Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak antara 0o12′ – 8o Lintang Selatan dan 116o48′ – 122o36′ Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 45.764,53 km persegi yang meliputi 21 Kabupaten dan 3 Kota. Kabupaten Luwu Utara kabupaten terluas dengan luas 7.502,68 km persegi atau luas kabupaten tersebut merupakan 16,39 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Sementara itu, Kabupaten Bantaeng merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil dengan luas 99,33 km persegi atau 0,22 persen dari wilayah Sulawesi SelatanBerdasarkan posisi geografisnya, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki batasan:

  • Utara: Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Tengah
  • Selatan: Laut Flores
  • Timur: Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara
  • Barat: Selat Makassar

 

 
Tahun 2019, wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 21 wilayah kabupaten dan 3 kota, yaitu:

No Nama Kota/Kabupaten Luas Wilayah (km2) Presentase (%)
1. Kepulauan Selayar 903,50 1,97
2. Bulukumba 1.154,67 2,52
3. Bantaeng 395,83 0,86
4. Jeneponto 903,35 1,97
5. Takalar 566,51 1,24
6. Gowa 1.883,32 4,12
7. Sinjai 819,96 1,79
8. Maros 1.619,12 3,54
9. Pangkep 1.112,29 2,43
10. Barru 1.174,71 2,57
11. Bone 4.559,00 9,96
12. Soppeng 1.359,44 2,97
13. Wajo 2.506,20 5,48
14. Sidrap 1.883,25 4,12
15. Pinrang 1.961,17 4,29
16. Enrekang 1.786,01 3,9
17. Luwu 3.000,25 6,56
18. Tana Toraja 2.054,30 4,49
19. Luwu Utara 7.502,68 16,39
20. Luwu Timur 6.944,88 15,18
21. Toraja Utara 1.151,47 2,52
22. Kota Makassar 175,77 0,38
23. Kota Pare Pare 99,33 0,22
24. Kota Palopo 247,52 0,54
TOTAL 45.764,53 100

Tabel 1. Luas Wilayah dan Presentase Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS Sulawesi Selatan, 2019

 

Kependudukan

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak. Di Sulawesi Selatan jumlah penduduk mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Sulawesi Selatan 8.520.304 jiwa, lalu tahun 2018 meningkat dengan laju pertumbuhan 0,94% menjadi 8.771.970 jiwa. Sementara itu jumlah penduduk tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan ialah kota Makassar dengan jumlah 1.508.154 jiwa dan jumlah penduduk terendah berada di Kepulauan Selayar dengan jumlah penduduk 134.280 jiwa. JIka dilihat berdasarkan kelompok umur, penduduk terbanyak di provinsi Sulawesi Selatan berada di kelompok umur 0-4 tahun.

Tahun 2018, Rasio jenis kelamin yang dimiliki Provinsi Sulawesi Selatan berjumlah 95,58% dengan jumlah lakilaki 4.286.893 jiwa dan perempuan 4.485.077 jiwa. Rasio jenis kelamin paling besar di kabupaten adalah Luwu Timur dengan jumlah rasio 105,75%, Kepadatan penduduk di Sulawesi Selatan terbanyak di tingkat kota yaitu Kota Makassar dengan jumlah 8.580 per km2, hal ini tentu saja dapat terjadi dengan melihat melihat perkembangan kota Makassar sebagai kota metropolitan dan semakin banyak masyarakat yang berpindah dari daerah ke kota membuat pusat kota menjadi padat penduduk. Lalu ditingkat kabupaten yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya yaitu kabupaten takalar dengan jumlah 522 orang/km2.

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

(2018)

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun (%)
1. Kepulauan Selayar 134.280 0.96
2. Bulukumba 418.326 0.63
3. Bantaeng 186.612 0.56
4. Jeneponto 361.793 0.56
5. Takalar 295.892 0.99
6. Gowa 760.607 1.66
7. Sinjai 242.672 0.61
8. Maros 349.822 0.99
9. Pangkep 332.574 0.87
10. Barru 173.623 0.50
11. Bone 754.894 0.52
12. Soppeng 226.770 0.13
13. Wajo 396.810 0.31
14. Sidrap 299.123 1.01
15. Pinrang 374.583 0.63
16. Enrekang 204.827 0.74
17. Luwu 359.209 0.82
18. Tana Toraja 232.821 0.56
19. Luwu Utara 310.470 0.80
20. Luwu Timur 293.822 2.07
21. Toraja Utara 229.798 0.61
22. Kota Makassar 1.508.154 1.29
23. Kota Pare Pare 143.710 1.14
24. Kota Palopo 180.678 2.13
TOTAL 8.771.970 0.94

Tabel 2. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS Sulawesi Selatan, 2019

 

Kemiskinan

Penduduk miskin di Sulawesi Selatan menunjukkan tren menurun selama periode 2013-2018. Pemerintah tentunya terus berupaya menekan angka kemiskinan. Namun kenyataannya pada periode tersebut terjadi fluktuatif jumlah dan persentase penduduk miskinnya. Tahun 2018 (periode Maret), jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan diperkirakan sebesar 8,87 persen (779,64 ribu jiwa) dari jumlah seluruh penduduk Sulawesi Selatan.

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Presentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Maret 2013 149,10 644,57 793,67 4,88 12,24 9,54
September 2013 161,61 701,61 863,23 5,23 13,31 10,32
Maret 2014 162,49 701,81 864,30 5,22 13,25 10,28
September 2014 154,40 651,95 806,35 4,93 12,25 9,54
Maret 2015 146,42 651,30 797,72 4,61 12,23 9,39
September 2015 157,18 707,34 864,51 4,93 13,22 10,12
Maret 2016 149,13 657,90 807,03 4,51 12,46 9,40
September 2016 150,60 646,20 796,81 4,47 12,30 9,24
Maret 2017 153,56 659,51 813,97 4,48 12,59 9,38
September 2017 166,50 659,47 825,97 4,76 12,65 9,48
Maret 2018 167,93 624,70 792,63 4,61 12,24 9,06
September 2018 168,70 610,94 779,64 4,48 12,15 8,87

Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS Sulawesi Selatan, 2019

 

Backlog dan Rumah Tidak Layak Huni

Backlog Rumah adalah salah satu indikator yang digunakan oleh Pemerintah yang terkait bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Backlog rumah dapat diukur dari dua perspektif yaitu dari sisi kepenghunian maupun dari sisi kepemilikan. Angka backlog di Provinsi Sulawesi Selatan telah mencapai angka 54.993 dengan jumlah penduduk 335.811 jiwa. Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, di antaranya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, minimnya investasi swasta untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi, dll. Berikut adalah data backlog Provinsi Sulawesi Selatan:

Provinsi Rumah Tangga Kepala Keluarga Penghuni (Jiwa) Backlog (KK)
Sulawesi Selatan 53.714 113.714 335.811 54.993

Tabel 4. Data Backlog Provinsi Sulawesi Selatan (data sementara)
Sumber:
http://datartlh.perumahan.pu.go.id/, diakses pada 6 Februari 2020

Masalah backlog berpengaruh dengan masalah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dengan data pada table di bawah ini:

No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan Jumlah Rumah Tangga
1. Kepulauan Selayar 11 88 16.638
2. Bulukumba 10 136 99.110
3. Bantaeng 8 67 36.988
4. Jeneponto 11 113 59.751
5. Takalar 9 100 56.295
6. Gowa 18 167 142.979
7. Sinjai 9 80 37.026
8. Maros 14 103 74.475
9. Pangkep 13 103 61.726
10. Barru 7 55 39.276
11. Bone 27 372 174.375
12. Soppeng 8 70 56.123
12. Wajo 14 190 77.889
13. Sidrap 11 106 61.182
14. Pinrang 12 108 80.184
15. Enrekang 12 129 41.395
16. Luwu 22 227 40.158
17. Tana Toraja 19 159 50.850
18. Luwu Utara 12 174 49.036
19. Luwu Timur 11 128 42.959
20. Toraja Utara 21 151 42.220
21. Kota Makassar 15 153 305.976
22. Kota Pare Pare 4 22 31.125
23. Kota Palopo 9 48 35.874
TOTAL 307 3.049 1.713.428

Tabel 5. Data RTLH Provinsi Sulawesi Selatan (data sementara)
Sumber: BPS Sulawesi Selatan, 2019

Perumahan dan Lingkungan

Rumah tinggal yang dapat dikategorikan ke dalam rumah yang layak huni sebagai tempat tinggal harus memenuhi beberapa kriteria kualitas rumah tempat tinggal. Beberapa diantaranya yaitu rumah yang memiliki dinding terluas yang terbuat dari tembok atau kayu, dengan beratapkan beton, genteng, sirap, seng maupun asbes, dan memiliki lantai terluas bukan tanah. Berdasarkan data Susenas, persentase rumah tangga Sulawesi Selatan yang bertempat tinggal di rumah yang berlantaikan bukan tanah relatif sama dengan tahun 2016. Pada tahun 2017, rumah yang berlantaikan bukan tanah sebesar 98,76 persen.

Indikator Kualitas Perumahan Tahun
2016 2017
Lantai bukan tanah (%) 98,77 98,76
Atap beton, genteng, sirap, seng, dan asbes (%) 97,03 97,44
Dinding terluas tembok dan kayu (%) 79,27 83,07

Tabel 6. Rumah Tangga Menurut Beberapa Indikator Kualitas Perumahan di Sulawesi Selatan Tahun 2016 & 2017
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018

Kualitas dan kenyamanan rumah tinggal ditentukan oleh kelengkapan fasilitas suatu rumah tinggal. Yang termasuk dalam kelengkapan fasilitas tersebut adalah tersedianya air bersih, sanitasi yang layak, serta penerangan yang baik. Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah.

Fasilitas Perumahan Tahun
2016 2017
Air minum kemasan, isi ulang, dan ledeng (%) 39,81 53,37
Jamban sendiri (%) 76,35 77,24
Sumber penerangan listrik (%) 97,60 98,53
Penggunaan gas elpiji untuk bahan bakar memasak (%) 80,56 84,91

Tabel 7. Rumah Tangga Menurut Beberapa Fasilitas Perumahan di Sulawesi Selatan Tahun 2016 & 2017
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018

 

Beberapa fasilitas perumahan yang mendukung tempat tinggal yang layak dan sehat adalah air minum yang sehat, jamban sendiri, sumber penerangan listrik, dan penggunaan gas elpiji untuk bahan bakar memasak. Pada tahun 2017, rumah tangga di Sulawesi Selatan yang menggunakan air kemasan, air isi ulang, dan air ledeng sebagai sumber air minum telah mencapai 53,37 persen.

Selain air minum, saat ini, 77,24 persen rumah tangga yang ada di Sulawesi Selatan telah memakai jamban sendiri di rumahnya. Selebihnya, sekitar 22,76 persen tidak memiliki jamban sendiri dalam artian penggunaan bersama rumah tangga lain, MCK umum, atau tidak menggunakan sama sekali.

Fasilitas perumahan lainnya yang juga penting adalah penerangan. Sumber penerangan yang ideal adalah yang berasal dari listrik (PLN dan non PLN), karena cahaya listrik lebih terang dibandingkan sumber penerangan lainnya. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2017, sebanyak 98,53 persen rumah tangga telah menikmati fasilitas penerangan listrik, meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (97,60 persen).

Pemakaian elpiji yang lebih praktis, efisien, dan bersih, dibandingkan bahan bakar lainnya membuat pengguna elpiji terus meningkat dari tahun ke tahun. Pengguna elpiji di tahun 2017 sebesar 84,91 persen dari persentase rumah tangga menurut bahan bakar utama yang digunakan untuk memasak. Angka ini meningkat lebih cepat dibanding tahun sebelumnya yaitu 4,35.

 

Permasalahan Perumahan & Kawasan Permukiman

Permukiman kumuh dan tidak layak huni masih menjadi permasalahan utama di Provinsi Sulawesi Tenggara. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka terjadi peningkatan area terbangun. Perubahan tersebut menyebabkan kepadatan penduduk dan permukiman. Terkait hal tersebut  secara otomatis akan memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan dan salah satunya adalah terbentuknya beberapa permukiman kumuh. Permukiman kumuh tersebar di berbagai kabupaten dan kota, yang sebagian besar berada di kawasan pesisir dan bantaran.

 

Upaya Penanganan / Program Pemerintah

Upaya menangani permasalahan kawasan kumuh, Pemerintah memiliki tugas untuk mendorong peningkatan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat untuk mencegah berkembangnya perumahan dan permukiman kumuh baru serta menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman.

Dalam arahan RPJP Nasional untuk RPJM Nasional tahun 2015-2019 menyebutkan bahwa target pembangunan di bidang permukiman adalah melakukan pemenuhan kebutuhan hunian layak yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya. Arahan tersebut kemudian diterjemahkan oleh Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, untuk dijadikan target utama pada rencana strategis tahun 2015-2019 yaitu berupa pemenuhan layanan air minum yang layak hingga 100%, layanan sanitasi yang layak hingga 100%, dan berkurangnya kawasan permukiman kumuh hingga 0% di seluruh Indonesia.

Percepatan penanganan permukiman kumuh prioritas adalah meningkatkan pemahaman dan kesadaran Pemerintah Daerah mengenai konsep kekumuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tindak lanjut dokumen perencanaan yang telah disusun, penajaman pemahaman terkait dengan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, penentuan kawasan prioritas, prinsip kolaborasi dalam penanganan kumuh, sinkronisasi data dan perhitungan pengurangan luasan kumuh serta pemahaman awal terhadap konsep pembangunan kota berkelanjutan yang akan dicapai pada masa mendatang.

 

Pengelolaan Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kelembagaan)

Pembangunan dan pengembangan perumahan permukiman di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan oleh berbagai pihak dari tingkat nasional hingga daerah kabupaten/kota. Di tingkat nasional pengembangan dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang dalam pelaksanaan programnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah tingkat 1 maupun tingkat 2, seperti Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) Sulawesi Selatan, Dinas Lingkungan Hidup tingkat kabupaten/kota, Tim KOTAKU.