapasitas daerah perlu disusun dalam parameter-parameter yang mengacu kepada KAH dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007. Selain itu kajian kapasitas daerah juga harus mampu memetakan kapasitas umum daerah untuk semua ancaman bencana yang ada pada suatu kawasan. Pemahaman yang beragam di daerah terkait peningkatan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana menyebabkan terjadinya kesenjangan kapasitas daerah. Selain itu pokok-pokok kapasitas daerah yang perlu dibangun berdasarkan Sistem Penanggulangan Bencana Nasional diselenggarakan oleh daerah berdasarkan tingkat kemampuan dalam prioritas pembangunan yang beragam.
Kerangka Aksi Hyogo (KAH) merupakan kesepakatan lebih dari 160 negara untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menyepakati KAH, meratifikasi KAH ini dalam Sistem Penanggulangan Bencana Nasional. Beberapa wujud ratifikasi KAH ini adalah Undang- undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Rencana Nasional Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana dan lainnya. Setiap tahunnya, Indonesia melaporkan pencapaian KAH ke salah satu sekretariat PBB yang bernama UN-ISDR (United Nations International Strategic for Disaster Reduction). Kuesioner ini disusun berdasarkan 22 indikator pencapaian KAH. Indikator yang dipersiapkan oleh PBB masih terlalu luas dan memang diperuntukkan untuk menilai pencapaian suatu negara. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa penyesuaian untuk menghitung pencapaian KAH pada tingkat kabupaten/kota maupun pada skala provinsi. KAH yang disepakati oleh lebih dari 160 negara di dunia terdiri dari 5 Prioritas program pengurangan risiko bencana. Pencapaian prioritas-prioritas pengurangan risiko bencana ini diukur dengan 22 indikator pencapaian.
(Sumber: RBI https://bnpb.go.id/documents/irbi-15-1575660452.pdf)
CARA MENGHITUNG RESIKO MULTI BAHAYA
Setiap wilayah atau daerah memiliki ancaman bencana yang berbeda-beda tergantung keberadaan wilayah tersebut terhadap parameter-parameter pembentuk bahaya, begitu juga dengan risiko yang dihasilkan oleh masing-masing ancaman juga berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat menyusun peta risiko multi bahaya.
PEDOMAN MITIGASI BENCANA ALAM BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN (PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT N0 10 TH 2019)
Mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman harus memperlihatkan:
- Pemilihan lokasi, dilakukan melalui:
- Sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan/atau rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman,
- Bukan kawasan lindung, dan
- Tidak pada zona dengan tingkat kerawanan bencana tinggi.
- Pembatasan intensitas penggunaan lahan melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau (KDH), ketinggian bangunan, dan kepadatan bangunan.
- Peta mikrozonasi bencana alam pada lokasi perumahan dan Kawasan permukiman.
- Struktur konstruksi bangunan, bahan bangunan sesuai kearifan lokal.
STRATEGI PENGURANGAN RESIKO BENCANA (KEMENTERIAN PUPR)
A. Tahap Perencanaan
- Memperhitungkan risiko bencana dalam perencanaan, pemrograman, penganggaran, pembangunan infrastruktur dengan penekanan pada mitigasi dan adaptasi bencana agar resiko bencana sudah diantisipasi.
- Menerapkan sertifikasi desain yang dikeluarkan oleh komite yang anggotanya berasal dari gabungan profesional dan pemerintah agar dihasilkan desain infrastruktur yang benar, sesuai dengan kriteria-kriteria, standar perencanaan.
B. Tahap Pengembangan
- Menerapkan standar pengawasan yang ketat agar pembangunan infrastuktur dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan perencanaan.
- Menerapkan sertifikasi operasi agar agar infrastruktur dimanfaatkan dengan tepat sesuai dengan perencanaan.
C. Tahap Pengelolaan
- Melakukan pemeliharaan dan pengoperasian infrastruktur yang memadai agar kondisinya baik sehingga dapat berfungsi secara optimal.
- Memberlakukan status kesiapsiagaan bencana, melakukan tindakan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi untuk menjamin terpenuhinya layanan publik.
RENCANA INDUK PENANGGULANGAN BENCANA TAHUN 2020-2044 (PERATURAN PRESIDEN RI NO 87 TAHUN 2020)
A. Tujuan dan Sasaran Penanggulangan Bencana
Tujuan penanggulangan bencana tahun 2O2O-2O44 adalah “meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi bencana, serta mengurangi risiko bencana dalam jangka panjang”.
Tujuan penanggulangan bencana tahun 2O2O-2O44 akan dicapai pada akhir tahun 2044 melalui sasaran berikut:
- Terwujudnya kerangka peraturan perundang-undangan yang kuat dan keterpaduan kelembagaan yang adaptif dalam penanggulangan bencana.
- Tercapainya peningkatan investasi kesiapsiagaan dan pengelolaan risiko bencana sesuai dengan proyeksi peningkatan risiko bencana.
- Terwujudnya peningkatan kualitas tata kelola penanggulangan bencana yang profesional, transparan, dan akuntabel.
- Terwujudnya penanganan darurat bencana yang cepat dan andal.
- Tercapainya pemulihan infrastruktur, pelayanan publik, dan penghidupan masyarakat pascabencana yang lebih baik dan lebih aman.
B. Kebijakan Penanggulangan Bencana
Kebijakan penanggulangan bencana 2020-2044 sebagai berikut:
- Penguatan peraturan perundang-undangan penanggulangan bencana yang efektif dan efisien.
- Peningkatan sinergi antar kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana.
- Penguatan investasi pengelolaan risiko bencana sesuai dengan proyeksi peningkatan risiko bencana dengan memperhatikan tata ruang dan penataan kawasan.
- Penguatan tata kelola penanggulangan bencana yang semakin profesional, transparan, dan akuntabel.
- Peningkatan kapasitas dan kapabilitas penanganan kedaruratan bencana yang cepat dan andal.
- Percepatan pemulihan pasca bencana pada daerah dan masyarakat terdampak bencana untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
C. Kebijakan percepatan pemulihan pasca bencana pada daerah dan masyarakat terdampak bencana untuk membangun kehidupan yang lebih baik, dilakukan dengan strategi:
- Mengoptimalkan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana berdasarkan tata ruang yang peta risiko bencana.
- Meningkatkan kualitas penghidupan masyarakat terdampak bencana yang lebih baik.
- Mewujudkan infrastruktur, perumahan, dan permukiman berketahanan bencana.
- Meningkatkan kualitas pemulihan sosial ekonomi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
PERATURAN ZONASI
A. Peraturan zonasi terdiri dari dua bagian (Levy, 1997), yaitu :
- Teks peraturan zonasi untuk tiap zona, yang umumnya meliputi :
-
- Persyaratan lay-out tapak (mencakup antara lain: luas persil minimal, lebar dan panjang persil minimal, minimal sempadan (depan, samping, belakang), building coverage atau maksimum % tapak yang tertutup bangunan, jalan masuk ke persil, syarat perparkiran, dan aturan ukuran dan penempatan papan nama;
- Persyaratan karakteristik bangunan, mencakup antara lain tinggi maksimum, jumlah lantai maksimum, Floor Area Ratio (FAR) atau jumlah luas lantai berbanding dengan luas persil;
- Guna bangunan yang diizinkan;
- Prosedur perizinan (pengajuan, penilaian dan keputusan naik banding dan sebagainya).
- Peta zonasi. Pembagian wilayah kota atau daerah menjadi beberapa kawasan atau zona peruntukan dapat terlihat jelas dalam peta zonasi.
Peraturan zonasi juga mencakup substansi penanggulangan dampak yaitu
-
- Penanggulangan pencemaran lingkungan.
- Development impact fees sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lingkungan fisik (sarana dan prasarana umum), mengendalikan pembangunan dan untuk mengatasi konflik politik.
- Traffic impact assessment yang menganalisis dampak lalu lintas akibat pengembangan atau kegiatan baru.
B. Berkaitan dengan penerapan perturan zonasi di kawasan bencana, peraturan zonasi memiliki beberapa fungsi yaitu (Zukaidi dan Natalivan, 2005):
- Sebagai perangkat pengendalian pembangunan pada wilayah rawan bencana. Peraturan zonasi yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya. Ketentuan-ketentuan yang ada karena dikemas menurut penyusunan perundangan yang baku dapat menjadi landasan dalam penegakan hukum bila terjadi pelanggaran.
- Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan/peraturan zonasi menjadi dasar dalam penyusunan rencana tata ruang yang operasional, karena memuat ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci sehingga dapat menjadi panduan teknis pemanfaatan lahan/ruang.
PEMBAGIAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENANGANAN KEBENCANAAN
- Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus sebagai korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.
- Swasta
Peran swasta akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan dalam menghadapi bencana misalnya pemberian bantuan darurat.
- Lembaga Non-Pemerintah
Dengan koordinasi yang baik, lembaga non pemerintah dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana.
- Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien bila dilakukan berdasarkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat.
- Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Oleh karena itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan.
PEMBELAJARAN STRATEGI PENANGANAN BENCANA DI LUAR NEGERI
Jika dilihat dari segi kerawanan bencana, Jepang adalah negara yang memiliki karakteristik kebencanaan yang mirip dengan Indonesia. Keduanya berada di atas pertemuan lempeng-lempeng benua, terletak di jalur Cincin Api Pasifik, dan sama-sama punya banyak gunung api. Akibatnya, Jepang dan Indonesia sama-sama berpotensi besar dilanda gempa dan tsunami. Karenanya butuh strategi yang handal dalam menghadapi bencana.
Di bawah ini adalah beberapa strategi masyarakat Jepang dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami :
- Menguatkan Riset Terkait Bencana
Pada 2012, satu tahun setelah Jepang dilanda tsunami setinggi 20 meter, Universitas Tohoku membentuk International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS). Institut ini dibangun di lahan bekas kawasan yang terdampak tsunami, dengan misi utama mempelajari manajemen tanggap bencana dengan lebih seksama. Studi-studi yang dilakukan di IRIDeS mencakup bidang yang luas, mulai dari pengobatan untuk kasus-kasus medis di tengah bencana, sampai ke penanganan trauma psikologis pasca-bencana. Berbagai studi tersebut dirancang untuk mempercepat proses pemulihan sosial-ekonomi dan rekonstruksi masyarakat Jepang setelah tertimpa bencana alam.
- Mengembangkan Alat Pendeteksi Bencana
Riset kebencanaan di Jepang telah membuahkan berbagai hasil, salah satunya adalah sistem pendeteksi gempa dan tsunami yang disebut Monitoring of Waves on Land and Seafloor (MOWLAS). MOWLAS adalah sistem pendeteksi bencana yang mampu menjangkau seluruh daratan dan kawasan laut di sekitar Jepang. MOWLAS diklaim mampu mendeteksi berbagai frekuensi getaran bumi secara langsung, dan bisa memberi peringatan bencana hingga 20 menit sebelum kejadian. Dengan demikian, saat terjadi gempa atau tsunami, masyarakat memiliki cukup tambahan waktu untuk melakukan evakuasi dan meminimalisir korban jiwa.
- Membangun Fasilitas Darurat Bencana
Pemerintah Jepang juga membangun fasilitas darurat bencana di sejumlah wilayah yang rawan terdampak bencana. Salah satunya adalah Tokyo Rinkai Disaster Prevention Park yang dibangun di distrik Koto, Tokyo. Saat keadaan normal, taman seluas 13 hektare ini bisa digunakan warga untuk rekreasi. Di hari-hari biasa, masyarakat juga bisa mengikuti pelatihan simulasi evakuasi bencana di tempat ini. Namun saat terjadi gempa atau tsunami, Tokyo Rinkai Park bisa difungsikan juga sebagai tempat berlindung. Tokyo Rinkai memiliki aula tahan gempa yang bisa menampung hingga ratusan orang, memiliki perlengkapan medis, serta dilengkapi 7 buah helikopter penyelamat. Dengan fasilitas ini masyarakat bisa belajar cara evakuasi bencana dengan mudah. Warga Tokyo juga tak perlu bingung mencari tempat berlindung saat bencana terjadi.
REKOMENDASI
- Perlunya penggunaan teknologi dalam penanganan kebencanaan
Mengambil contoh studi kasus negara Jepang yang menangani bencana alam banjir dan tsunami dengan menggunakan teknologi yang mereka ciptakan yaitu MOWLAS, dimana sistem pendeteksi bencana mampu menjangkau seluruh daratan dan kawasan laut di sekitar Jepang. MOWLAS diklaim mampu mendeteksi berbagai frekuensi getaran bumi secara langsung, dan bisa memberi peringatan bencana hingga 20 menit sebelum kejadian. Dengan demikian, saat terjadi gempa atau tsunami, masyarakat memiliki cukup tambahan waktu untuk melakukan evakuasi dan meminimalisir korban jiwa.
- Perlunya edukasi kebencanaan bagi masyarakat
Dalam menghadapi ancaman bencana, kesiapsiagaan menjadi kunci keselamatan. Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Banyak upaya kesiapsiagaan bermanfaat dalam berbagai situasi bencana. Beberapa upaya penting untuk kesiapsiagaan adalah:
-
- Memahami bahaya di sekitar.
- Memahami sistem peringatan dini setempat. Mengetahui rute evakuasi dan rencana pengungsian.
- Memiliki keterampilan untuk mengevaluasi situasi secara cepat dan mengambil inisiatif tindakan untuk melindungi diri.
- Memiliki rencana antisipasi bencana untuk keluarga dan mempraktekkan rencana tersebut dengan latihan.
- Mengurangi dampak bahaya melalui latihan mitigasi.
- Melibatkan diri dengan berpartisipasi dalam pelatihan.
- Mewujudkan ketahanan komunitas (community regeneration/resilience)
Twigg (2007) menerangkan bahwa resillience (ketahanan) mencakup tiga pengertian, yaitu
-
- Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi.
- Kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur-struktur dasar tertentu, selama kejadian kejadian yang mendatangkan bahaya.
- Kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu kejadian.
Mengingat dampak signifikan bencana alam, penting untuk menentukan tingkat risiko bencana di suatu negara atau daerah. Pemahaman mendalam tentang masalah ini akan membantu pemerintah untuk mengembangkan kerangka kerja atau kebijakan yang komprehensif meminimalkan dampak negatif dari bencana. Selain itu, pemahaman akan tingkat risiko juga harus ditindaklanjuti dengan penilaian tingkat ketahanan untuk mengatasi bencana. Seperti yang disebutkan oleh Mayunga (2007) ketahanan bencana adalah kapasitas atau kemampuan sebuah komunitas untuk mengantisipasi, mempersiapkan, merespons, dan pulih dengan cepat dari dampak bencana. Selanjutnya ketahanan bencana serta vitalitas ekonomi, kualitas lingkungan, persamaan sosial dan antar generasi, kualitas hidup, dan proses partisipatif adalah enam prinsip keberlanjutan (University of Colorado, 2006).
DAFTAR INFORMASI dan PORTAL KEBENCANAAN DI INDONESIA
– Peraturan perundang-undanganan
- UU Nomor 24 Tahun 2007
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
- Perka 4 Tahun 2008
– Website resmi dari BNPB “Geoportal Kebencanaan Indonesia”
– Buku saku/panduan mitigasi bencana
https://bnpb.go.id/uploads/24/buku-data-bencana/6-buku-saku-cetakan-4-2019.pdf
DAFTAR PUSTAKA
https://geograpik.blogspot.com/2020/02/50-pengertian-bencana-menurut-para-ahli.html
http://bpbd.trenggalekkab.go.id/index.php/info-bencana/istilah-kebencanaan/75-istilah-kebencanaan
https://industri.kontan.co.id/news/pemda-perlu-tetapkan-zona-aman-perumahan
https://balitbanghub.dephub.go.id/file/219
https://industri.kontan.co.id/news/pemda-perlu-tetapkan-zona-aman-perumahan
https://bpbd.jatengprov.go.id/wp-content/uploads/2019/11/RPB-4-Nov-19_format-baru.pdf