Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang berbatasan langsung dengan negara lain pada wilayah darat yakni negara Timur Leste. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 1.192 pulau, 432 pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan sisanya sampai saat ini belum mempunyai nama 42 pulau dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni. (Pejabat Pengelola Informasi Daerah Provinsi NTT, 2019).

Dari sekian banyaknya pulau yang ada, terdapat 5 (Lima) pulau besar berpenghuni yakni Pulau  Timur Timur (14.523,24 km2), Pulau Flores (13.393,81 km2), Pulau Sumba (12.532,88 km2), Pulau Alor (2.864,60 km2), Lembata (1.266,00 km2) dan pulau lainnya seluas 4.137,57 km2. Kabupaten Manggarai Barat dan dan Kabupaten Rote Ndao adalah Kabupaten dengan jumlah pulau terbanyak.  Saat ini Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu destinasi wisata nasional maupun internasional dengan kekayaan alam yang menjadi tujuan wisatanya.

Sama seperti wilayah lain di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.  Jumlah hari hujan di Nusa Tenggara Timur berbeda-beda pada masing-masing wilayahnya seperti pada wilayah Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur yang dihujani sabanyak 172 dan 166 hari, sementara pada wilayah lain seperti seperti Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata hanya dihujani selama 38 dan 58 hari.
 

 

Letak provinsi Nusa Tenggara timur ialah :

  • Sisi Utara : berbatasan dengan Laut Flores
  • Sisi Selatan : berbatasan dengan Samudera Hindia
  • Sisi Timur : berbatasan  dengan Negara Timor Leste
  • Sisi Barat : berbatasan  dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat

 

Secara administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas 21 Kabupaten dan 1 Kota dengan total luas wilayah sebesar 48 718,10 km2. Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Kupang merupakan wilayah dengan luas yang paling besar yakni seluas 7 000,50 km2  dan 5 434,76 km2 .  Sementara  wilayah dengan luasan terkecil adalah Kota Kupang dan Kabupaten Sabu Raijua seluas 26,18 km2 dan 460,54 km2. Secara geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar merupakan wilayah dataran rendah. Dataran tinggi dengan ketinggian diatas 1000 mdpl terdapat di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Ngada.

 

Tabel 1 : Luas Daerah, Nama Ibu Kota Kabupaten/Kota dan Tinggi Wilayah

 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

 

No Kabupaten / Kota Ibu Kota Kabupaten/ Kota Luas (Km2) Tinggi Wilayah (mdpl)
1 Sumba Barat Waikabubak 2 183,18 ± 445
2 Sumba Timur Waingapu 7 000,50 ± 155
3 Kupang Oelamasi 5 434,76 ± 30
4 Timor Tengah Selatan Soe 3 947,00 ± 900
5 Timor Tengah Utara Kefamenanu 2 669,70 ± 470
6 Belu A ambua 1 284,97 ± 380
7 Alor Kalabahi 2 864,60 ± 75
8 Lembata Lewoleba 1 266,00 ± 10
9 Flores Timur Larantuka 1 813,20 ± 25
10 Sikka Maumere 1 731,90 ± 35
11 Ende Ende 2 046,50 ± 100
12 Ngada Bajawa 1 645,88 ±1547
13 Manggarai Ruteng 2 096,44 ±1177
14 Rote Ndao Ba’a 1 280,00 ± 30
15 Manggarai Barat Labuan Bajo 2 397,03 ± 65
16 Sumba Tengah Waibakul 1 868,74 ± 450
17 Sumba Barat Daya Tambolaka 1 480,46 ± 45
18 Nagekeo Mbay 1 416,96 ± 55
19 Manggarai Timur Borong 2 642,93 ± 20
20 Sabu Raijua Seba 460,54 ± 60
21 Malaka Betun 1 160,63 ± 40
22 Kota Kupang Kupang 26,18 ± 85
NTT 48 718,10  

Sumber : BPS Provinsi NTT 2019

 

Kerawanan Bencana

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam gempa bumi, banjir, angin puting beliung, kekeringan, dan tanah longsor.

Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2019, dari beberapa kejadian bencana alam yang terjadi Kabupaten Manggarai merupakan wilayah dengan catatan kejadian bencana tanah longsor , banjir dan angin puting beliung tertinggi.

Dalam  Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur No 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 2010-2030 telah ditetapkan kawasan-kawasan rawan bencana diantaranya :

  

Tabel 2 . Persebaran Kawasan Rawan Bencana di Provinsi Nusa Tenggara Timur

No Kawasan Lokasi
1 Kawasan Rawan Longsor dan Gerakan tanah  Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan,Kabupaten Timur Tengah Utara, Kabupaien Belu, Kabupalen Alor, Kabupaten
Lembata , Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada, Kabupalen Nagekeo, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaien Manggarai,
dan Kabupaten ManggaEi Barat.
2 Kawasan Rawan Banjir Takari dan Noelmin di Kabupaten Kupang, Benanain di Kabupaien Belu, Dataran
Bena dan Naemeto di Kabupacn Timor Tengah Selalan, dan Ndona di Kabupaten
Ende
3 kawasan lawan bencana gempa Kabupaten Ende, Kabupalen Sikka,
Kabupaten Flores Timor Kabupatan Manggarai Barat Kabupaten Manggarai,
Kabupaten Manggarai Timur, dan Kabupaten Alor
4 Kawasan Rawan Bencana Gelombang Pasang da Tsunami Maumere
Kabupacn Sikka, Daerah Atapupu/Pantai Utara Belu, Pantai Selatan Pulau
Sumba, Pantai Utara Ende, Pantai Utara Flores Timur, Pantai Selalan Lembata,
dan Pantai Selatan Pulau Timor. Pantai Selatan Pulau Sabu dan Pantai Selalan Pulau Rote
5 Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi  Kawasan Gunung Inelika, Gunung Illi Lewotolo, Gunung Illi Boleng, Gunung Lereboleng, Gunung Lewotobi Laki-laki, Gunung Lewotobi Perempuan di Flores Timur
Kawasan Gunung Anak Ranakah di Kabupaten Ruteng
Kawasan Gunung Iya dan Gunung Kelimutu di Kabupaten Ende
Kawasan Gunung Inerie di Kabupaten Ngada
Kawasan Gnung Ebulobo di Kabupaten Negekeo
Kawasan Gunung Rokatenda dan Gunung Egon di Kabupaten Sikka
Kawasan Gunung Sirung di Kabupaten Alor
Kawasan Gunung Batutara dan Gunung Ile Ape di Kabupaten Lembata

Sumber : RTRW Provinsi NTT 2010-2030

 Kependudukan

 Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur, Penduduk  Provinsi   NTT  berdasarkan proyeksi  penduduk  tahun  2018  adalah sebanyak  5.371.519 jiwa yang terdiri atas 2.660.613 laki-laki dan 2.710.906 perempuan. Rasio jenis kelamin tahun 2018 adalah 98 yang berarti dari 100 perempuan hanya   terdapat   98   laki-laki.   Laju pertumbuhan penduduk tahun 2018 adalah 1,67 persen.

 

Tabel 3. Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis

Kelamin Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

 

Kabupaten / Kota

Jumah Penduduk (Ribu Jiwa) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) Rasio Jenis Kelamin
Sumba Barat 127,87 1,73 59 106,95
Sumba Timur 255,6 1,39 37 105,01
Kupang 387,48 3,02 71 104,53
Timor Tengah Selatan 465,97 0,63 118 97,21
Timor Tengah Utara 251,99 1,1 94 97,62
Belu 216,78 1,72 169 100,05
Alor 204,38 0,86 71 95,23
Lembata 140,39 2,15 111 88,2
Flores Timur 253,82 1,04 140 91,54
Sikka 318,92 0,7 184 89,38
Ende 272,99 0,53 133 89,72
Ngada 161,2 1,51 98 95,36
Manggarai 333,91 1,61 159 95,8
Rote Ndao 165,81 4,05 130 103,38
Manggarai Barat 269,03 2,38 112 97,78
Sumba Tengah 71,8 1,69 38 106,27
Sumba Barat Daya 338,43 2,11 229 105,32
Nagekeo 144,41 1,26 102 94,65
Manggarai Timur 283,31 1,38 107 97,43
Sabu Raijua 94,41 3,11 205 104,68
Malaka 189,22 1,74 163 93,68
Kota Kupang 423,8 2,86 16 188 104,73
NTT 5 371,52 1,67 110 98,14

Sumber : BPS Provinsi NTT,2019

Dari jumlah penduduk yang ada, terdapat 1.163,53 ribu rumah tangga dengan jumlah rata – rata anggota rumah tangga sejumlah 4,62 orang.

 

Tabel 4. Rumah Tangga dan Rata-rata Banyaknya Anggota Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Kabupaten / Kota Rumah Tangga (Ribu) Rata2 Banyaknya Anggota Rumah Tangga
Sumba Barat 24,05 5,32
Sumba Timur 52,08 4,91
Kupang 88,25 4,39
Timor Tengah Selatan 115,43 4,04
Timor Tengah Utara 58,1 4,34
Belu 48,07 4,51
Alor 44,23 4,62
Lembata 32,84 4,27
Flores Timur 55,7 4,56
Sikka 67,82 4,7
Ende 57,28 4,77
Ngada 31,8 5,07
Manggarai 68,34 4,89
Rote Ndao 39,67 4,18
Manggarai Barat 57,67 4,67
Sumba Tengah 13,89 5,17
Sumba Barat Daya 58,33 5,8
Nagekeo 26,91 5,37
Manggarai Timur 57,57 4,92
Sabu Raijua 22,92 4,12
Malaka 41,96 4,51
Kota Kupang 100,35 4,22
NTT 1 163,25 4,62

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

Perumahan dan Kawasan Permukiman

Dalam upaya meningkatkan penyediaan serta kualitas perumahan dan permukiman, pemerintah telah melakukan beberapa kegiatan diantaranya :

Kegiatan /Paket Valume Satuan
2018
Pengembangan Permukiman Perdesaan Kawasan Labuan Bajo Kab. Manggarai Barat 1 Ha
PSD Permukiman Perdesaan Kawasan Barada dan Alas Selatan, Kab. Malaka 1 Ha
Peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh di kawasan oesapa kota kupang 10 Ha
Pengembangan Permukiman Perdesaan Kawasan Atambua Barat Kab. Belu 1 Ha
Penataan Kawasan Kumuh Kelurahan Maliti Kota Waikabubak Program Kotaku (IBM) Kab.Sumba Barat 1 Kel
Penataan Kawasan Kumuh Kelurahan Wailiang Kota Waikabubak Program Kotaku (IBM) Kab.Sumba Barat 1 Kel
2019
Pengembangan Permukiman Perdesaan Prioritas Nasional di Kab. Manggarai Barat 1 Paket
Pengembangan Permukiman Perdesaan Kawasan Gua Maria Kab. Kupang 5 Hektar
Pengembangan Permukiman Perdesaan Kawasan Atambua Barat 1 Paket
Pengembangan Permukiman Perdesaan Kawasan Barada Kab. Malaka 1 Paket
Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan Kawasan Kota Kupang 1 Paket

Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat

(Data Sementara : diakses Selasa, 10 September 2019)

Kota Kupang sebagai Ibu Kota Provinsi menjadi perkotaan yang membutuhkan perencanaan perumahan dan kawasan permukiman perkotaan yang baik. Dalam Peraturan Daerah Kota Kupang  Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Kupang Tahun 2011 – 2031 diarahkan bahwa :

  • Lokasi permukiman berada di wilayah yang sudah berkembang dan pengembangan permukiman lebih lanjut diarahkan di setiap Blok lingkungan dan mendekati pusat-pusat kegiatan di tiap Blok pada masing-masing BWK Kota Kupang sehingga tercapai sistem kota yang efisien.
  • Rencana pengembangan perumahan di BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI dan BK VII, yaitu
  1. Pengembangan perumahan di BWK I untuk kepadatan tinggi pada luas lahan 923,800 Ha
  2. Pengembangan perumahan di BWK I untuk kepadatan sedang pada luas lahan 28,177 Ha
  3. Pengembangan perumahan di BWK II untuk kepadatan tinggi pada luas lahan 334,503 Ha
  4. Pengembangan perumahan di BWK II untuk kepadatan sedang pada luas lahan 254,084 Ha
  5. Pengembangan perumahan di BWK II untuk kepadatan rendah pada luas lahan 142,618 Ha.
  6. Pengembangan perumahan di BWK III untuk kepadatan sedang pada luas lahan 1.079,009 Ha
  7. Pengembangan perumahan di BWK III untuk kepadatan rendah pada luas lahan 32,982 Ha.
  8. Pengembangan perumahan di BWK IV untuk kepadatan sedang pada luas lahan 1.516,503 Ha
  9. Pengembangan perumahan di BWK IV untuk kepadatan rendah pada luas lahan 1.496,882 Ha
  10. Pengembangan perumahan di BWK V untuk kepadatan sedang pada luas lahan 807,133 Ha
  11. Pengembangan perumahan di BWK V untuk kepadatan rendah pada luas lahan 142,618 Ha
  12. Pengembangan perumahan di BWK VI untuk kepadatan sedang pada luas lahan 168,180 Ha
  13. Pengembangan perumahan di BWK VI untuk kepadatan rendah pada luas lahan 619,118 Ha
  14. Pengembangan perumahan di BWK VII untuk kepadatan tinggi pada luas lahan 11,661 Ha; (Komplek BTN Kolhua)
  15. Pengembangan perumahan di BWK VII untuk kepadatan sedang pada luas lahan 241,602 Ha
  16. Pengembangan perumahan di BWK VII untuk kepadatan rendah pada luas lahan 409,470 Ha.

Berdasarkan atas hak kepemilikan bangunan, 85,91 rumah tangga di Provinsi NTT adalah atas milik pribadi, 6, 17 % merupakan rumah kontrak/sewa dan 7,92 % untuk jenis kepemilikan lainnya. Hak kepemilikan berupa kontrak / sewa sangat besar di Kota Kupang yakni sebesar 36,72 %. Persentase ini sangat jauh dengan wilayah lainnya yang hanya berkisar antara 1-10 %.

Kondisi fisik perumahan pada bagian lantai bangunan 78,95 % sudah tidak berupa tanah dan 21.05 % masih berupa tanah. Jenis lantai yang digunakan paling dominan adalah semen/batah merah dan keramik. Untuk bagian atap 90.44 % rumah menggunakan atap dari seng dan 7.95 %  jerami/ ijuk. Beberapa rumah menggunakan beton, genteng, asben, bambu, dan kayu/sirap. Pada bagian dinding rumah, kurang dari setengah jumlah rumah yang berdinding tembok yakni sebesar 41.88 %. Sebagian besar diding rumah menggunakan bahan asli dari alam seperti anyaman bambu, kayu,dan bambu.

 

Tabel 5. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Kabuopaten / Kota Milik Sendiri Kontrak / Sewa Lainnya Jumlah
Sumba Barat 84,04 3,62 12,35 100
Sumba Timur 91,47 1,44 7,08 100
Kupang 86,64 1,86 11,49 100
Timor Tengah Selatan 94,95 0,61 4,43 100
Timor Tengah Utara 92,71 2,49 4,8 100
Belu 85,27 5,37 9,36 100
Alor 90,96 3,17 5,87 100
Lembata 85,43 6,88 7,69 100
Flores Timur 91,55 1,31 7,14 100
Sikka 86,2 7,96 5,84 100
Ende 88,27 4,51 7,22 100
Ngada 87,86 4,78 7,36 100
Manggarai 83,86 4,55 11,6 100
Rote Ndao 89,7 3,12 7,19 100
Manggarai Barat 85,18 5,39 9,43 100
Sumba Tengah 91,02 0,44 8,53 100
Sumba Barat Daya 93,82 1,55 4,63 100
Nagekeo 90,79 4,83 4,37 100
Manggarai Timur 97,16 0,49 2,34 100
Sabu Raijua 95,87 0,12 4,02 100
Malaka 91,95 2 6,05 100
Kota Kupang 46,6 36,72 16,68 100
NTT 85,91 6,17 7,92 100

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

 

Tabel 6. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Jenis Lantai %
Marmer / Granit 0,32
Keramik 16,18
Parket/ Vinil 0,11
Ubin / Tegel 0,6
Kayu / Papan Kualitas Tinggi 3,75
Semen / bata Merah 52,14
Bambu 5,84
Tanah 20,99
Lainnya 0,05

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

 

Tabel 7. Persentase Rumah Tangga Menurut

Jenis Atap Terluas di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Janis Atap %
Seng 90,44
Jerami / Ijuk/ daun-daunan / rumbia 7.95
Beton 0.17
Genteng 0.43
Asbes 0.59
bambu 0.38
kayu Sirap 0.05

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

 

 

Tabel 8. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Terluas di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Jenis Dinding %
Tembok 41,88
Plesteran anyaman  bambu / kawat 0,59
Kayu 12,09
Anyaman Bambu 8,47
Batang Kayu 0,41
Bambu 15,91
Lainnya 20,65

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

Fasilitas

Untuk memenuhi kebuhan air untuk kehidupan sehari-hari, sumber air bersih yang digunakan 30 % bersumber dari mata air terlindung, 17,95 % dari sumur terlindung dan leding sebesar 15,12 %. Masyarakat juga menggunakan air dari pompa, air kemasan, sumur tak terlindung, mata air tak terlindung dan air permukaan. Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Malaka merupakan Kabupaten yang tidak menggunakan air yang bersumber dari leding.

Tabel 9 . Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Sumber Air %
Leding 15,12
Pompa 5,27
Air Dalam Kemasan 8,34
Sumur Terlindung 17,95
Sumur Tak Terlindung 5,9
Mata Air Terlindung 30,96
Mata Air Tak Terlindung 9,75
Air Permukaan 2,8

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

 

Sumber penerangan rumah tangga di Provinsi NTT 69.37 % bersumber dari PLN, 12.97 % bukan PLN dan 17.66 % rumah tangga menggunakan penerangan bukan listrik.

 

Tabel 10. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Penerangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Kabupaten / Kota PLN Non PLN Bukan Listrik
Sumba Barat 55,38 17,06 27,55
Sumba Timur 52,22 37,59 10,19
Kupang 79,25 7,25 13,49
Timor Tengah Selatan 48,65 11,03 40,32
Timor Tengah Utara 73,49 4,11 22,4
Belu 80,29 3,26 16,46
Alor 60,42 15,2 24,37
Lembata 78,47 10,6 10,94
Flores Timur 90,16 1,73 8,11
Sikka 74,51 8,22 17,27
Ende 90,32 2,93 6,75
Ngada 81,61 9,97 8,42
Manggarai 77,3 13,3 9,4
Rote Ndao 76,22 10,64 13,15
Manggarai Barat 57,77 29,3 12,93
Sumba Tengah 35,75 36,58 27,67
Sumba Barat Daya 35,9 23,25 40,85
Nagekeo 81,07 10,93 7,99
Manggarai Timur 29,46 36,52 34,03
Sabu Raijua 42,07 37,66 20,27
Malaka 79,75 4,55 15,71
Kota Kupang 99,75 0 0,25
NTT 69,37 12,97 17,66

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

 

Fasilitas untuk kebutuhan MCK di provinsi NTT dominan digunakan sendiri. Secara umum  Sejumlah 71,40 % rumah tangga. Disis lain, masih terdapat wilayah dengan persentase rumah tangga yang cukup besar tidak memiliki MCK. Seperti pada Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya, sejumlah 35.61 % dan 34.72 % rumah tangga masih belum memiliki MCK.

 

Tabel 11. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2018

Kabupaten / Kota Sendiri Bersama MCK Umum Tidak Menggunakan Tidak Ada
Sumba Barat 41,01 13,91 15,58 0 29,5
Sumba Timur 63,46 9,2 2 0,24 25,1
Kupang 81,63 8,67 0,22 0 9,48
Timor Tengah Selatan 81,36 11,42 0 0,06 7,15
Timor Tengah Utara 79,53 12,92 0,23 0 7,32
Belu 70,1 16,97 0,99 0,09 11,85
Alor 66,34 13,52 4,13 0 16,01
Lembata 79,93 9,16 1,82 0 9,09
Flores Timur 83,69 6,2 9,91 0,19 0
Sikka 69,38 18,33 0,76 0 11,53
Ende 68,04 19,43 2,8 0 9,74
Ngada 88,77 6,47 1,02 0 3,73
Manggarai 66,3 15,92 1,57 0 16,21
Rote Ndao 67,93 8,09 1,56 0,19 22,24
Manggarai Barat 63,33 13,43 8,2 0 15,04
Sumba Tengah 58,81 3,08 1,99 0,51 35,61
Sumba Barat Daya 60,56 3,66 0,59 0,47 34,72
Nagekeo 78,64 10,21 2,88 0,17 8,08
Manggarai Timur 81,88 9,81 0,3 0 8
Sabu Raijua 77,61 8,78 1,42 0 12,19
Malaka 44,5 26,82 4,67 0,8 23,21
Kota Kupang 68,83 29,16 2,01 0 0
NTT 71,4 13,68 2,46 0,1 12,35

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

 

Dari tahun ke tahun dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak selalu meningkat. Hingga pada tahun 2018, 50.72 % rumah tangga telah memiliki akses terhadap sanitasi yang layak.

 

Tabel 12. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2014-2018

Tahun %
2014 16.12
2015 23.90
2016 40.46
2017 45.31
2018 50.72

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2019

RTLH dan Backlog

Berdasarkan data sementara  yang dihimpun dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, total rumah tidak layak huni di Provinsi NTT adalah sejumlah 11.983 unit. Jumlah yang paling banyak terdapat di Kabupaten Ende, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Flores Timur yakni sejumlah 7346, 1933 dan 1147 unit.

Sementara jumlah Backlog adalah sejumlah 35014, dengan jumlah tertinggi di Kabupaten Sikka dan Manggarai Timur yakni 4834 dan 4082.

Tabel 13. Jumlah Rumah Tidak Layak Huni Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, 2019

Kabuopaten / Kota Rumah Tidak Layak Huni
Sumba Barat 489
Sumba Timur 5
Kupang 5
Timor Tengah Selatan  0
Timor Tengah Utara  0
Belu 210
Alor 163
Lembata 212
Flores Timur 1147
Sikka  0
Ende 7346
Ngada  0
Manggarai  0
Rote Ndao  0
Manggarai Barat 1933
Sumba Tengah 5
Sumba Barat Daya  0
Nagekeo  0
Manggarai Timur 158
Sabu Raijua 310
Malaka 6
Kota Kupang 0
NTT 11.983

Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

(Data Sementara : diakses Selasa, 10 September 2019)

 

Tabel 14. Jumlah Backlog Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, 2019

Kabupaten / Kota Backlog
Sumba Barat 79
Sumba Timur 1846
Kupang 1693
Timor Tengah Selatan 1381
Timor Tengah Utara 1223
Belu 148
Alor 1506
Lembata 824
Flores Timur 1868
Sikka 4834
Ende 2436
Ngada 704
Manggarai 3310
Rote Ndao 458
Manggarai Barat 1270
Sumba Tengah 926
Sumba Barat Daya 2699
Nagekeo 1520
Manggarai Timur 4082
Sabu Raijua 584
Malaka 1224
Kota Kupang 399
NTT 35014

Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

(Data Sementara : diakses Selasa, 10 September 2019)

Kawasan Kumuh

Sebanyak 12 kelurahan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk dalam kawasan kumuh dan kelurahan Oesapa menjadi salah satu kawasan prioritas program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh). Secara nasional kelurahan Oesapa masuk dalam  32 kawasan kumuh se-Indonesia yang menjadi sasaran prioritas menuju pemukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

Adapun penangganan kawasan kumuh melalui program KOTAKU, mencakup dua hal yakni skala lingkungan meliputi pembenahan pada infrastruktur serta peningkatan kehidupan mata pencaharian keluarga. Sementara skala kawasan yakni pembenahan infrastruktur, ekonomi dan perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga menjadi pemukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

 

Eksistensi Rumah Adat

Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang masih mempertahankan peninggalan leluhur berupa permukiman dalam kampung adat. Perumahan adat ini memiliki nilai budaya yang kuat dan masih digunakan hingga saat ini. Bahkan salah satu diantaranya telah mendapat penghargaan Warisan Budaya Asia-Pasifik UNESCO.  Beberapa kampung adat dengan permukiman tradisional di Nusa Tenggara Timur diantaranya :

 

  1. Kampung Adat Bena
  2. Sumber : Backpacker Jakarta, 2017

     

    Kampung Adat Bena  adalah salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Bajawa. Kampung ini sama sekali belum tersentuh kemajuan teknologi. Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana yang hanya memiliki satu pintu gerbang untuk masuk dan keluar.

    Bangunan arsitektur Bena tidak hanya merupakan hunian semata, tetapi memiliki fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan lokal dan masih relevan diterapkan masyarakat pada masa kini dalam pengelolaan lingkungan binaan yang ramah lingkungan. masyarakat Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya ialah lahan pemukiman yang dibiarkan sesuai kontur asli tanah berbukit.

     

  3. Kampung Adat Tololela
  4.  

    Kampung Tololela merupakan salah satu kampung yang berada di Desa Manubhara, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada. Rumah ini dihuni oleh suku asli Kampung Tololela. Uniknya formasi rumah ini tersusun rapi membentuk pola segi empat, di mana bagian tengahnya terdapat lapangan berundak yang digunakan sebagai tampat Ngadu dan Bhaga.

     

  5. Kampung Adat Gurusina
  6.  

    Sumber : Suara.com, 2018

     

    Kampung Adat Gurusina terletak di Kecamatan Jarebu’u, Kabupaten Ngada, Flores, NTT. Jarak tempuhnya 16 km dari Aimere dan 21 Km dari Kota Bajawa.

    Gurusina adalah salah satu kampung adat di Kabupaten Ngada. Kabupaten yang sama dengan Kampung Adat Bena, yang lebih dulu tersohor di mata wisatawan. Meski kalah tenar, bukan berarti Gurusina tak punya daya tarik. Gurusina disinyalir sebagai kampung adat tertua di Flores. Ada total 33 buah rumah yang semuanya terbuat dari bambu dengan atap alang-alang.

    Namun saat ini, Kampung Adat Gurusina di Pulau Flores telah mengalami kebakaran pada Agustus 2018.

     

  7. Kampung Adat Wae Rebo
  8. Sumber : Pos Kupang, 2018

     

    Desa adat terpencil di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut. Di kampung ini hanya terdapat 7 rumah utama atau yang disebut sebagai Mbaru Niang. Setiap rumah dihuni oleh enam hingga delapan keluarga. Mbaru Niang terdiri dari lima lantai dengan atap daun lontar dan ditutupi oleh ijuk.

     

  9. Kampung Praijing di Tebara
  10. Sumber : National Geographic Indonesia

    Kampung Adat Praijing terletak di Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat. Di kampung ini tersisa 38 rumah tradisional khas Sumba. Sebelum mengalami kebakaran pada tahun 2000, tercatat ada 42 rumah tradisional di kampung ini