- 45,90% rumah tangga di Indonesia masih menghuni rumah tidak layak huni (Sumber: Renstra Kemen PUPR 2020-2024)
- Kebijakan : (Sumber: Renstra Kemen PUPR 2020-2024)
- Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni :
- Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni sehingga memenuhi indikator kekayaan secara minimal melalui pengoptimalan potensi keswadayaan masyarakat, dukungan pemda dan stakeholder lainnya, serta pemanfaatan bahan/material lokal.
- Dukungan regulasi afirmatif yang mengakomodasi rumah adat/desain tradisional sebagai rumah layak huni.
- Dukungan regulasi terhadap upaya peningkatan kualitas bagi rumah yang ditempati oleh lebih dari 1 (satu) keluarga secara bersama (co-housing)
- Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Kegiatan pembangunan rumah secara swadaya seringkali belum memenuhi kualitas rumah layak huni seperti sarana, prasarana, dan utilitas yang memadai. BSPS diberikan pada masyarakat berpenghasilan rendah. Sasaran BSPS adalah rumah tidak layak huni yang merupakan tanah milik sendiri, bangunan yang belum selesai dari yang sudah diupayakan oleh masyarakat atau terkena konsolidasi tanah, relokasi dalam rangka peningkatan perumahan dan permukiman kumuh, rumah yang terkena bencana, kerusuhan sosial atau kebakaran. Kategori rumah tidak layak huni yang menjadi target kegiatan BSPS adalah sebagai berikut:
- Bahan lantai berupa tanah atau kayu kelas IV,
- Bahan dinding berupa bambu/kayu/rotan atau kayu kelas IV,
- Tidak/kurang mempunyai ventilasi dan pencahayaan,
- Bahan atap berupa daun atau genteng plentong yang sudah rapuh,
- Rusak berat dan atau rusak sedang dan luas lantai bangunan tidak mencukupi. Bentuk bantuan program BSPS dapat berupa uang atau barang. Uang yang didapat digunakan untuk membeli bahan bangunan. Namun apabila penerima bantuan tidak memiliki kemampuan (lanjut usia, dan penyandang disabilitas) bantuan uang tersebut dapat digunakan untuk upah kerja. Bantuan dalam bentuk barang berupa bahan bangunan untuk rumah, dan bahan bangunan untuk PSU.
Bentuk Rumah Tidak Layak Huni
(Sumber: HRC Caritra)
-
- Kondisi rumah tidak layak huni pada tanggal 2 Februari Tahun 2021 sejumlah 335.669 unit (Sumber: http://datartlh.perumahan.pu.go.id/lpage.html). Dan salah satu upaya dalam pengurangan jumlah RTLH milik MBR pada tahun 2020-2024 yaitu melalui jumlah anggaran sebesar Rp 780 triliun melalui 20%-30% APBN/APBD dan 70%-80% swasta/masyarakat.
- Selama periode 2015 – 2019, pembangunan perumahan ditujukan untuk memperluas akses terhadap tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, dan selama periode tersebut Peningkatan kualitas Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) milik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sejumlah 700.641 unit. (Renstra KemenPUPR 2020-2024)
- Terdapat beberapa kendala dan permasalahan dalam mengurangi RTLH, diantaranya yaitu : (Renstra KemenPUPR 2020-2024)
- Kendala program BSPS
- Kendala BSPS pada output rumah layak huni :
- Penerima membangun rumah yang lebih besar di banding nilai bantuan
- Pendampingan teknis kabupaten/kota terhadap penerima bantuan stimulan
- Terbatasnya ketersediaan tenaga tukang di daerah
- Kendala BSPS pada pelaksana program tingkat daerah :
- OPD bidang perumahan belum memiliki dokumen perencanaan bidang perumahan seperti renstra, RP3 dan RKP
- Belum memiliki data terkait jumlah RTLH
- Belum adanya tanggapan positif dari pemerintah terhadap program rumah swadaya
- Kendala BSPS pada Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)
- Rasio TFL dengan masyarakat yang butuh pendampingan belum seimbang
- TFL belum berpengalaman dalam pendampingan RTLH
- TFL dari luar wilayah sehingga kesulitan dalam berkomunikasi secara intens dengan penerima bantuan
- Kendala BSPS pada penerima bantuan :
- Tradisi gotong royong berkurang
- Masyarakat bekerja pada pagi dan siang hari sehingga pengerjaan fisik rumah hanya dapat dilakukan pada sore dan malam hari
- Akses menuju penerima bantuan cukup sulit di beberapa daerah, terutama daerah remote.
- Permintaan akan rumah layak semakin meningkat di wilayah perkotaan, hal ini diakibatkan laju urbanisasi/semakin dominannya jumlah penduduk perkotaan.