Gambaran Umum Wilayah Jawa Tengah

Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa dimana Kota Semarang merupakan ibu kota provinsi ini. Posisi ini membuat Jawa Tengah berada di lokasi strategis secara geografi dan geologi. Jawa Tengah diapit oleh tiga provinsi, laut, dan samudera. Secara geografis,  Provinsi Jawa Tengah terletak di  antara 6° dan 8° Lintang Selatan dan antara 108° dan 111° Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah antara lain :

  • Utara : Laut Jawa
  • Selatan : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Samudera Hindia
  • Barat : Provinsi Jawa Barat
  • Timur : Provinsi Jawa Timur

 

 

Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Luas wilayahnya 32.544,02 km², atau sekitar 28,94% dari luas pulau Jawa. Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas yang ada di Provinsi Jawa Tengah dengan luas 2.138,51 km2, sedangkan Kota Magelang merupakan daerah terkecil dengan luas 18,12 km2.  Berikut merupakan luas wilayah menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

 

Tabel 1. Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

No Kabupaten/Kota Luas(km2) Presentase (%)
Kabupaten/Regency
1. Cilacap 2138,51 6,57
2. Banyumas 1327,59 4,08
3. Purbalingga 777,65 2,39
4. Banjarnegara 1069,74 3,29
5. Kebumen 1282,74 3,94
6. Purworejo 1034,82 3,18
7. Wonosobo 984,68 3,03
8. Magelang 1085,73 3,34
9. Boyolali 1015,07 3,12
10. Klaten 655,56 2,01
11. Sukoharjo 466,66 1,43
12. Wonogiri 1822,37 5,60
13. Karanganyar 772,20 2,37
14. Sragen 946,49 2,91
15. Grobogan 1975,85 6,07
16. Blora 1794,40 5,51
17. Rembang 1014,10 3,12
18. Pati 1491,20 4,58
19. Kudus 425,17 1,31
20. Jepara 1004,16 3,09
21. Demak 897,43 2,76
22. Semarang 946,86 2,91
23. Temanggung 870,23 2,67
24. Kendal 1002,27 3,08
25. Batang 788,95 2,42
26. Pekalongan 836,13 2,57
27. Pemalang 1011,90 3,11
28. Tegal 879,70 2,70
29. Brebes 1657,73 5,09
Kota/Municipality
1. Magelang 18,12 0,06
2. Surakarta 44,03 0,14
3. Salatiga 52,96 0,16
4. Semarang 373,67 1,15
5. Pekalongan 44,96 0,14
6. Tegal 34,49 0,11
Jawa Tengah 32544,12 100,00

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019

 

Secara geologi, Provinsi Jawa Tengah berada pada jalur pegunungan muda (ring of fire) dunia sehingga memiliki banyak gunung berapi aktif, yakni Gunung Slamet dan Gunung Sumbing. Kondisi ini membuat daerah di sekitar gunung tersebut diperuntukan pertanian dan perkebunan.

Secara adiminstratif, Provinsi Jawa Tengah terbagi atas 29 kabupaten dan 6 kota yang membawahi 573 kecamatan . secara keseuluruhan di Jawa tengah terdapat 7.809 desa dan 750 kelurahan. Sehingga menjadikan Provinsi Jawa Tengah sebagai provinsi dengan jumlah kelurahan/desa terbanyak di Indonesia.

Pertanian merupakan sektor utama perekonomian Provinsi Jawa Tengah, di mana mata pencaharian di bidang ini digeluti hampir separuh dari angkatan kerja terserap. Kawasan hutan meliputi 20% wilayah provinsi, terutama di bagian utara dan selatan, yakni daerah Rembang, Blora, Grobogan yang merupakan penghasil utama kayu jati. Provinsi Jawa Tengah juga terdapat sejumlah industri besar dan menengah. Daerah Semarang-Ungaran-Demak-Kudus merupakan kawasan industri utama di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kudus dikenal sebagai pusat industri rokok. Di Kabupaten Cilacap terdapat industri semen. Kota Solo, Kota Pekalongan, Juwana, dan Lasem dikenal sebagai kota Batik yang kental dengan nuansa klasik. Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora (perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah) terdapat cadangan minyak bumi dikenal sebagai daerah tambang minyak. (Sumber : Kemendagri, 2015)

 

Kependudukan

Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai “jantung” budaya Jawa. Namun, di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini. Mayoritas penduduk Provinsi Jawa Tengah didomonasi perempuan sebanyak 17.389.029 jiwa, sedangkan laki-laki hanya berjumlah 17.101.806 jiwa. Berikut merupakan tabel jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah:

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018

No Wilayah Jateng Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laki-Laki Perempuan Total
Kabupaten/Regency
1. Cilacap 861266 858238 1719504
2. Banyumas 838798 840326 1679124
3. Purbalingga 456972 468221 925193
4. Banjarnegara 459903 458316 918219
5. Kebumen 595003 600089 1195092
6. Purworejo 353298 363179 716477
7. Wonosobo 399115 388269 787384
8. Magelang 641992 637633 1279625
9. Boyolali 482309 497490 979799
10. Klaten 574824 596587 1171411
11. Sukoharjo 438527 446678 885205
12. Wonogiri 465124 491982 957106
13. Karanganyar 434726 444352 879078
14. Sragen 434976 452913 887889
15. Grobogan 678296 693314 1371610
16. Blora 424189 437921 862110
17. Rembang 315689 317895 633584
18. Pati 607002 646297 1253299
19. Kudus 423985 437445 861430
20. Jepara 618422 622178 1240600
21. Demak 570481 581315 1151796
22. Semarang 511202 529427 1040629
23. Temanggung 383704 381890 765594
24. Kendal 488618 475488 964106
25. Batang 380574 381803 762377
26. Pekalongan 443009 448883 891892
27. Pemalang 643219 656505 1299724
28. Tegal 714305 722920 1437225
29. Brebes 905683 897146 1802829
Kota/Municipality
1. Magelang 60005 61867 121872
2. Surakarta 251772 266115 517887
3. Salatiga 93718 97853 191571
4. Semarang 875575 910539 1786114
5. Pekalongan 152202 152275 304477
6. Tegal 123323 125680 249003
Jawa Tengah 17101806 17389029 34490835

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019

 

Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 mencapai 1,060 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di 35 kabupaten/kota cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kota Surakarta dengan kepadatan sebesar 11.762 jiwa/km2 dan terendah di Kabupaten Blora sebesar 480 jiwa/km2.

 

 

Perumahan dan Lingkungan

Kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang adalah papan. Papan dalam hal ini adalah kebutuhan akan rumah tempat tinggal yang layak baik dari segi fisik, fasilitas maupun lingkungannya. Terdapat beberapa kriteria rumah tinggal yang harus dipenuhi sehingga dapat dikategorikan ke  dalam  rumah yang layak huni sebagai tempat tinggal. Kriteria tersebut  diantaranya  yaitu  rumah  yang memiliki  dinding  terluas yang terbuat dari tembok atau kayu, dengan beratapkan beton, genteng, sirap, seng maupun  asbes,  dan  memiliki  lantai  terluas  bukan  tanah.  Data  hasil  Statistik Perumahan 2017/2018 menunjukan bahwa persentase rumah tangga yang bertempat tinggal   di   rumah   yang   berlantaikan   bukan   tanah   menunjukkan   adanya peningkatan. Pada  tahun  2017,  rumah  yang berlantaikan bukan tanah sebesar 93,48% atau mengalami kenaikan bila dibandingkan pada tahun 2016 yang sebesar 84,55%.

Tabel 6. Rumah Tangga Menurut Beberapa Indikator Kualitas Perumahan, 2015–2017

Indkator Kulitas Perumahan Perkotaan Perdesaan Total
2016 2017 2016 2017 2016 2017
Lantai bukan tanah (%) 92,48 93,48 77,47 79,33 84,55 86,22
Atap beton, genteng, sirap, seng, dan asbes (%) 99,60 98,87 99,91 99,95 99,88 99,91
Dinding terluas tembok dan kayu (%) 96,77 97,2 92,34 93,82 94,38 95,47

Sumber: Indikator Kesejahteraan 2017/2018 Provinsi Jawa Tengah

Indikator  lain  yang  digunakan  untuk  melihat  kualitas  perumahan  untuk  rumah  tinggal  adalah penggunaan  atap  dan  dinding terluas.  Dari  hasil  Susenas  2016 rumah  tinggal  dengan  atap  beton, genteng,  sirap,  seng,  dan  asbes  mencapai  99,88%  dan  pada  tahun  2017 meningkat  menjadi 99,91%.  Kondisi  yang  sama  terjadi  pada  bangunan  rumah  tinggal  yang  menggunakan  dinding terluas  tembok  dan  kayu  yang  juga  meningkat dari 94,38%  menjadi 95,47%  pada  tahun 2017.

Kualitas dan kenyamanan rumah tinggal ditentukan oleh kelengkapan fasilitas suatu rumah tinggal. Fasilitas perumahan yang penting adalah penerangan. Sumber penerangan yang ideal berasal dari listrik (PLN dan Non-PLN). Berdasarkan  hasil  Susenas tahun  2017,  sebanyak 99,91% rumah tangga telah menikmati fasilitas penerangan listrik,  angka ini meningkat  jika  dibandingkan dengan  tahun  2016 (99.88%).  Jika  dilihat  berdasarkan  daerah  tempat  tinggal,  pada  tahun  2017, rumah  tangga  yang  menggunakan  listrik  di  perkotaan  sebanyak  99,96%,  sementara  didaerah perdesaan sebanyak 99,86%.

Pada tahun 2017, rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah yang menggunakan  air  kemasan,  air  isi ulang,  dan  air  ledeng  sebagai sumber air minum dan masak mencapai 39,17%. Terlihat perbedaan yang sangat signifikan bila dibedakan menurut daerah tempat tinggal. Hal ini terlihat dari rumah tangga di daerah perkotaan dalam mengkonsumsi air kemasan, air isi ulang dan air dari ledeng yang mencapai 50,48%, sementara diperdesaan hanya 28,46%.

Tabel 8. Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Fasilitas Perumahan , 2015–2017

Fasilitas Perumahan Perkotaan Perdesaan Total
2016 2017 2016 2017 2016 2017
Penerangan Listrik 99,95 99,96 99,81 99,86 99,88 99,91
Air minum kemasan/leding 47,25 50,48 25,09 28,46 35,3 39,17
Jamban Sendiri dengan tanki septik tank 87,71 87,05 74,43 74,42 80,74 80,69

Sumber: Indikator Kesejahteraan 2017/2018 Provinsi Jawa Tengah

Penyediaan  sarana  jamban  merupakan  bagian  dari  usaha  sanitasi  yang  cukup  penting peranannya. Jika ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, pembuangan kotoran manusia yang tidak memenuhi standar sanitasi yang baik akan mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air. Fasilitas rumah tinggal yang berkaitan dengan hal tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri dengan tangki septik. Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah perdesaan berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Selama tahun 2016-2017 persentase  rumah  tangga yang memiliki jamban sendiri dengan septik tank menunjukkan tren  penurunan baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah tipologi permukiman terbagi menjadi permukiman kawasan perkotaan dan permukiman kawasan perdesaan. Luas lahan yang diperuntukan fungsi permukiman pada tahun 2019 mencapai 5.592 km2 atau sekitar 17% dari seluruh luas Provinsi Jawa Tengah digunakan untuk kawasan permukiman. Berikut grafik luas permukiman di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 :

 

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh

 

Grafik 1. Grafik Luas Permukiman di Provinsi Jawa Tengah tahun 2018

 

 

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 1. Gambar persebaran permukiman di Jawa Tengah.

 

 

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Sumber : Perda Provinsi Jawa Tengah No 7 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 2. Gambar persebaran permukiman perkotaan dan perdesaan.

 

Persebaran permukiman di Provinsi Jawa Tengah tersebar merata di kabupaten/kota serta di dominasi oleh permukiman kawasan perdesaan yang mencapai 409.147,23 ha atau sekitar 73%. Sedangkan sebanyak 150.085,4 Ha merupakan permukiman perkotaan. Meskipun angka permukiman perdesaan lebih luas dari pada permukiman kawasan perkotaan, akan tetapi persebaran permukiman perdesaan cukup merata di seluruh kabupaten. Sehingga pola permukiman yang terbentuk adalah permukiman dengan kepadatan rendah dan sedang. Sedangkan pada permukiman perkotaan membentuk pola permukiman padat. Berikut data masing-masing luas permukiman di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 3. Luas Permukiman di Provinsi Jawa Tengah tahun 2018

No Kabupaten/Kota Luas Kawasan permukiman (Ha)
Perkotaan Perdesaan
Kabupaten
1 Banjarnegara                  1,803.38 9713.37
2 Banyumas                  8,528.93 17057.86
3 Batang                 2,608.66 6775.63
4 Blora                 2,570.77 11253.28
5 Boyolali                    5,561.17 20081.9
6 Brebes                   3,194.32 12903.68
7 Cilacap                  10,551.13 26450.8
8 Demak                 4,209.20 9850.14
9 Grobogan                 4,305.36 22837.07
10 Jepara                   5,291.33 14744.94
11 Karanganyar                   3,643.12 17463.61
12 Kebumen                 5,776.96 26440.85
13 Kendal                 3,903.46 9796.92
14 Klaten                    5,201.21 16095.27
15 Kudus                  5,267.72 4079.99
16 Magelang                  4,821.92 13250.81
17 Pati                  4,517.80 18201.65
18 Pekalongan                  2,565.20 8284.91
19 Pemalang                  4,251.84 8473.97
20 Purbalingga                  2,242.05 9136.12
21 Purworejo                 3,683.40 17488.28
22 Rembang                   1,473.33 5666.72
23 Semarang                  5,238.82 12582.53
24 Sragen                   3,327.31 20577.2
25 Sukoharjo                  6,825.96 9404.42
26 Tegal                  3,639.03 10125.67
27 Temanggung                   1,286.25 8471.71
28 Wonogiri                 4,769.68 34397.53
29 Wonosobo                 1,049.24 7540.4
30 Magelang 1199.76 0
31 Pekalongan 2259.33 0
32 Salatiga 2616.93 0
33 Semarang 16027.49 0
34 Surakarta 3871.32 0
35 Tegal 2002.03 0
Jawa Tengah 150085.41 409147.23

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

 

Pembangunan rumah di Provinsi Jawa Tengah  berupa rumah formal dan rumah informal. Rumah formal merupakan jenis rumah yang dibangun oleh pelaku pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hunian. Penyediaan rumah formal terbagi menjadi dua, yaitu yang  dibangun oleh pengembang dan pemerintah. Penyediaan rumah formal melalui pengembang diperankan oleh REI (Real Estate Indonesia). Pengembang menggunakan konsep pembangunan perumahan yang bersifat gated community dan primary market.

Pembangunan hunian tempat tinggal  oleh pemerintah berupa rumah susun sederhana, rumah dinas, dan lainnya. Sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan hunian, pemerintah turut serta dalam memfasilitasi penyediaan rumah terjangkau khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk mendapatkan hunian layak dan mengurangi gap antara kebutuhan dan ketersediaan. Setiap kabupaten/kota memiliki rumah susun sederhana dengan jumlah yang berbeda-beda. Total Rumah Susun di Provinsi Jawa Tengah mencapai 173 unit,  dengan jumlah terbanyak berada di Kota Semarang, Kabupaten Magelang, dan Kota Surakarta. Berikut persebaran rumah susun di Provinsi Jawa Tengah, yakni :

 

Tabel 4. Jumlah Rumah Susun di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018

No Kabupaten/Kota Jumlah Rusun Eksisting
1 Banjarnegara 4
2 Banyumas 7
3 Batang 5
4 Blora 6
5 Boyolali 3
6 Brebes 4
7 Cilacap 5
8 Demak 4
9 Grobogan 3
10 Jepara 6
11 Karanganyar 0
12 Kebumen 6
13 Kendal 5
14 Klaten 4
15 Kudus 2
16 Magelang 12
17 Pati 7
18 Pekalongan 6
19 Pemalang 4
20 Purbalingga 3
21 Purworejo 4
22 Rembang 3
23 Semarang 5
24 Sragen 2
25 Sukoharjo 3
26 Tegal 0
27 Temanggung 9
28 Wonogiri 1
29 Wonosobo 1
30 Kota Magelang 3
31 Kota Pekalongan 2
32 Kota Salatiga 2
33 Kota Semarang 21
34 Kota Surakarta 12
35 Kota Tegal 9
Jawa Tengah 173

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rusun

 

Tipologi dan pola permukiman di Provinsi Jawa Tengah juga tidak terlepas dari beberapa masalah seperti permukiman kumuh. Menurut Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah mencatat, terdapat lima kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mempunyai kawasan kumuh terluas. Urutan kelima wilayah tersebut adalah Kabupaten Pemalang ( 974 Ha), Kabupaten Pekalongan (671 Ha), Kabupaten Tegal (487 ha), Kota Semarang (415 ha) dan Kabupaten Demak (368 Ha). Kelima kabupaten/kota tersebut merupakan daaerah dengan tingkat urbanisasi yang tinggi dikarenakan sebagai pustat kota, kawasan industri, dan kawasan strategis provinsi. Sehingga kategori penentuan kumuh pada kabupaten dan kota tersebut cukup berkorelasi dengan kondisi pola permukiman padat, jumlah penduduk, dan ketersediaan PSU di kawasan tersebut. Berikut data permukiman kumuh di Provinsi Jawa Tengah, yakni :

 

Tabel 4. Luas permukiman kumuh di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016

No Kabupaten/Kota Luas Permukiman Kumuh ( Ha)
Target RPJMN SK Bupati/Walikota RP2KPKP
1 Banjarnegara 78.937 78.937 78.94
2 Banyumas 57.28 69.58 69.58
3 Batang 118.447 112.664 112.66
4 Blora 66.114 66.15 66.11
5 Boyolali 0.358 48.63 48.62
6 Brebes 94.741 94.741 94.74
7 Cilacap 26.88 107.32 94.74
8 Demak 382.184 368.01 368
9 Grobogan 107.32 236.5 107.32
10 Jepara 49.259 49.268 49.27
11 Karanganyar 74.2 100.16 100.16
12 Kebumen 195.4725 213.622 213.622
13 Kendal 30.39 1703.9 204.5
14 Klaten 168.93 145.405 236.5
15 Kudus 113.75 85.09 145.4
16 Magelang 87.07 121.17 85.09
17 Pati 178.7 148.422 146.55
18 Pekalongan 333.068 973.64 671.884
19 Pemalang 132.33 32.39 973.64
20 Purbalingga 32.39 197.41 32.29
21 Purworejo 197.403 114.407 197.41
22 Rembang 114.007 477.92 114.407
23 Semarang 477.92 3.6 477.92
24 Sragen 3.6 199.797 3.6
25 Sukoharjo 35.278 325 199.8
26 Tegal 29.43 3240.58 487.78
27 Temanggung 8.645 47.98 297.81
28 Wonogiri 47.98 70.834 47.98
29 Wonosobo 70.834 26.88 70.834
30 Kota Magelang 44.21 195.59 112.66
31 Kota Pekalongan 213.19 21.84 200.11
32 Kota Salatiga 29.46 415.93 21.84
33 Kota Semarang 120.91 359.55 415.83
34 Kota Surakarta 116.2 191.13 359.55
35 Kota Tegal 104.13 191.13 191.13
Jawa Tengah 3941.0175 10835.177 7098.28

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

 

 

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/kawasan_permukiman/permukiman

Grafik 2. Grafik luas permukiman kumuh di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016

 

Rumah Tidak layak Huni (RTLH)

Munculnya permukiman kumuh di suatu kawasan juga ditandai dengan adanya Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebagai kondisi fisik yang mencerminkan dan menggambarkan kumuh di suatu kawasan. Beberapa permukiman kumuh sering ditemukan pada kota-kota besar dengan tingkat urbanisasi yang tinggi serta kondisi ekonomi suatu wilayah.   Tingkat kekumuhan suatu daerah juga mempengaruhi jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Permukiman kumuh dan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) menjadi isu permasalahan pada sektor perumahan dan permukiman di Provinsi Jawa Tengah. Berikut angka Rumah Tidak layak Huni di Provinsi Jawa Tengah :

Tabel 5. Jumlah RTLH di Jawa Tengah Pada Tahun 2015

No Kabupaten/Kota RTLH (unit)]
1 Banjarnegara 49531
2 Banyumas 116977
3 Batang 36851
4 Blora 91656
5 Boyolali 53100
6 Brebes 63426
7 Cilacap 95526
8 Demak 86426
9 Grobogan 143533
10 Jepara 46897
11 Karanganyar 14768
12 Kebumen 40922
13 Kendal 8323
14 Klaten 27668
15 Kudus 7051
16 Magelang 64645
17 Pati 87016
18 Pekalongan 19765
19 Pemalang 66746
20 Purbalingga 63289
21 Purworejo 29487
22 Rembang 0
23 Semarang 29343
24 Sragen 44588
25 Sukoharjo 18148
26 Tegal 0
27 Temanggung 25235
28 Wonogiri 0
29 Wonosobo 54203
30 Kota Magelang 468
31 Kota Pekalongan 1911
32 Kota Salatiga 2028
33 Kota Semarang 0
34 Kota Surakarta 6622
35 Kota Tegal 25410
Jawa Tengah 1421559

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2015

 

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2015

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2015

Grafik 3. Statistik Angka RTLH di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015

 

Dari data statistik tersebut menunjukan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Cilacap sebagai daerah yang memiliki angka RTLH tertinggi. Angka yang cukup tinggi dikarenakan kondisi ekonomi wilayah tersebut. Berdasarkan data jumlah penduduk pra sejahtera di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014, ketiga daerah tersebut berada di garis kemiskinan tinggi. Adanya RTLH di suatu daerah tidak hanya dipengaruhi arus urbanisasi yang tinggi di kawasan perkotaan. Namun, dipengaruhi juga oleh angka kemiskinan  di suatu daerah. angka kemiskinan membuat daya beli masyarakat menurun sehingga mereka tidak dapat memperbaiki kualitas hidup secara mandiri.

 

Sumber : https://biroinfrasda.jatengprov.go.id/files/uploads/2018/02/RTLH-PAPARANbiro-isda12-feb-2018KESAMBI-HIJAU-BARU.pdf

Sumber : https://biroinfrasda.jatengprov.go.id/files/uploads/2018/02/RTLH-PAPARANbiro-isda12-feb-2018KESAMBI-HIJAU-BARU.pdf

Gambar 3. Persebaran Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2014

 

Pada tahun 2018, pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan penanganan RTLH di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penanganan RTLH dari dana APBN diperuntukan untuk perbaikan RTLH sebanyak 7776 unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan  angggaran sekitar Rp 119.925.000.000. Berikut jumlah penanganan RTLH dari dana APBN pada tahun 2018.

 

Tabel 5. Jumlah Penanganan RTLH di Provinsi Jawa Tengah Pada Tahun 2018

No Kabupaten/Kota Jumlah RTLH (unit) Biaya (APBN)
1 Banjarnegara 636 Rp 9,540,000,000
2 Banyumas 200 Rp 2,625,000,000
3 Batang 0 0
4 Blora 0 0
5 Boyolali 0 0
6 Brebes 250 Rp 3,750,000,000
7 Cilacap 2006 Rp 30,915,000,000
8 Demak 388 Rp 5,820,000,000
9 Grobogan 352 Rp 4,740,000,000
10 Jepara 0 0
11 Karanganyar 0 0
12 Kebumen 379 Rp 5,685,000,000
13 Kendal 0 0
14 Klaten 0 0
15 Kudus 0 0
16 Magelang 0 0
17 Pati 0 0
18 Pekalongan 0 0
19 Pemalang 420 Rp 8,925,000,000
20 Purbalingga 0 0
21 Purworejo 330 Rp 4,950,000,000
22 Rembang 374 Rp 6,060,000,000
23 Semarang 1009 Rp 15,435,000,000
24 Sragen 290 Rp 4,350,000,000
25 Sukoharjo 0 0
26 Tegal 150 Rp 2,250,000,000
27 Temanggung 0 0
28 Wonogiri 200 Rp 3,000,000,000
29 Wonosobo 330 Rp 4,950,000,000
30 Kota Magelang 210 Rp 3,150,000,000
31 Kota Pekalongan 252 Rp 3,780,000,000
32 Kota Salatiga 0 0
33 Kota Semarang 0 0
34 Kota Surakarta 0 0
35 Kota Tegal 0 0
Jawa Tengah 7776 Rp 119,925,000,000

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/rtlh?th=2018

 

Statistik Perumahan dan Permukiman di Provinsi Jawa Tengah

Hampir 90% Rumah Tangga telah memiliki rumah sendiri pada tahun 2016. Angka ini termasuk hunian layak huni dan hunian tak layak huni. Jumlah rumah tinggal eksisting terbanyak berada di Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, dan Kota Semarang. Kota Semarang sebagai pusat kota dengan kepadatan permukiman yang cukup tinggi membuat angka hunian eksisting yang cukup banyak. Sedangkan Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah yang cukup besar dan hunian tersebar merata di seluruh kawasan sehingga tidak membentuk kesan permukiman kepadatan tinggi. Berikut data kepemilikan rumah di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016

 

 

Tabel 5. Jumlah Kepemilikan Rumah Tinggal di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016

No Kabupaten/ Kota Status Kepemilikan Tempat Tinggal Total
Milik Sendiri Kontrak/sewa Bebas sewa Dinas Lainnya
1 Cilcap          448,855 6693 22679 3274 0                   481,501
2 Banyumas           426,919 18216 10546 867 0                 456,548
3 Purbalingga            216,562 1758 7604 251 2169                  228,344
4 Banjarnegara           227,654 1387 9397 0 669                   239,107
5 Kebumen          304,276 2404 17314 292 552                  324,838
6 Purworejo            185,265 4771 21726 0 1235                   212,997
7 Wonosobo          204,465 1741 6707 1462 602                  214,977
8 Magelang           318,270 4765 16179 3565 0                  342,779
9 Boyolali           270,391 1896 6610 0 0                  278,897
10 Klaten            326,013 5550 20257 0 1697                    353,517
11 Sukoharjo            212,662 10549 19762 97 0                 243,070
12 Wonogiri           263,669 897 6441 761 0                   271,768
13 Karanganyar            215,953 3704 3749 2439 0                  225,845
14 Sragen            251,360 2891 6172 0 0                  260,423
15 Grobogan            393,126 493 11249 369 5296                   410,533
16 Blora           246,741 3087 7382 0 0                   257,210
17 Rembang          168,700 1954 6963 0 0                   177,617
18 Pati           346,262 1311 16568 0 0                   364,141
19 Kudus            201,761 1842 9679 0 857                    214,139
20 Jepara           305,773 1981 16949 0 0                  324,703
21 Demak          284,307 2092 11867 658 0                  298,924
22 Semarang            248,116 11815 12478 524 3119                  276,052
23 Temanggung            192,272 2028 7502 466 487                  202,755
24 Kendal           238,957 1795 18523 0 885                  260,160
25 Batang            186,365 1453 5774 174 0                   193,766
26 Pekalongan           188,003 1731 18183 0 605                  208,522
27 Pemalang          296,394 2233 19940 479 0                  319,046
28 Tegal          306,760 5156 61195 486 0                  373,597
29 Brebes           415,924 3322 54049 0 1234                 474,529
30 Kota Megelang             24,001 5004 4034 980 609                    34,628
31 Kota Surakarta              92,558 27391 24028 426 2467                  146,870
32 Kota Salatiga              36,533 8047 4164 1087 212                    50,043
33 Kota Semarang           321,680 66450 73016 1114 2924                  465,184
34 Kota Pekalongan              58,818 2105 13482 332 709                    75,446
35 Kota Tegal             44,332 3092 20434 2099 0                    69,957
Jawa Tengah 8469697 221604 592602 22202 26328 9,332,433

Sumber : BPS Susenas 2016

 

Sumber : BPS Susenas 2016

Sumber : BPS Susenas 2016

Grafik 4. Persentase Kepemilikan Rumah Tinggal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016

 

 

Sumber : BPS Susenas 2016

Sumber : BPS Susenas 2016

Grafik 5. Jumlah Rumah Tinggal Eksisting di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016

 

Sebagian masyarakat di Provinsi Jawa Tengah masih belum memiliki atau tinggal di rumah layak huni. Kebutuhan rumah tinggal di Jawa Tengah mencapai 2,8 juta unit. Sehingga juga mempengaruhi angka backlog di Jawa Tengah yang mana angka tersebut masih terbilang cukup tinggi. Angka Backlog di Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari sisi kepemilikan dan kepenghunian. Pada tahun 2017, angka backlog kepemilikan mencapai 1.126.834 unit dan backlog kepenghunian mencapai 844.197 unit. Berikut angka backlog di Provinsi Jawa Tengah di setiap masing-masing kabupaten/kota :

 

Tabel 5. Angka Backlog di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017

No Kabupaten/Kota Backlog Kepemilikan Backlog penghunian
1 Banjarnegara 15998 13472
2 Banyumas 35597 20585
3 Batang 13732 11734
4 Blora 17298 14118
5 Boyolali 18443 12296
6 Brebes 71536 66400
7 Cilacap 33567 27166
8 Demak 15832 12934
9 Grobogan 24885 19207
10 Jepara 31954 26733
11 Karanganyar 15296 11247
12 Kebumen 32727 28145
13 Kendal 27457 22103
14 Klaten 46233 37381
15 Kudus 15271 11077
16 Magelang 26327 20343
17 Pati 23240 20447
18 Pekalongan 32780 29183
19 Pemalang 44367 35865
20 Purbalingga 17222 12661
21 Purworejo 42034 35907
22 Rembang 9345 7824
23 Semarang 20992 10294
24 Sragen 24891 22439
25 Sukoharjo 45826 28524
26 Tegal 72469 70231
27 Temanggung 11566 8316
28 Wonogiri 13596 10417
29 Wonosobo 17374 13274
30 Kota Magelang 12775 7236
31 Kota Pekalongan 21994 17208
32 Kota Salatiga 19772 6732
33 Kota Semarang 163643 94962
34 Kota Surakarta 60653 33446
35 Kota Tegal 30142 24290
Jawa Tengah 1126834 844197

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/backlog?th=2017

 

 

Masalah backlog masih menjadi masalah utama dari penyediaan perumahan di Indonesia terutama di Provinsi Jawa Tengah. Angka backlog dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, diantaranya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, swasta tidak mau berinvestasi untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi, dll. Dari tabel di atas angka backlog tertinggi berada di Kota Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kota Surakarta. Kota Semarang dan Kota Surakarta sebagai kawasan perkotaan, dengan harga lahan yang cukup tinggi sehingga membuat masyarakat sulit menjangkaunya. Jumlah penduduk yang cukup tinggi membuat angka kebutuhan perumahan juga semakin tinggi. Sehingga gap antara kebutuhan dan ketersediaan rumah di kedua kota tersebut membuat angka backlog yang cukup tinggi.

Sedangkan angka backlog yang tinggi di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal dipengaruhi oleh belum banyaknya pengembang yang hadir dan menyediakan property di kabupaten tersebut, serta kemampuan beli masyarakat yang masih terbatas dan tidak terlalu tinggi. Meskipun kedua kabupaten tersebut memiliki infrastruktur yang memadai, berada di lokasi strategis, dan harga tanah yang dijual cukup terjangkau. Namun kemampuan daya beli properti masyarakat masih rendah.

 

 

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/backlog?th=2017

Sumber : http://si.disperakim.jatengprov.go.id/perumahan/backlog?th=2017

Grafik 5. Data Backlog Kepemilihan dan Penghunian Rumah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2017

 

Pada masa mendatang jumlah backlog (ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah) di Provinsi Jawa Tengah ini akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan KK akibat terbentuknya keluarga-keluarga baru. Oleh karena itu, perlu kebijakan holistik dan komprehensif untuk mengurangi ketiadaan ketersediaan rumah atas jumlah kebutuhan rumah di Provinsi Jawa Tengah yang cenderung semakin tinggi. Hal ini terutama pemenuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kemiskinan

Dalam konteks perumahan dan kawasan permukiman, kemiskinan menjadi salah satu tolak ukur dalam penyediaan perumahan dan menjadi salah satu indikator dalam penilaian lingkungan kawasan permukiman. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018 mencapai 0,48 %. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,06% dibandingkan pada tahun 2017. Dilihat dari data enam tahun terakhir, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan tiap tahun. Berikut merupakan data presentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah:

 

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2013-2018

No Wilayah Jateng Presentase Penduduk Miskin (%)
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kabupaten/Regency            
1. Cilacap 0,64 0,60 0,61 0,59 0,61 0,48
2. Banyumas 0,78 0,74 0,74 0,72 0,71 0,58
3. Purbalingga 0,87 0,84 0,84 0,82 0,81 0,67
4. Banjarnegara 0,80 0,76 0,78 0,74 0,72 0,66
5. Kebumen 0,90 0,87 0,86 0,85 0,83 0,74
6. Purworejo 0,66 0,61 0,60 0,60 0,60 0,50
7. Wonosobo 0,92 0,90 0,91 0,87 0,86 0,75
8. Magelang 0,61 0,57 0,55 0,55 0,53 0,47
9. Boyolali 0,56 0,53 0,53 0,51 0,53 0,42
10. Klaten 0,67 0,62 0,65 0,62 0,59 0,57
11. Sukoharjo 0,44 0,39 0,39 0,38 0,39 0,32
12. Wonogiri 0,58 0,55 0,57 0,55 0,56 0,47
13. Karanganyar 0,58 0,54 0,53 0,53 0,52 0,42
14. Sragen 0,69 0,64 0,64 0,61 0,58 0,55
15. Grobogan 0,64 0,60 0,59 0,58 0,56 0,52
16. Blora 0,63 0,59 0,58 0,56 0,54 0,52
17. Rembang 0,90 0,83 0,81 0,79 0,77 0,65
18. Pati 0,57 0,50 0,52 0,50 0,48 0,44
19. Kudus 0,38 0,36 0,34 0,34 0,33 0,32
20. Jepara 0,39 0,37 0,37 0,36 0,34 7,00
21. Demak 0,68 0,63 0,61 0,59 0,57 0,54
22. Semarang 0,37 0,34 0,34 0,36 0,35 0,31
23. Temanggung 0,53 0,50 0,51 0,50 0,49 0,44
24. Kendal 0,55 0,51 0,50 0,48 0,47 0,43
25. Batang 0,53 0,47 0,48 0,46 0,47 0,38
26. Pekalongan 0,58 0,54 0,56 0,56 0,54 0,42
27. Pemalang 0,81 0,78 0,77 0,75 0,73 0,67
28. Tegal 0,46 0,44 0,42 0,42 0,44 0,36
29. Brebes 0,89 20,00 0,85 0,82 0,80 0,72
Kota/Municipality
1. Magelang 0,43 0,38 0,38 0,39 0,39 0,35
2. Surakarta 0,51 0,48 0,48 0,48 0,46 0,38
3. Salatiga 0,28 0,27 0,26 0,23 0,21 0,23
4. Semarang 0,23 0,21 0,23 0,23 0,21 0,18
5. Pekalongan 0,35 0,33 0,34 0,36 0,32 0,30
6. Tegal 0,39 0,37 0,35 0,35 0,34 0,35
Jawa Tengah 0,61 0,58 0,58 0,56 0,54 0,48

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2019

 

 

 

Sumber:

dataerlth.perumahan.pu.go.id diakses pada 12 Juli 2019, pukul 15.30 WIB

jateng.bps.go.id

Badan Pusat Statistik (2019). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2017/2018. Jawa Tengah.