Kota Banda Aceh merupakan Ibu Kota dari Provinsi Aceh. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh juga merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota Banda Aceh dijadikan sebagai ibu kota dari Kesultanan Aceh. Letak Geografis Kota Banda Aceh terletak antara 05° 16’ 15”- 05° 36’ 16” Lintang Utara dan 95° 16’15” – 95° 22’35” Bujur Timur. Secara administratif Kota Banda Aceh memiliki batas wilayah sebagai berikut

Utara                                  : Selat Malaka
Selatan                               : Kabupaten Aceh Besar
Timur                                 : Kabupaten Aceh Besar
Barat                                  : Samudera Hindia

 

 
Kota Banda Aceh meliputi 9 kecamatan dan 90 desa dengan dengan luas wilayah keseluruhan ± 61,36 km². Persentase luas kecamatan menunjukkan bahwa Kecamatan Syiah Kuala merupakan kecamatan di Kota Banda Aceh dengan luas wilayahnya sebesar 23,21% dari total wilayah Kota Banda Aceh. Sedangkan, kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Jaya Baru dengan persentase luas wilayah sebesar 6,16% dari luas total Kota Banda Aceh. Luas wilayah Kota Banda Aceh perkecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1
Luas Kecamatan di Kota Banda Aceh

No Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)
1.                   Kecamatan Meuraxa 7.26 11.83
2.                   Kecamatan Jaya Baru 3.78 6.16
3.                   Kecamatan Banda Raya 4.79 7.81
4.                   Kecamatan Baiturrahman 4.54 7.40
5.                   Kecamatan Lueng Bata 5.34 8.70
6.                   Kecamatan Kuta Alam 10.05 16.38
7.                   Kecamatan Kuta Raja 5.21 8.49
8.                   Kecamatan Syiah Kuala 14.24 23.21
9.                   Kecamatan Ulee Kareng 6.15 10.02
Jumlah 61.36                    100

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

 

Tabel 2
Jumlah Desa Per Kecamatan di Kota Banda Aceh

No Kecamatan Jumlah Desa
1.         Kecamatan Meuraxa 10
2.         Kecamatan Jaya Baru 9
3.         Kecamatan Banda Raya 10
4.         Kecamatan Baiturrahman 10
5.         Kecamatan Lueng Bata 9
6.         Kecamatan Kuta Alam 11
7.         Kecamatan Kuta Raja 6
8.         Kecamatan Syiah Kuala 10
9.         Kecamatan Ulee Kareng 9
Jumlah 90

        Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

Kondisi Fisik

  • Topografi

Kondisi topografi (ketinggian) Kota Banda Aceh berkisar antara -0,45 m sampai dengan +1,00 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata ketinggian 0,80 m dpl. Bentuk permukaan lahannya (fisiografi) relatif datar dengan kemiringan lereng antara 2 – 8%. Bentuk permukaan ini menandakan bahwa tingkat erosi relatif rendah, namun sangat rentan terhadap genangan khususnya pada saat terjadinya pasang dan gelombang air laut pada wilayah bagian utara atau pesisir pantai.

Dalam lingkup makro, Kota Banda Aceh dan sekitarnya secara topografi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 5 meter dpl. Wilayah yang ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 meter dpl. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah barat dan timur dengan ketinggian lebih dari 500 m sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut. Kondisi topografi dan fisiografi lahan sangat berpengaruh terhadap sistem drainase wilayah. Kondisi drainase di Kota Banda Aceh cukup bervariasi, yaitu ada yang jarang tergenang seperti pada wilayah timur dan selatan kota. Namun, ada pula wilayah yang kadang-kadang tergenang dan bahkan tergenang terus-menerus seperti pada kawasan rawa-rawa/genangan air asin, tambak dan atau pada lahan dengan ketinggian di bawah permukaan laut baik pada saat pasang maupun surut air laut.

 

  • Geologi

Secara geologis, Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif yang memanjang dari Banda Aceh utara hingga Lampung Selatan dan dikenal sebagai Sesar Semangko (Semangko Fault). Oleh karenanya, daerah yang terlintasi patahan ini rentan terhadap gempa dan longsor. Kota Banda Aceh terletak diantara dua patahan (sebelah timur – utara dan sebelah barat – selatan kota) dan berada pada pertemuan Plate Euroasia dan Australia berjarak ± 130 km dari garis pantai barat sehingga daerah ini rawan terhadap tsunami.

Kota Banda Aceh juga diapit oleh dua patahan yang berada di barat dan timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan Darussalam. Kedua patahan tersebut merupakan sesar aktif dan diperkirakan bertemu pada pegunungan di tenggara kota. Berdasarkan fenomena geologi tersebut, Banda Aceh menjadi suatu daratan hasil ambalasan sejak Pilosen dan membentuk suatu Graben sehingga dataran Banda Aceh ini memiliki batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di sekitarnya. Lebih jelasnya kondisi geologi ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1

Keadan Geologi Kota Banda Aceh 2020

Sumber: RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029 (Revisi Tahun 2016)

 

  • Hidrologi

Gambaran geohidrologi di perlukan untuk mengetahui kondisi sumber air baku dan kondisi penggunaan air tanah di kabupaten/kota sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan pembangunan infrastruktur, salah satunya oleh Bidang Cipta Karya. Geohidrologi daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga sebagian Kecamatan Kuta Raja, dan pesisir pantai yang terletak di wilayah barat atau sebagian Kecamatan Meuraxa. Terdapat 7 (tujuh) sungai yang melalui Kota Banda Aceh dan berfungsi sebagai daerah aliran sungai dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai ke tengah Kota Banda Aceh. Air payau berada di bagian tengah kota dan membujur dari timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota yang membentang dari Kecamatan Baiturrahman sampai Kecamatan Jaya Baru, yang juga mencakup Kecamatan Lueng Bata, Ulee Kareng, Banda Raya. Berikut adalah sungai – sungai yang mengalir di Kota Banda Aceh :

Tabel 3
Sungai di Kota Banda Aceh

No Nama Sungai Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
1.         Krueng Aceh 1.712.00
2.         Krueng Daroy 14.10
3.         Krueng Doy 13.17
4.         Krueng Neng 6.55
5.         Krueng Lhueng Paga 18.25
6.         Krueng Tanjung 30.42
7.         Krueng Titi Panjang 7.80

Sumber: RPIJM Kota Banda Aceh 2013-2017

Sungai Krueng Aceh yang mengalir melalui Kota Banda Aceh dengan beberapa anak sungainya seperti Krueng Daroy, krueng Doy dan Krueng Neng. Anak sungai ini merupakan saluran drainase alam yang menjadi outlet dari saluran-saluran drainase yang ada. Oleh karena itu, air hujan yang mengalir di saluran – saluran drainase sangat dipengaruhi oleh air permukaan di sungai tersebut. Padahal air sungai juga dapat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, oleh sebab itu aliran air hujan tidak selalu dapat mengalir secara gravitasi (dari daratan ke luat).

  • Klimatologi

Wilayah Kota Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,5ºC hingga 27,5ºC dengan kisaran antara 18,0ºC sampai 37,0ºC. Sedangkan tekanan udaranya diantara 108-102 milibar. Curah hujan Kota Banda Aceh per tahun berkisar antara 1.039 mm – 1.907 mm, dengan curah hujan rata-rata per tahun 1.592 mm. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Oktober dan November yaitu 20 – 21 hari sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret yaitu 2 – 7 hari. Kelembaban udara berkisar antara 75% hingga 87%. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. Sementara, kecepatan angin di wilayah ini bertiup antara 2 – 28 knots. Bulan kering ditandai dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm, sedangkan bulan basah adalah jumlah curah hujan di atas 100 mm. Berikut adalah tabel curah hujan, hari hujan, dan lama penyinaran pada masing – masing bulan  di Kota Banda Aceh :

Tabel 4
Curah dan Hari Hujan serta Lama Penyinaran

Bulan Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Rata-Rata Penyinaran Matahari
Januari 106 7 68
Febuari 93 7 76
Maret 80 8 74
April 73 6 63
Mei 58 6 63
Juni 49 9 56
Juli 92 6 66
Agustus 60 6 59
September 89 7 45
Oktober 118 15 38
November 85 11 49
Desember 100 10 54

      Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

Gambaran Demografi

  • Jumlah Penduduk

Data jumlah penduduk di Kota Banda Aceh yaitu sebesar 270.321 jiwa pada tahun 2019. Penduduk laki-laki sebanyak 138.993 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 131.328 jiwa. Kecamatan Kuta Alam mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 53.679 jiwa, kemudian diperingkat berikutnya adalah Kecamatan Syiah Kuala 38.682 jiwa dan Kecamatan Baiturrahman 38.192 jiwa (Tabel 3.1.3). Kepadatan penduduk Kota Banda Aceh tahun 2019 adalah 4.405 jiwa setiap 1 km2. Kecamatan Baiturrahman memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 8.412 jiwa/ km2 sedangkan Kecamatan Kuta Raja memiliki kepadatan penduduk terendah yaitu sejumlah 2.668 jiwa/km2. Penduduk laki-laki di Kota Banda Aceh lebih banyak dari penduduk perempuan, hal ini ditunjukkan oleh sex rasio yaitu untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 106 penduduk laki-laki. Jumlah penduduk asing berdasarkan izin tinggal terbatas di Kota Banda Aceh 2019 yaitu 410 orang. Penduduk asing terbanyak berasal dari warga Negara Thailand yaitu 46 orang, sementara jumlah penduduk asing berdasarkan izin tinggal tetap di Kota Banda Aceh yaitu 1 orang dan penduduk berasal dari warga Negara Turki.

 

Gambar 2
Diagram Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

 

 

Tabel 5
Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Rasio dan Laju Pertumbuhan Penduduk

No Kecamatan Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Kepadatan Penduduk Rasio Jenis Kelamin
       1.              Meuraxa 20.56 1,96 2.83 112.34
       2.              Jaya baru 26.53 1,97 7.02 106.28
       3.              Banda raya 24.88 1,97 5.19 100.10
       4.              Baiturrahman 38.19 1,97 8.41 104.31
       5.              Lueng bata 26.63 1,97 4.99 104.77
       6.              Kuta alam 53.68 1,96 5.34 108.19
       7.              Kuta raja 13.90 1,97 2.67 114.90
       8.              Syiah kuala 38.68 1,96 2.72 103.92
       9.              Ulee kareng 27.27 1,97 4.43 103.01
KOTA BANDA ACEH 270.32 1,97 4.41 105.84

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

 

Ekonomi

Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kota Banda Aceh Tahun 2019 adalah sebesar 18,62 triliun rupiah. Kategori perdagangan dan adminitrasi pemerintahan masih memegang peranan penting dalam PDRB di Kota Banda Aceh. Distribusi peranan kategori ekonomi menurut PDRB Lapangan Usaha di Kota Banda Aceh tahun 2019 pada kelompok Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib menempati urutan pertama (yaitu 22,99 %), kemudian kategori kelompok perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebagai lapangan usaha berperan terbesar kedua terhadap PDRB (20,82 %).

Karena nilai PDRB ADHB masih terpengaruh oleh adanya perubahan harga (karena adanya faktor inflasi dan waktu) maka digunakanlah PDRB ADHK sebagai patokan tolak ukur pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data tahun 2019, Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Kota Banda Aceh menunjukkan angka sebesar 15,17.

Tabel 6
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kota Mataram (miliar rupiah), 2015–2019

No Lapangan Industri Nilai(Miliyar Rupiah) Persentase Laju Pertumbuhan
1 Pertanian,Kehutanan dan Perikanan 225,59 1,21 9,04
2 Pertambangan dan Penggalian
3 Industri Pengolahan 396,69 2,13 2,27
4 Pengadaan Listrik dan Gas 68,62 0,37 9,63
5 Pengadaan Air,Pengolahan Sampah,Limbah,dan Daur Ulang 30,67 0,16 32,95
6 Konstruksi 1 123,55 6,03 0,13
7 Perdagangan Besar dan Eceran,Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3 877,08 20,82 2,64
8 Transportasi dan Pergudangan 1 687,84 9,07 2,14
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 831,59 4,47 6,07
10 Informasi dan Komunikasi 945,23 5,08 0,54
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 608,16 3,27 12,22
12 Real Estate 1 598,13 8,58 9,14
13 Jasa Perusahaan 463,43 2,49 5,54
14 Administrasi Pemerintahan,Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 4 280,95 22,99 2,99
15 Jasa Pendidikan 1 375,48 7,39 9,79
16 Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial 724,41 3,89 9,82
17 Jasa Lainnya 380,13 2,04 9,97
Produk Domestik Bruto 18 617,56 100,00 4,18

Sumber: BPS, berbagai sensus, survei dan sumber lain

Perumahan

Berdasarkan data Susenas tahun 2019, status penguasaan bangunan tempat tinggal tertinggi adalah milik sendiri sebesar 42,94%, kontrak/sewa sebesar 32,84%, bebas sewa sebesar 15,44%, sedangkan rumah dinas sebesar 8,78%. Kategori luas lantai pada rumah tangga terbanyak berada pada kelompok 20-49 m2. Jenis dinding yang banyak ditemukan adalah tembok. Sumber penerangan yang digunakan pada perumahan adalah listrik PLN. Sedangkan, sumber air minum yang berupa sumber minum air bersih serta tempat buang air besar pada sebagian besar rumah tangga di Kota Banda Aceh adalah dibuat dan diupayakan sendiri (swadaya) oleh masyarakat dan juga dibantu oleh bidang kesehatan daerah.

Tabel 7
Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di Kota Banda Aceh, 2017-2019

No Status Penguasaan Tempat Tinggal 2017 2018 2019
1 Milik Sendiri 47,04 50,46 42,94
2 Kontrak/Sewa 32,86 33,97 32,84
3 Bebas Sewa 14,18 8,42 15,44
4 Dinas 5,93 7,15 8,78
5 Lainnya 0,00 0,00 0,00

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

Tabel 8
Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Dinding Terluas di Kota Banda Aceh, 2017-2019

No Status Penguasaan Tempat Tinggal 2017 2018 2019
1 Tembok 88,66 89,95 87,85
2 Kayu 9,76 9,79 0,00
3 Bambu 0,00 0,00 9,86
4 Lainnya 1,58 0,26 2,29

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

Tabel 9
Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Penerangan di Kota Banda Aceh, 2017-2019

No Sumber Penerangan 2017 2018 2019
1 Listrik PLN 98,91 99,52 100,00
2 Listrik Non PLN 1,09 0,48 0,00
3 Petromak Aladin 0,00 0,00 0,00
4 Pelita,Sentir,Obor 0,00 0,00 0,00
5 Lainnya 0,00 0,00 0,00

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

Tabel 10
Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Air Minum di Kota Banda Aceh, 2017-2019

No Sumber Air Minum 2017 2018 2019
1 Sumber Air Minum Bersih 99,90 99,65 100,00
2 Sumber Air minum tidak layak 92,78 93,92 92,45

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2020

Rasio Rumah Layak Huni

Peran Pemerintah Kota Banda Aceh dalam memenuhi perumahan layak huni makin besar seiring dengan meningkatnya jumlah pembangunan perumahan yang merupakan dampak dari meningkatnya jumlah penduduk. Dalam lingkungan perumahan sendiri harus terdapat fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk menjamin kelayakan perumahan yang dihuni sehingga dapat memberikan rasa nyaman, aman, tentram dan sejahtera bagi penghuninya. Peran tersebut telah sesuai dengan peran pemerintah sebagai stabilisator, inovator, dan katalisator. Dalam mewujudkan perumahan yang layak huni, hal yang menjadi faktor pendukungnya antara lain adanya bantuan dari pemerintah berupa pembangunan secara fisik maupun pemberian penghargaan serta dukungan sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten

Tabel 11
Rumah Layak Huni Kota Banda Aceh Tahun 2012-2016

No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Rumah 56.062 57.408 58.785 60.196 61.641
2 Jumlah Rumah Layak Huni 55.128 56.595 58.093 59.625 61.191
Persentase 98,33 98,58 98,82 99,05 99,27

    Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tahun 2017

Pembangunan rumah layak huni diselenggarakan dengan sumber dana Otsus lewat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Melalui dana tersebut, jumlah rumah yang tertangani adalah 288 unit. Sedangkan, sumber dana yang berasal dari ZIS lewat Baitul Mal Kota Banda Aceh telah menangani 185 unit rumah sampai dengan tahun 2017. Jumlah proposal permohonan rumah layak huni yang masuk dari masyarakat dari tahun 2013 sampai dengan 2016 sebanyak 1194 proposal. Namun, kondisi lapangan di masyarakat menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang tidak mempunyai tanah sehingga pemerintah tidak dapat memberikan bantuan rumah. Membangun perumahan bersubsidi untuk MBR bisa menjadi pilihan pemerintah kota Banda Aceh untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat yang tidak mempunyai tanah.

 

Persentase Kawasan Permukiman Kumuh

Berdasarkan hasil Rencana Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Banda Aceh (RKPKP) di Tahun Anggaran 2015, titik lokasi kumuh di Kota Banda Aceh bertambah dari 20 lokasi menjadi 22 lokasi. Meskipun begitu, luas area permukiman kumuh mengalami penurunan dari 797 Ha menjadi 463 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa selain penanganan yang telah dilakukan selama ini di berbagai wilayah permukiman kumuh, perlu juga dilakukan upaya pencegahan agar tidak ada penambahan lokasi kumuh di Kota Banda Aceh sehingga target Pemerintah Kota Banda Aceh di tahun 2019 untuk menurunkan luas daerah kumuh hingga 0% dapat terwujud.

Tabel 12
Luas Kawasan Kumuh Kota Banda Aceh Tahun 2012 – 2016

No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
1 Luas Kawasan Kumuh(Ha) 553,06 553,06 797,56 462,73 462,73
2 Luas Wilayah(Ha) 6.136,00 6.136,00 6.136,00 6.136,00 6.136,00
Persentase 9,01 9,01 12,99 7,54 7,54

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tahun 2017

Pembangunan kawasan permukiman kumuh ditekankan pada pembangunan sarana prasarana dasar permukiman seperti jalan, drainase, pengelolaan sampah dan lampu jalan. Tentunya hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat karena kebutuhan dasar dari sarana prasarana permukiman merupakan hal utama terkait dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Keberadaan sarana prasarana tersebut dapat meningkatkan akses masyarakat dari kawasan permukiman ke pusat aktifitas perekonomian yang berupa pertokoan dan pasar.

Kota Banda Aceh sebagai Ibu Kota Provinsi Aceh, dengan memiliki populasi sekitar 250 juta jiwa, juga tidak sepenuhnya terlepas dari permasalahan kantong-kantong kemiskinan ini. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin adalah rendahnya kualitas lingkungan dan kesehatan yang dianggap sebagai masalah kota yang harus disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slump area, sering dilihat sebagai potensi untuk menimbulkan banyak masalah perkotaan. Permasalahan ini dapat menjadi sumber timbulnya berbagai masalah lainnya seperti lingkungan, kesehatan, dan perilaku menyimpang, seperti kejahatan, serta sumber penyakit sosial lainnya.