Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Secara astronomis terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan di antara 02°45’-06°15’ Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120°45’-124°45’ Bujur Timur. Luas wilayah Sulawesi Tenggara, adalah berupa daratan seluas 38.067,7 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki batasan:

  • Utara : Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah
  • Selatan : Provinsi NTT di Laut Flores
  • Timur : Provinsi Maluku di Laut Banda
  • Barat : Provinsi Sulawesi Selatan di Teluk Bone

 

 
Tahun 2018, wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 15 wilayah kabupaten dan 2 kota, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, luas daratan masing-masing kabupaten/ kota, yaitu:

No Nama Kota/Kabupaten Luas Wilayah (km2) Presentase (%)
1. Kabupaten Buton 1.212,99 3,19
2. Kabupaten Muna 1.922,16 5,05
3. Kabupaten Konawe 4.435,28 11,65
4. Kabupaten Kolaka 3.283,59 8,63
5. Kabupaten Konawe Selatan 5.779,47 15,18
6. Kabupaten Bombana 3.001 7,88
7. Kabupaten Wakatobi 559,54 1,47
8. Kabupaten Kolaka Utara 3.391,67 8,91
9. Kabupaten Buton Utara 1.864,91 4,9
10. Kabupaten Konawe Utara 5.101,76 13,4
11. Kabupaten Kolaka Timur 3.634,74 9,55
12. Kabupaten Konawe Kepulauan 867,58 2,28
13. Kabupaten Muna Barat 1.022,89 2,69
14. Kabupaten Buton Tengah 958,31 2,52
15. Kabupaten Buton Selatan 509,92 1,34
16. Kota Kendari 300,89 0,79
17. Kota Baubau 221 0,58
TOTAL 38.067,7 100

Tabel 1. Luas Wilayah dan Presentase Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara, 2019

Kependudukan

Berdasarkan proyeksi penduduk, penduduk Sulawesi Tenggara tahun 2018 sebanyak 2.653.654 jiwa yang terdiri atas 1.334.683 penduduk laki-laki dan 1.318.971 penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2017, penduduk Sulawesi Tenggara mengalami pertumbuhan sebesar 2,18 persen. Secara umum, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan yang ditunjukkan oleh besaran sex ratio sebesar 101,19.

Dengan luas wilayah 38.067 km2, secara rata-rata setiap km2 wilayah Sulawesi Tenggara ditinggali sekitar 68-69 orang penduduk dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga sebanyak 4-5 orang. Seiring dengan persebaran penduduk tiap kabupaten/kota, Kota Kendari dengan persentase penduduk sebesar 14,20 persen memiliki tingkat kepadatan tertinggi mencapai 1.237 jiwa/km2. Sementara tingkat kepadatan terendah di Kabupaten Konawe Utara sebesar 12-13 jiwa/km2 dengan persentase penduduk sebesar 2,40 persen.

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
2010 2018 2010-2018
1. Buton 94.712 101.618 0,93
2. Muna 197.497 221.343 1,49
3. Konawe 213.993 249.010 1,97
4. Kolaka 209.986 256.827 2,62
5. Konawe Selatan 265.908 309.298 1,97
6. Bombana 140.114 180.035 3,26
7. Wakatobi 93.279 95.737 0,36
8. Kolaka Utara 121.970 147.863 2,50
9. Buton Utara 54.984 63.070 1,79
10. Konawe Utara 51.823 62.403 2,42
11. Kolaka Timur 107.009 130.860 2,62
12. Konawe Kepulauan 29.126 33.680 1,91
13. Muna Barat 71.898 80.619 1,49
14. Buton Tengah 86.652 92.165 0,82
15. Buton Selatan 75.233 79.979 0,81
16. Kota Kendari 291.689 381.628 3,49
17. Kota Baubau 137.715 167.519 2,55
TOTAL 2.243.587 2,653,654 2,18

Tabel 2. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara, 2019

 

Kemiskinan

Pada Maret 2018 tercatat garis kemiskinan di Sulawesi Tenggara (kota+desa) sebesar Rp.303.618,- per kapita sebulan. Dengan batas garis kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin sebanyak 307,1 ribu jiwa atau 11,63 persen. Jika dibandingkan keadaan Maret 2017, penduduk miskin turun 24,6 ribu jiwa. Sementara kondisi September 2017, garis kemiskinan sebesar Rp.285.608,- dengan penduduk miskin tercatat sebanyak 331,7 ribu jiwa atau 12,81 persen.

Persentase penduduk miskin pada satu tahun terakhir ini menunjukkan tren menurun. Namun, Berdasarkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaranmasing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (P1), rata-rata pengeluaran penduduk miskin pada Maret 2018 lebih dalam dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 karena nilainya semakin jauh dengan garis kemiskinannya. Yaitu dari 1,87 (Maret 2017) menjadi 2,04 (Maret 2018). Hal ini menunjukkan bahwa pengentasan penduduk miskin untuk melewati garis kemiskinan semakin besar tantangannya.

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin Presentase Penduduk Miskin
2017 2018 2017 2018
Buton 13,41 13,78 13,46 13,67
Muna 32,35 29,12 14,85 13,19
Konawe 37,99 33,4 15,65 13,48
Kolaka 26,64 24,74 13,78 12,51
Konawe Selatan 33,73 33,73 11,14 10,95
Bombana 21,52 19,77 12,36 11,05
Wakatobi 15,48 14,2 16,19 14,85
Kolaka Utara 23,42 21,3 16,24 14,3
Buton Utara 9,63 9,38 15,58 14,93
Konawe Utara 8,44 8,82 13,93 14,22
Kolaka Timur 8,86 25,97 15,64 13,82
Konawe Kepulauan 5,97 5,87 18,1 17,48
Muna Barat 12,89 11,39 16,24 14,17
Buton Tengah 16,73 13,72 18,35 14,88
Buton Selatan 12,66 11,86 15,99 14,82
Kota Kendari 18,44 17,76 5,01 4,69
Kota Baubau 13,55 12,59 8,39 7,57
TOTAL 331,71 307,1 12,81 11,63

Tabel 3. Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk MiskinKabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara, 2019

Backlog dan Rumah Tidak Layak Huni

Backlog Rumah adalah salah satu indikator yang digunakan oleh Pemerintah yang terkait bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Backlog rumah dapat diukur dari dua perspektif yaitu dari sisi kepenghunian maupun dari sisi kepemilikan. Angka backlog di Provinsi Sulawesi Tenggara telah mencapai angka 16.124 dengan jumlah penduduk 101.374 jiwa. Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, di antaranya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, minimnya investasi swasta untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi, dll. Berikut adalah data backlog Provinsi Sulawesi Tenggara:

Provinsi Rumah Tangga Kepala Keluarga Penghuni (Jiwa) Backlog (KK)
Sulawesi Tenggara 15.373 33.890 101.374 16.124

Tabel 4. Data Backlog Provinsi Sulawesi Tenggara (data sementara)
Sumber:
http://datartlh.perumahan.pu.go.id/, diakses pada 4 Februari 2020

Masalah backlog berpengaruh dengan masalah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dengan data pada table di bawah ini:

No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan Jumlah Rumah Tangga
1. Buton 5 13 776
2. Muna 4 9 1.754
3. Konawe 25 148 1.596
4. Kolaka 12 56 942
5. Konawe Selatan 20 76 100
6. Bombana 21 109 1.701
7. Wakatobi 6 16 571
8. Kolaka Utara 15 88 659
9. Buton Utara 6 62 229
10. Konawe Utara 11 35 490
11. Kolaka Timur 12 100 609
12. Konawe Kepulauan 7 49 359
13. Muna Barat 10 25 1.201
14. Buton Tengah 6 36 1.040
15. Buton Selatan 7 57 1.222
16. Kota Kendari 10 64 942
17. Kota Baubau 8 43 1.182
TOTAL 185 986 15.373

Tabel 5. Data RTLH Provinsi Sulawesi Tenggara (data sementara)
Sumber:
http://datartlh.perumahan.pu.go.id/, diakses pada 4 Februari 2020

 

Perumahan dan Lingkungan

Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer, kebutuhan yang paling mendasar yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sekaligus merupakan faktor penentu indikator kesejahteraan rakyat. Rumah selain sebagai tempat tinggal, juga dapat menunjukkan status sosial seseorang, yang berhubungan positif dengan kualitas/kondisi rumah. Selain itu rumah juga merupakan sarana pengamanan dan pemberian ketentraman hidup bagi manusia dan menyatu dengan lingkungannya. Kualitas lingkungan rumah tinggal memengaruhi status kesehatan penghuninya.

 

Indikator Kualitas Perumahan Jenis Lantai (%)
Semen/ bata merah Marmer/ keramik/ granit Kayu Tegel/ teraso Tanah lainnya Bambu
Lantai terluas 46,46 27,94 19,54 2,63 2,36 1,06

 

Indikator Kualitas Perumahan Jenis Atap (%)
Seng Bambu / sirap /rumbia Genteng/

beton

Asbes
Atap terluas 83,99 4,51 5,19 6,3

 

Indikator Kualitas Perumahan Jenis Dinding (%)
Kayu Tembok Bambu/lainnya  
Dinding terluas 50,48 48,14 1,38  

 

Indikator Kualitas Perumahan Jenis Sumber Penerangan (%)
Listrik PLN Listrik non PLN Bukan listrik  
Sumber Penerangan 93,23 5,2 1,57  

Tabel 6. Data Indikator Kualitas Perumahan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sulawesi Tenggara 2017

Kondisi rumah yang ditempati sebagian besar rumah tangga di Sulawesi Tenggara memiliki ciri-ciri atap terluas seng (83,99 persen), lantai terluas semen/bata merah (46,46 persen), dan dinding terluas kayu (50,48 persen). Untuk fasilitas sumber penerangan sebagian besar rumah tangga sudah menggunakan sumber penerangan yang berasal dari PLN yaitu sebesar 93,23 persen.

Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum yang berasal dari leding, air hujan, dan sumur bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung dengan jarak ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat lebih dari 10 meter dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Indikator ini digunakan untuk memantau akses penduduk terhadap sumber air berkualitas berdasarkan asumsi bahwa sumber air berkualitas menyediakan air yang aman untuk diminum bagi masyarakat. Hasil Susenas 2018 menunjukkan bahwa rumah tangga yang menggunakan sumber air minum bersih tercatat sebesar 79,29 persen. Sedangkan rumah tangga yang menggunakan sumber air minum layak tercatat sebesar 49,78 persen.

Ketersediaan fasilitas buang air besar/jamban untuk setiap rumah tangga dapat menunjukkan kondisi kelayakan dari suatu hunian. Rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas buang air besar atau rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar umum/komunal dapat dikatakan rumah tangga dengan sanitasi yang tidak layak. Sulawesi Tenggara masih terdapat 16,04 persen rumah tangga dengan sanitasi yang tidak layak yaitu 13,82 persen rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas buang air besar atau ada tetapi tidak digunakan dan 2,22 persen rumah tangga menggunakan fasilitas buang air besar umum/komunal.

Permasalahan Perumahan & Kawasan Permukiman

Permukiman kumuh dan tidak layak huni masih menjadi permasalahan utama di Provinsi Sulawesi Tenggara. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka terjadi peningkatan area terbangun. Perubahan tersebut menyebabkan kepadatan penduduk dan permukiman. Terkait hal tersebut  secara otomatis akan memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan dan salah satunya adalah terbentuknya beberapa permukiman kumuh. Permukiman kumuh tersebar di berbagai kabupaten dan kota, yang sebagian besar berada di kawasan pesisir dan bantaran.

 

Upaya Penanganan / Program Pemerintah

Dalam mengatasi masalah permukiman kumuh, Kementerian PUPR memberikan bantuannya melalui Direktorat PKP, yang bukan hanya berkomitmen untuk memberikan bantuan fisik yang berupa pembangunan infrastruktur di kawasan permukiman kumuh, tetapi juga bantuan teknis kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun dan melegalisasi Rancangan Peraturan Daerah yang akan menjadi dasar dalam melakukan penanganan permukiman kumuh. Adapun pentingnya penanganan permukiman kumuh tertuang pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPIJM 2015-2019 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman di 38.431 ha daerah perkotaan.

 

Pengelolaan Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kelembagaan)

Pembangunan dan pengembangan perumahan permukiman di Provinsi Sulawesi Tenggara dilakukan oleh berbagai pihak dari tingkat nasional hingga daerah kabupaten/kota. Di tingkat nasional pengembangan dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang dalam pelaksanaan programnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah tingkat 1 maupun tingkat 2, seperti Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) Sulawesi tenggara, Cipta Karya Provinsi Sultra, Dinas Lingkungan Hidup tingkat kabupaten/kota, Tim KOTAKU.